JAKARTA, DanauToba.org — Jangan sampai Presiden Jokowi malu karena isu kerusakan lingkungan di Danau Toba sampai ke tingkat Internasional, demikian dikatakan Robert Paruhum Siahaan, SH, selaku Kuasa Hukum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) dalam Sidang ke-3 di Komisi Informasi Pusat (KIP) pada Jumat (28/4/2017) di Ruang Sidang II lantai 4 Kantor KIP, Jakarta.
Sidang ke-3 tersebut merupakan Sidang lanjutan Gugatan Sengketa Informasi Publik antara Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) selaku Pemohon dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) selaku Termohon. Sebagaimana pemberitaan Siaran Pers YPDT sebelumnya, KIP sempat mengundang kedua pihak melakukan Sidang Pemeriksaan Setempat di Balige, tetapi Sidang ditunda hingga dua kali dan tidak jadi dilaksanakan. Malahan yang dilaksanakan Sidang ke-3 ini.
Robert Paruhum Siahaan menjelaskan bahwa Pemohon ingin mengetahui Surat Izin Usaha Awal dari PT Aquafarm Nusantara sebagai anak perusahaan Regal Spring dari Swiss yang beroperasi di Jawa Tengah dan kemudian diperluas ke Danau Toba dengan mengeluarkan Izin Perluasan Usaha pada 2000. Surat Izin Usaha dan Izin Perluasan tersebut diperlukan karena terkait dengan kerusakan Lingkungan Hidup di Danau Toba. Ini bukan saja menjadi masalah Indonesia, tetapi dunia, sebab tahun 2015 Bapak Jokowi sudah menandatangani Resolusi tentang Danau Dunia.
Pemohon menjelaskan sangat memerlukan dan ingin mengetahui izin usaha Aquafarm tahun 1996 di Jawa Tengah. Sebab bagaimana mungkin dia sampai ke Danau Toba dengan Izin Perluasan tahun 2000? Tentu izin perluasan dikeluarkan tidak terlepas dari izin usaha tersebut.
Berdasarkan informasi resmi (jawaban atas surat YPDT-red) dari Gubernur Sumatera Utara, di Danau Toba beroperasi dua perusahaan secara resmi, di antaranya PT Suri Tani Pemuka dan PT Aquafarm Nusantara. Untuk Suri Tani Pemuka, Izin Usahanya ada di Kabupaten Simalungun. Sementara Surat Izin Usaha PT Aquafarm Nusantara ada di BKPM. Surat Izin Usaha PT Suri Tani Pemuka sudah diberikan kepada Pemohon (YPDT). Berkaitan dengan PT Aquafarm Nusantara, perusahaan tersebut hanya memberikan Surat Izin Perluasan, sementara Surat Izin Usaha Awal (Induk-Red) tidak ada diberikan.
“Kami ingin melihat obyek Izin usahanya ditempatkan di mana, berikut dengan perluasan usahanya. Kami tahu bahwa Izin Usaha Aquafarm tahun 1996 itu di Jawa Tengah dan bagaimana pada akhirnya sampai ke Danau Toba,” terang Robert Siahaan.
Termohon (BKPM) mengakui bahwa memang Surat Izin Usaha PT Aquafarm Nusantara benar ada di BKPM. Awalnya itu izin prinsip. Dalam perkembangannya kalau ingin mengembangkan maka ada izin perluasan.
Ada izin usaha perikanan pada tahun 1996 dan izin perluasan tahun 2000. Sebelumnya izin usaha tersebut ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI yang kemudian dialihkan ke BKPM.
Pihak Termohon (BKPM) menyatakan bahwa sektor perikanan, izin usahanya dilimpahkan ke BKPM. Izin usaha hanya sekali dikeluarkan dan berpijak pada izin usaha Menteri Pertanian. BKPM hanya menerbitkan izin perluasan.
Pemohon (YPDT) menyampaikan argumentasi bahwa BKPM tentu berani mengeluarkan izin perluasan karena berdasarkan adanya izin awal. Kalau dikatakan izin awal dirahasiakan, padahal izin tersebut ada di masyarakat. “Tetapi karena kami pengacara, maka kami harus memiliki informasi secara resmi. Maka mustahil kalau ini dirahasiakan,” kata Ketua Tim Litigasi YPDT.
Sidang kemudian ditunda untuk rehat dan menjalankan ibadah Sholat Jumat bagi umat Muslim. Sekitar 1 jam lebih penundaan Sidang.
Pada pukul 13.15 WIB sidang dimulai kembali. Melanjutkan Sidang, Termohon menyampaikan bahwa Izin usaha PT. Aquafarm Nusantara dikeluarkan oleh BKPM atas nama Menteri Pertanian pada 1996 dengan No. 625/T/1996. Menurut Kuasa Termohon: “Izin usaha pertamanya, kami punya. Saat ini hanya ada softcopy, sedangkan hardcopy ada di kantor. “
“Kami sangat membutuhkan data dan informasi tersebut secara detail untuk menentukan pihak-pihak yang berkepentingan. Data dan informasi tersebut merupakan satu kronologi sampai ke usaha di Danau Toba. Hal tersebut hanya didapatkan dari lembaga resmi. Tujuan utama kami hendak memulihkan Danau Toba. Apa yang akan kami lakukan adalah langkah hukum, yaitu: sedang melakukan gugatan PTUN,” balas Pemohon.
Dalam menengahi sengketa antara Pemohon dan Termohon, Majelis Komisioner menyatakan bahwa Pihak Pemohon ingin memperoleh data dan informasi terkait Izin Awal tersebut karena hal tersebut memiliki korelasi yang sangat erat. Karena itu, Termohon perlu memberikan dokumen tersebut.
Termohon mengakui bahwa mereka menguasai dan paham terkait dokumen dimaksud. Akan tetapi termohon bersikeras bahwa dokumen tersebut merupakan informasi yang dikecualikan.
Majelis Komisioner menyatakan bahwa dokumen izin awal PT. Aquafarm Nusantara ada dipegang BKPM dan tetap dikecualikan. Yang perlu dicatat adalah yang diminta izin usaha perikanan tahun 1996 dan memiliki korelasi yang kuat dengan izin perluasan terutama yang berhubungan dengan usaha perikanan di perairan Danau Toba.
Sidang ditunda dengan catatan paling lambat tanggal 8 Mei 2017 Majelis Komisiner sudah menerima semua Kesimpulan dari Pemohon dan Termohon melalui email atau langsung ke Panitera. Sidang berikutnya adalah Sidang Putusan tanggal 15 Mei pukul 13.00 WIB. Sidang diakhiri pada pukul 13.42 WIB.
Evy Trisulo sebagai Ketua Sidang Majelis Komisioner (MK) KIP, Dyah Aryani sebagai Anggota Sidang MK dan Afrial Sibarani sebagai Panitera Pengganti.
Pemohon diwakili oleh Tim Litigasi YPDT di antaranya Robert Paruhum Siahaan SH (Ketua Tim), Deka Saputra Saragih SH, dan FX. Denny S. Aliandu SH.
Termohon diwakili oleh Ariesta RP (Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas, dan TU Pimpinan BKPM) Dika (Kasubag Peraturan Lainnya), dan Zidny (staf). [JM & BTS]