JAKARTA, DanauToba.org ― Menyikapi tindak lanjut Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) atas tragedi kapal tenggelam di Danau Toba, YPDT merekomendasikan membentuk Tim untuk Kampanye Keselamatan Transportasi Air di Kawasan Danau Toba (KDT). Rekomendasi tersebut disepakati bersama dalam Diskusi Kamisan pada Kamis (28/6/2018) di Sekretariat YPDT, Jakarta.
Diskusi Kamisan yang sebagian besar dihadiri perwakilan masyarakat Batak di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) mengusung topik: Sharing Kondisi di Lapangan Pasca Tragedi Tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba. Topik tersebut diangkat karena kebetulan Maruap Siahaan selaku Ketua Umum YPDT dan Jhohannes Marbun selaku Sekretaris Eksekutif YPDT berada di KDT dalam suatu pertemuan dengan masyarakat KDT untuk membicarakan Gerakan Cinta Danau Toba (GCDT) IV di Bakara, Humbang Hasundutan. Dalam rangka itulah, mereka juga datang menemui masyarakat Simanindo dan Tigaras, khususnya keluarga para korban.
Diskusi ini dipandu Andaru Satnyoto (Sekum YPDT) dengan memberikan kesempatan kepada Maruap Siahaan dan Jhohannes Marbun berbagi cerita atas kondisi di Simanindo dan Tigaras. Setelah mereka diberi waktu sekitar 30 menit, Bindu Philip dan Hank van Apeldoorn (keduanya adalah relawan dari AVI untuk mendukung program YPDT) menyampaikan analisis atas musibah kapal tenggelam tersebut serta memberikan rekomendasi konstruktif untuk membenahi panduan keselamatan di KDT.
Dari data dan informasi media, Bindu dan Hank mengevaluasi tragedi tersebut sebagai berikut:
Pertama, kita harus menemukan penyebab musibah itu terjadi. Penyebabnya adalah kelebihan kapasitas daya angkut kapal yang dibatasi sampai 45 orang dipaksakan mengangkut hingga 200 orang, cuaca buruk yang disepelekan (padahal sudah ada pemberitahuan dari Badan Meteorologi dan Geofisika), dan kelalaian manusia seperti tidak tersedianya fasilitas keselamatan yang cukup dan memadai.
Musibah tersebut berdampak buruk seperti banyaknya kehilangan nyawa dan tidak diketahui jumlah dan nama-nama penumpang dengan tidak adanya manifest serta pariwisata ke Danau Toba drastis merosot.
Kedua, kita sangat lemah pada tanggap bencana, baik dalam pencegahan maupun saat terjadi bencana. Musibah tenggelamnya KM Sinar Bangun mempertontonkan kelemahan kita tersebut. Misalnya: sekitar 1 Km dari lokasi musibah tidak ada sama sekali kapal penyelamat yang siap memberi pertolongan, kapal feri yang kebetulan lewat sekitar lokasi kecelakaan hanya dapat menolong 3 orang di mana kapal feri tersebut dilengkapi cukup banyak jaket pelampung, ban penyelamat, skoci, tetapi kapalnya jalan terus saja seperti tidak peduli dengan para korban (sekitar 30 orang) terapung-apung, serta tindakan tim penyelamat (SAR) lambat dan tidak cukup memberikan pertolongan.
Ketiga, terkait regulasi dan lisensi kelaikan. Seperti apa dan bagaimana lisensi kelaikan yang diberikan kepada kru dan kapal itu sendiri serta siapa yang memberikannya? Demikian pula dengan regulasinya.
Dari hasil kunjungan dan pemantauan Pengurus YPDT di KDT, ternyata ada banyak masalah di sana, termasuk masalah keselamatan bagi pengguna jasa ASDP (angkutan sungai, danau, dan penyeberangan). Ini sungguh mengenaskan ketika kita melihat ekpresi para keluarga yang ingin memastikan kondisi anggota keluarganya sebagai korban tragedi ini. Pada saat itu emosi bercampur-aduk dan hampir tidak ada tindakan cepat dan tepat. Hanya ada kepiluan hati. Salah satu keluarga korban marga Nainggolan (ada 14 orang dari 2 genarasi) menyampaikan bahwa sanak familinya belum ditemukan. “Kasih itu sudah beku,” ungkap Jhohannes mengutip ucapan dari keluarga Nainggolan tersebut.
Maruap Siahaan menyatakan bahwa musibah ini adalah kelumpuhan empati, hati nurani, dan jiwa heroik masyarakat kita. Karena itulah, kita perlu menghadirkan kembali empati, kepedulian, dan kepahlawanan di KDT.
“Orang Batak harus mengintropeksi diri, penuh kerendahan hati, tertib, dan taat aturan. Orang Batak harus bertobat,” ujar Maruap Siahaan. Kita harus mengembalikan norma-norma dan filosofi orang Batak dari nenek-moyang (ompung) kita. Di sinilah YPDT hadir membawa Terang Kabar Baik itu kembali ke KDT, sebagaimana visi YPDT: Menjadikan Kawasan Danau Toba sebagai Kota Berkat di Atas Bukit.
“Kematian korban itu sebenarnya bisa dicegah,” tambah Mardongan Sigalingging. “Saya sendiri bolak-balik menyeberang Danau Toba melihat kondisi kapal-kapal di sana diragukan kesiapannya terhadap keselamatan penumpang. Yang penting uang, tidak peduli mereka soal keselamatan, baik keselamatan penumpang maupun dirinya sendiri,” lanjut Sigalingging.
Luhut Sigala menyambung apa yang disampaikan Sigalingging. “Saya juga miris melihat kondisi kapal-kapal di Danau Toba. Saya masih ingat beberapa tahun yang lalu ketika itu Bupati Samosir, Mangindar Simbolon masih menjabat, saya menawarkan pelatihan gratis kepada kru-kru kapal dalam menghadapi situasi kecelakaan yang menimpa kapal. Tetapi, kurang mendapat respons positif dari Pak Bupati,” lanjutnya.
Mardi F. N. Sinaga mengusulkan agar kita berbuat sesuatu dalam waktu dekat agar kejadian seperti ini tidak terus-menerus berulang. Ada tindakan jangka pendek dan jangka panjang yang segera ditindaklanjuti. Mari kita bentuk tim. Tim ini dalam waktu dekat perlu berkampanye soal keselamatan di KDT. Sambil berkampanye terus-menerus, tim ini melakukan sesuatu untuk memberi masukan (rekomendasi) kepada pemerintah (jangka pendek) dan inisiasi antisipasi berikutnya (jangka panjang).
Ketum YPDT sepakat atas usul Mardi F. N. Sinaga dan YPDT merekomendasikan membentuk tim sebagaimana yang dibahas dalam Diskusi Kamisan ini. Tim akan bekerja dalam koordinasi di bawah pimpinan Mardi F N. Sinaga dengan dibantu dukungan dari berbagai pihak yang akan dibicarakan kemudian.
Diskusi Kamisan sekitar 2 jam ini akhirnya ditutup dengan rekomendasi tersebut. Peserta yang hadir dalam Diskusi Kamisan ini antara lain: Maruap Siahaan (Ketum YPDT), Andaru Satnyoto (Sekum YPDT), Jhohannes Marbun (Sekretaris Eksekutif YPDT), Mardi F. N. Sinaga (Kepala Departeman Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Hank van Apeldoorn (relawan dari Australia Volunteer International – AVI), Bindu Philip (relawan dari AVI), Mardongan Sigalingging (pemerhati Danau Toba), Amsa Sitanggang, Robert Paruhum Siahaan (Tim Litigasi YPDT), Deka Saputra Saragih (Tim Litigasi YPDT), Luhut Sagala, Susi Rio Panjaitan, Tiendy Rose Panjaitan, Rio Pangaribuan, dan Boy Tonggor Siahaan (YPDT).
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan