JAKARTA, DanauToba.org ─ Sidang Sengketa Informasi antara Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kembali dilanjutkan pada Jumat, (3/3/2017). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Komisioner (MK) Komisi Informasi Pusat (KIP) Evy Trisulo beranggotakan Dyah Aryani dan John Fresly dengan mediator Yhannu Setyawan dan Panitera Pengganti Afrial Sibarani di Ruang Sidang lantai 5 KIP Jakarta.
Dalam sidang lanjutan tersebut, Deka Saputra Saragih selaku kuasa Pemohon (YPDT) memperlihatkan beberapa dokumen maupun bukti sebagaimana diminta Majelis Sidang pada persidangan sebelumnya Kamis, 16 Februari 2017. YPDT membuktikan bahwa perusahaan yang dimaksud memang beroperasi di perairan Danau Toba melalui presentasi slide berupa foto-foto yang menunjukkan lokasi KJA PT Aquafarm Nusantara di Danau Toba, hubungan YPDT dan masyarakat yang diwakili ditunjukkan melalui SK Penetapan Pengurus di 7 Kabupaten Kawasan Danau Toba yang berasal dari anggota masyarakat setempat maupun di tingkat provinsi Sumatera Utara. Selain itu YPDT menunjukkan surat Permohonan Pencabutan Izin Usaha PT Aquafarm Nusantara yang beroperasi di kawasan Danau Toba yang ditujukan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Berkas pengujian Sucofindo yang mengindikasikan bahwa Danau Toba telah tercemar, dan gugatan-gugatan yang telah diajukan YPDT atas pencemaran air Danau Toba tersebut.
Baca juga: DANAU TOBA TERCEMAR, YPDT SENGKETAKAN BKPM.
Edy Halomoan Gurning selaku kuasa pemohon menambahkan bahwa YPDT sebagai badan hukum dalam kedudukannya telah diatur dalam Anggaran Dasar Pasal 3 butir B adalah meningkatkan kualitas Lingkungan Hidup. “sesuai dengan namanya, dengan adanya Yayasan ini kita berharap dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup,” demikian penjelasan Edy Gurning yang juga pernah bergabung di LBH Jakarta ini. Edy Gurning juga menyampaikan bahwa Informasi publik adalah hak setiap warga negara Indonesia untuk memperolehnya. Ketika YPDT meminta hak tersebut, di tingkat Pemerintah Daerah, YPDT memperoleh informasi tersebut, tetapi mengapa di tingkat Pemerintahan Pusat, dalam hal ini BKPM, informasi publik tersebut tidak diberikan. “Di sini terjadi disparitas antara daerah dan pusat yang seharusnya tidak demikian,” terang Edy Gurning.
Maruap Siahaan selaku Ketua Umum YPDT juga menambahkan bahwa untuk memperkuat fakta bahwa kualitas air Danau Toba sudah tercemar, maka YPDT mengacu pada hasil penelitian Sucofindo untuk mengajukan gugatan kepada perusahaan pencemar lingkungan hidup di Danau Toba.
Menanggapi hal tersebut, Riyatno, kuasa Termohon (BKPM) tetap pada sikapnya yaitu bahwa informasi yang diminta oleh Pemohon merupakan informasi yang dikecualikan. Sebagaimana diketahui, pemohon pernah mengirimkan surat Nomor: 033/YPDT/Lit PI/IX/2016 tertangggal 08 September 2016 mengajukan permohonan informasi, yaitu: Informasi dan/atau data dari PT. Aquafarm Nusantara selaku perusahaan PMA di antaranya Ijin Usahanya, Domisili Perusahaan, Izin Lingkungan Perusahaan, AMDAL Perusahaan, UKL-UPL Perusahaan, dan HO Perusahaan berkaitan dengan Perizinan Perusahaan tersebut secara lengkap dan terperinci.
Selain itu, Termohon (BKPM) juga menyampaikan bahwa mereka belum menemukan dokumen AMDAL dari perusahaan KJA di Danau Toba dan masih mencari dengan mengkonfirmasi ke ANRI (Arsip Nasional RI).
Mendengar jawaban Termohon, Ketua Majelis Sidang memutuskan untuk dilakukan Sidang Tertutup yaitu memeriksa seluruh berkas-berkas yang dikecualikan oleh Termohon dan menguji hasil uji konsekuensi Termohon dalam Sidang Tertutup yang akan dilakukan seusai Sholat Jumat dan Pemohon diminta menunggu Sidang Tertutup untuk dilanjutkan ke Sidang Ketiga.
Sidang ketiga untuk umum dilanjutkan setelah sidang tertutup (sidang uji konsekuensi). Pada Sidang Ketiga, Ketua Majelis Komisioner menyampaikan bahwa berdasarkan kesepakatan para anggota majelis, sidang selanjutnya akan dilakukan di Danau Toba dengan agenda pemeriksaan setempat. Menurut Ketua Majelis Komisioner, bahwasanya pemeriksaan setempat sangat diperlukan guna memastikan apakah benar PT. Aquafarm Nusantara melakukan kegiatan KJA di Danau Toba, dan ingin membuktikan apakah benar masyarakat menginginkan izin PT. Aquafarm Nusantara dicabut atau setidak-tidaknya agar PT. Aquafarm Nusantara tidak lagi melakukan kegiatan usahanya (KJA) di Danau Toba.
Menanggapi pernyataan Ketua Majelis Komisioner tersebut Pemohon dan Termohon menyatakan siap untuk menghadiri sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan setempat di Danau Toba.
Sebelum Ketua Majelis Komisioner menutup persidangan hari ini, Termohon menyampaikan beberapa hal terkait konsekuensi jika izin PT. Aquafarm Nusantara dicabut.
Termohon sangat mengkhawatirkan jika informasi yang diminta Pemohon ternyata untuk target agar ijin usaha dua perusahaan penanaman modal asing itu dicabut bisa membahayakan investasi di tanah air. Termohon menyatakan bahwa adalah tugas BKPM untuk menjaga iklim usaha PMA (Penanaman Modal Asing) di Indonesia, karena jika PMA itu merasa keberatan atas pencabutan ijin usahanya maka dapat dibawa ke pengadilan arbitrase internasional.
Menurut Termohon, sejumlah kasus PMA di Indonesia yang dibawa ke arbitrase internasional berakhir tragis karena selain mempersulit investasi asing juga menimbulkan kerugian materi yang sangat besar. Dua perusahaan PMA dari India dan Singapura kini melakukan sengketa ke arbitrase internasional, perusahaan dari India hanya bermodal Rp 10 Miliar namun di arbitrase minta ganti kerugian sebesar Rp 10 Triliun. (JM, DS, dan BTS)