JAKARTA, DanauToba.org ― Maruap Siahaan sebagai Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) mendukung sepenuhnya Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) agar Pemerintah tegas mengadili para perusak lingkungan. “Pemerintah memiliki payung hukum yang jelas untuk menjerat para perusak lingkungan tanpa kecuali,” tegas Maruap dalam pernyataannya, Senin (10/12/2018), di Jakarta.
Sebagaimana kita ketahui YPDT telah berjuang sekuat tenaga melalui Tim Litigasinya menggugat para perusak lingkungan, khususnya yang merusak dan mencemari Danau Toba.
Di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, YPDT memenangkan gugatan melawan Pemerintahan Kabupaten Simalungun untuk mencabut izin usaha perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) di perairan Danau Toba oleh PT Suri Tani Pemuka, anak perusahaan Japfa. Dugaan pencemaran air Danau Toba oleh perusahaan tersebut terbukti. (Lihat: Tim Litigasi YPDT)
Namun demikian, dalam prakteknya, Pemerintah Kabupaten Simalungun memang mencabut izin tersebut, tetapi mengabulkan izin baru yang diajukan PT Suri Tani Pemuka. Padahal, Pemerintah Kabupaten Simalungun seharusnya menolak segala perizinan usaha yang berdampak merusak lingkungan Danau Toba.
YPDT sudah sangat jelas menyampaikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku di Indonesia terkait lingkungan hidup. Kita dapat sebutkan antara lain:
- Pasal 6 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya.
- Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
- Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 1 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Danau Toba.
- Surat yang diterbitkan oleh Badan Lingkungan Hidup Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Nomor : 796/BLH-SU/BLTA/2015, tertanggal 24 April 2015 yang pada pokoknya menyatakan bahwa Badan Lingkungan Hidup (BLH) tidak memberikan rekomendasi kepada Bupati Kabupaten Tapanuli Utara; Bupati Kabupaten Toba Samosir; Bupati Kabupaten Humbang Hasundutan; Bupati Kabupaten Samosir; Bupati Kabupaten Simalungun; Bupati Kabupaten Karo; Bupati Kabupaten Dairi; Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sumatera Utara; Dinas Kebudayaan dan Provinsi Sumatera; Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Provinsi Sumatera Utara; Badan Promosi dan Penanaman Modal Propinsi Sumatera Utara; Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu Propinsi Sumatera Utara; dan Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Danau Toba untuk menerbitkan izin baru terkait dengan kegiatan usaha pembudidayaan ikan air tawar, menimbang kondisi Danau Toba yang saat ini sudah tercemar ringan.
Berdasarkan acuan hukum yang disebutkan di atas, YPDT berharap pemerintah tegas menindak setiap oknum yang merusak lingkungan di Kawasan Danau Toba (KDT).
Kalau pemerintah membiarkan para perusak lingkungan terus berkegiatan merusak Danau Toba, di mana otoritas pemerintah menghajar semua para perusak tersebut dan bagaimana komitmen pemerintah kepada rakyat yang memberi kedaulatan penuh.
Kita sedang ditonton masyarakat dunia bahwa kita tidak mampu (atau tidak mau) mengatasi pencemaran Danau Toba. Bahkan Bank Dunia pun pada November 2018 lalu sudah membuat laporan kepada Luhut Binsar Panjaitan, Menko Maritim, tentang kerusakan Danau Toba sudah parah! (lihat detik.com: Laporan Bank Dunia ke Luhut Kerusakan Danau Toba Sudah Parah).
Kembali kepada Peradi, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke III, 6-8 Desember 2018, di Hotel JW Marriott Medan, Peradi menyoroti pencemaran lingkungan di Danau Toba. Ini menjadi tanggung jawab besar bagi Gubernur Sumatera Utara terpilih, Edy Rahmayadi, yang juga membuka Rakernas tersebut.
Ketua Umum Peradi Dr Fauzie Yusuf Hasibuan SH, MH mengatakan: “Rakernas Peradi ke III di Medan ini, kita ingin mendorong agar advokasi lingkungan dan pariwisata Indonesia dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat. Kota Medan kita pilih, karena di wilayah Sumatera Utara terdapat salah satu destinasi terkenal di dunia, yaitu: Danau Toba, yang dijadikan salah satu program pariwisata bagi pemerintah untuk menyokong Poros Maritim Dunia.”
Menurut Fauzie, kita boleh saja membangun, tetapi jangan mengorbankan lingkungan hidup, karena hal tersebut bukan langkah yang tepat. Di sinilah peran Peradi ingin mendorong advokasi lingkungan hidup dan pariwisata dapat bergulir segera, khususnya di Sumut, sesuai dengan program Sustainable Development Goals yang dicanangkan PBB dan pemerintah Indonesia.
Mendukung sikap Fauzie, Ketua Dewan Pembina, Prof DR Otto Hasibuan SH, MM, mengatakan: “Merusak Danau Toba hanya dengan alasan keserakahan budidaya ikan yang berdampak pada pencemaran yang parah, tanpa penegakan hukum yang dapat menyeret oknum pelaku kejahatan lingkungan pastilah tidak membuat efek jera kepada para perusak lingkungan hidup.”
Otto Hasibuan, yang juga salah satu Pembina YPDT, berharap Rakenas Peradi ini merekomendasikan pemerintah dapat mempidanakan para pencemar Danau Toba dengan mendorong semangat revitalisasi yang harus didukung dan dipelopori pemerintah hingga menjadikan Danau Toba pulih kembali sedia kala. “Kita dapat mengembalikan alam Danau Toba sebagai modal besar Sumatera Utara dalam segala aspek kehidupan untuk masa sekarang dan akan datang,” pungkas Otto. (BTS)