JAKARTA, DanauToba.org — Pelestarian Danau Toba seturut dengan filosofi Batak: Tao Toba Nauli, Aek Natio, Mual Hangoluan bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan karena kondisi Danau Toba saat ini sudah tercemar lingkungan. Air di Danau Toba tidak layak lagi dikonsumsi, baik untuk minum maupun untuk mandi.
Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) telah melakukan upaya dan usaha pelestarian Danau Toba melalui Gerakan Cinta Danau Toba (GCDT) pada 2015 sebagai langkah awal menggerakkan secara masif masyarakat di Kawasan Danau Toba (KDT) secara khusus dan masyarakat Indonesia bahkan dunia secara global. GCDT tersebut telah menjadi program utama YPDT setiap tahun hingga visi utama YPDT, yaitu: Kota Berkat di Atas Bukit, sungguh menjadi nyata.
Namun demikian, dalam upaya dan usaha mewujudkan visi tersebut, YPDT perlu merangkul semua pihak, baik masyarakat di KDT maupun Pemerintah Daerah dan Pusat. Pekerjaan tersebut semata-mata bukanlah pekerjaan YPDT, tetapi pekerjaan kita semua dengan berperan, berpartisipasi, dan bermitra. Kalau pekerjaan ini bersama-sama kita pikul maka pelestarian Danau Toba makin cepat tercapai.
Melihat kondisi Danau Toba semakin tercemar, belakangan ini YPDT melakukan kampanye Danau Toba Tanpa Keramba. Kampanye ini bertujuan membersihkan Danau Toba dari keramba-keramba yang mencemari perairan Danau Toba karena penggunaan pakan pelet ikan yang berlebihan dalam peternakan ikan di Keramba Jaring Apung (KJA). Pencemaran tersebut terbukti dengan kematian ribuan ton ikan.
Pencemaran Danau Toba jelas sekali sangat merugikan semua pihak, terutama masyarakat di KDT. YPDT melihat bahwa masyarakat di KDT banyak yang tidak faham tentang dampak buruk peternakan ikan di KJA, sehingga ketidaktahuan mereka menyebabkan kerugian yang luar biasa. Karena itulah, Tim Non-litigasi YPDT melakukan tindak lanjut aksi melalui progam pemberdayaan masyarakat KDT.
Program pemberdayaan masyarakat KDT ini telah ditetapkan melalui peningkatan kemandirian masyarakat di bidang pariwisata, pertanian, perikanan, pendidikan, perdagangan, dan usaha jasa. YPDT telah menyiapkan langkah-langkah tindak lanjut aksi program pemberdayaan masyarakat tersebut, antara lain:
Pertama, Tim Non-litigasi akan melakukan pemetaan kegiatan sosial, yaitu: memetakan urutan kegiatan yang potensial di wilayah Danau Toba. Untuk kebutuhan tersebut, Tim ini akan live in bersama masyarakat selama 5 bulan untuk melakukan penelitian. Pekerjaan tersebut akan berjalan cepat jika ada data statistik dan produk unggulan Pemda yang dapat dikembangkan lebih lanjut.
Kedua, pembentukan kelompok masyarakat berdasarkan produk pilihan.
Ketiga, sosialisasi, bertujuan agar anggota mengetahui proses bisnis dari hulu ke hilir.
Keempat, memfasilitasi dan memberikan pendampingan. Ini menjadi tugas Pemda/Bappeda, perusahaan, dan organisasi-organisasi masyarakat (contoh: YPDT, hazuta.com, dll). Mengenai pendampingan, Tim akan menyiapkan pendampingan untuk urusan Perbankan, BPN, dan Sertifikasi.
Kelima, permodalan. Tim akan mengusahakan mencari link (keterhubungan) antara masyarakat dan badan usaha pemberi modal, misalnya: pemerintah, perbankan, koperasi simpan-pinjam, pengusaha, dll.
Pemberdayaan masyarakat dapat memanfaatkan penggunaan teknologi tepat guna. Pemilihan teknologi yang tepat guna menjadi sangat penting karena hal itulah yang sangat dibutuhkan masyarakat. Sebagai contoh produk buah seperti mangga dapat diverifikasi menjadi produk lain dengan menggunakan teknologi tepat guna. Mangga dapat diubah menjadi produk selai, wine, keripik, dll.
Selain diverifikasi produk, ada juga differensiasi produk. Melalui differensiasi produk, kita membuat produk jenis baru. Jadi ini merangsang orang untuk memproduksi lebih banyak lagi. Contoh jajanan pasar terbuat dari singkong. Kita memakan singkong yang digoreng atau direbus, tetapi dapat juga dibuat masker dan biogas. Differensiasi produk dapat membentuk pasar baru untuk pemberdayaan masyarakat.
Menyoal pemberdayaan masyarakat ini, kita perlu juga memperhatikan tahapan proses pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan referensi pustaka (Saeful Zafar: 2012, 10-11) ada beberapa tahapan proses pemberdayaan masyarakat, antara lain:
Tahap pertama, masyarakat diberikan pemahaman terkait pentingnya proses pemberdayaan untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan mereka menjadi lebih baik.
Tahap kedua, biasanya disebut capacity building, yaitu: memberikan sesuatu akses terhadap masyarakat terkait dengan peningkatan kemampuan masyarakat yang pada akhirnya memberi manfaat untuk masyarakat itu sendiri.
Tahap ketiga, pendayaan yang dimaksud adalah suatu kondisi di mana masyarakat secara individu dan kelompok yang telah diberikan kemampuan lebih pada tahap ini telah mampu mengelola dan mengatur keunggulan spesifik yang mereka terima dalam proses capacity building dilanjutkan dengan pemberian kewenangan kepada masyarakat secara mandiri sesuai dengan kemampuan mereka.
Pemberdayaan masyarakat telah digambarkan sebagai suatu gerakan sosial, suatu proses, suatu metode, dan suatu program. Fredian Tonny Nasdian (2014: 60) mengutip Morris dan Binstok (1966) memperkenalkan tiga strategi perencanaan dan aksi pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan melalui tiga strategi:
Pertama, modifikasi pola sikap dan perilaku dengan pendidikan dan aksi lainya.
Kedua, Mengubah kondisi sosial dengan mengubah kebijakan-kebijakan organisasi formal.
Ketiga, reformasi peraturan dan sistem fungsional suatu masyarakat.
Dengan tahapan proses dan strategi pemberdayaan masyarakat tersebut, Tim Non-litigasi YPDT diharapkan dapat bekerja secara maksimal. (Boy Tonggor Siahaan)