JAKARTA, DanauToba.org ― Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) menyatakan banding karena Tim Litigasi YPDT merasa bahwa ada kejanggalan dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Perkara No.164/G/2017/ PTUN-JKT, Rabu lalu (28/3/2018). “Ya, kami sudah memasukkan Pernyataan Banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta,” ujar Robert Paruhum Siahaan, SH (Ketua Tim Litigasi YPDT) pada Selasa (10/4/2018).
Deka Saputra Saragih, SH, MH dan Try Sarmedi Saragih, S.H, M.Hum (keduanya anggota Tim Litigasi YPDT) menemani Ketua Tim Litigasi memasukkan penyataan Banding tersebut.
Setelah membaca hasil putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta tersebut, Tim Litigasi menyatakan ada beberapa kejanggalan dalam putusan tersebut. Berikut pernyataan tertulis Tim Litigasi dalam Siaran Pers ini.
PUTUSAN PTUN JAKARTA DALAM PERKARA NO. 164/G/2017/PTUN-JKT
MENGADILI:
- Menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang untuk memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa a quo;
DALAM EKSEPSI:
- Menerima eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi terkait dengan Penggugat tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing).
Temuan kejanggalan pertama:
Pada pokoknya putusan di atas menyatakan bahwa Penggugat (YPDT) TIDAK MEMPUNYAI KEDUDUKAN (legal standing) pada saat mengajukan gugatan tersebut atau dengan kata lain Majelis Hakim mengabulkan eksepsi TERGUGAT I dan TERGUGAT II INTERVENSI.
NAMUN, sebelum hakim mengabulkan eksepsi tersebut, hakim menyatakan bahwasanya Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta TIDAK MEMILIKI kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara/gugatan yang diajukan oleh Penggugat (Yayasan Pencinta Danau Toba).
Mari kita perhatikan pertimbangan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara ini:
….. eksepsi Tergugat I dan Tergugat II intervensi yang berkaitan dengan Penggugat tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) patut untuk diterima, oleh karena eksepsi Tergugat I dan Tergugat II intervensi berkaitan dengan kewenangan absolut patut diterima, maka terhadap eksepsi selebihnya tidak perlu dipertimbangkan lagi.
DALAM POKOK PERKARA:
- Menimbang, bahwa oleh karena berpendapat Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang menerima, memutus, dan menyelesaikan sengketa a quo dan eksepsi Tergugat I dan Tergugat II intervensi yang berkaitan dengan Penggugat tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) diterima, maka terhadap pokok perkara tidak perlu dipertimbangkan lagi dan oleh karenanya gugatan yang diajukan Penggugat tidak diterima;
Temuan kejanggalan kedua:
Pada paragraf pertama (yang diberi tanda garis berwarna merah) pada pokoknya menyatakan:
“eksepsi TERGUGAT I dan TERGUGAT II INTERVENSI yang berkaitan dengan Penggugat TIDAK MEMPUNYAI KEDUDUKAN (legal standing) patut untuk diterima,”
NAMUN, Pada paragraf pertama (yang diberi tanda garis berwarna biru) pada pokoknya menyatakan:
“Karena eksepsi TERGUGAT I dan TERGUGAT II INTERVENSI berkaitan dengan kewenangan absolut patut diterima, maka terhadap eksepsi selebihnya tidak perlu dipertimbangkan lagi.”
Berdasarkan kedua pertimbangan di atas, secara sederhana Majelis Hakim menyatakan bahwa:
Penggugat TIDAK MEMPUNYAI KEDUDUKAN HUKUM (legal standing) SAMA DENGAN kewenangan absolut!
Pertanyaannya: apakah yang dimaksud dengan kewenangan absolut?
Kita dapat mengatakan bahwa antara KEDUDUKAN HUKUM (legal standing) dengan KEWENANGAN ABSOLUT merupakan 2 (dua) hal/keadaan/makna yang berbeda.
Mengapa Mejelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara No. 164/G/2017/PTUN-JKT menyatakan bahwa keadaan/makna dari Penggugat (YPDT) TIDAK MEMPUNYAI KEDUDUKAN HUKUM (legal standing) SAMA DENGAN kewenangan absolut?
Mari kita tunggu jawabannya dari Majelis Hakim Tinggi Tata Usaha Negara DKI Jakarta, karena YPDT telah menyatakan dan/atau mengajukan upaya hukum BANDING terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 164/G/2017/PTUN-JKT, tertanggal 28 Maret 2018. (DSS/BTS)