JAKARTA, DanauToba.org — YPDT dan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Dr. Hilmar Farid, Jumat (16/12/2016) berdiskusi di Kantor Kemendikbud RI. Pertemuan kedua pihak membahas tentang Masa Depan Kebudayaan Kawasan Danau Toba pasca ditetapkannya Danau Toba sebagai salah satu dari 10 Destinasi Pariwisata Nasional.
Hilmar Farid setuju bahwa partisipasi masyarakat sangat penting dalam mengelola pariwisata berbasis kebudayaan di Kawasan Danau Toba. Di era teknologi informasi, setiap permasalahan secara tidak langsung akan terpantau di mana setiap persoalan-persoalan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat sebagaimana menjadi komitmen Presiden RI, Joko Widodo. Untuk itu, partisipasi masyarakat menjadi sangat penting.
Dalam hal membuat program kerja, maka Hilmar Farid sangat setuju bahwa program masyarakatlah yang perlu didukung, karena masyarakat lebih sederhana dan kongkrit. Hilmar juga menawarkan diri kepada YPDT untuk bersama-sama langsung turun ke masyarakat dan mendengar rencana tindakan mereka dan mendukungnya. Tanggapan ini disampaikan kepada Pengurus YPDT setelah mendengar paparan Ketua Umum YPDT, Maruap Siahaan tentang pentingnya menjaga kebudayaan dan peradaban yang ada di kawasan Danau Toba.
Maruap Siahaan menyampaikan bahwa YPDT sangat mendukung program pemerintah yang kongkrit serta berpihak pada masyarakat. Harapannya dengan ditetapkannya Danau Toba sebagai salah satu destinasi pariwisata prioritas tidaklah menggerus nilai budaya dan kearifan lokal masyarakat. Justru sebaliknya berdampak positif bagi tumbuhnya kebudayaan di kawasan serta berdampak positif terhadap masyarakat di kawasan. YPDT mendorong pembangunan Kawasan Danau Toba dimulai dari tahapan Pengenalan, Involving, Development, dan Stabilitas. Jadi tidak tiba-tiba pengembangan tanpa disiapkannya masyarakat. Partisipasi masyarakat menjadi solusi pengembangan Kawasan Danau Toba.
Contoh kongkrit dilakukan oleh YPDT sebagaimana dipresentasikan oleh Parluhutan Manurung tentang Restorasi Kembali Ruma Batak Jangga Dolok. Parluhutan Manurung menjelaskan bahwa pembangunan kembali Jangga Dolok dimulai dari partisipasi masyarakat dan gerakan ini sangat dahsyat. Di antara partisipasi tersebut datang juga dari Yayasan Lisa Tirta Utomo maupun para akademisi. “Semua saling bergotong-royong dan bekerjasama, ini sangat luar biasa” ujar Manurung.
Jhohannes Marbun juga melihat bahwa keberadaan institusi kebudayaan menjadi sangat strategis dalam pembangunan Kawasan Danau Toba dan bisa memberi warna terhadap kepentingan lintas sektoral termasuk tata ruang kawasan berbasis budaya. Salah satunya memetakan toponim-toponim Kawasan Danau Toba. Selain itu, institusi Kebudayaan perlu berkontribusi untuk memberi masukan terhadap pembangunan pariwisata Kawasan Danau Toba berbasis kebudayaan dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu penting menginventarisasi seluruh potensi kebudayaan yang ada di Kawasan Danau Toba. “Tidak kalah penting Kawasan Danau Toba dapat diajukan sebagai World Heritage” ujar Marbun.
Joyce Manik menambahkan bahwa sektor kebudayaan akan menjadi lengkap jikalau ada kreasi di dalamnya sebagaimana sifat kebudayaan itu dinamis. Kreasi dapat kita lihat dalam hal berpakaian seperti ulos, tari-tarian, nyanyian. Ini menjadi penting tidak saja bagi kebudayaan itu sendiri, tetapi juga bagi kemandirian masyarakat. Untuk itu, Laspinta Lumban Batu yang konsen ke isu pendidikan menambahkan bahwa membudayakan pendidikan melalui materi muatan lokal menjadi penting dilakukan.
Pada pertemuan tersebut YPDT diwakili oleh Maruap Siahaan (Ketua Umum), Jhohannes Marbun (Sekretaris Eksekutif), dan Kelompok Kerja Ahli YPDT Parluhutan Manurung, Joyce Manik, dan Laspinta Lumban Batu. (JM)