JAKARTA, DanauToba.org — Ketua Tim Litigasi Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), Robert Paruhum Siahaan, SH, mengatakan bahwa pemulihan Danau Toba harus menjadi prioritas pemerintah pada 2019 ini. Hal tersebut disampaikannya kepada Humas YPDT dalam laman Facebook pada Selasa (8/1/2019) lalu.
YPDT mewakili masyarakat Kawasan Danau Toba telah berupaya memberi masukan kepada pemerintah beberapa tahun lalu agar pemerintah segera bertindak memulihkan kondisi Danau Toba yang makin lama makin tercemar. Bahkan YPDT pun sudah membentuk Tim Litigasi pada Mei 2016 agar upaya pemulihan Danau Toba dilakukan melalui jalur hukum untuk menindak dan meminta pertanggungjawaban perusahaan-perusahaan yang diduga mencemari Danau Toba dan komitmen pemerintah daerah mengatasi masalah tersebut.
Belum lama ini, gugatan YPDT terhadap Pemerintah Republik Indonesia mengenai Pemulihan Air Danau Toba yang tercemar telah disidangkan pada Selasa (8/1/2019) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Advokat/pengacara dari pihak Penggugat (YPDT) hadir di persidangan, namun yang mewakili para Tergugat tidak ada yang hadir. Adapun yang menjadi Tergugat dalam perkara ini adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (I), Gubernur Provinsi Sumatera Utara (II), Bupati Kabupaten Simalungun (III), Bupati Kabupaten Samosir (IV) dan Bupati Kabupaten Toba Samosir (V).
Pada Senin (19/11/2018), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, berdasarkan hasil audit yang dilakukan Bank Dunia, kerusakan Danau Toba sudah terlampau parah. Luhut mengatakan, pemerintah akan membersihkan Kawasan Danau Toba dari keramba serta peternakan babi.
Anehnya, dalam persidangan ini hadir anggota dari advokat/pengacara Batak lain (yang tidak tahu Rekomendasi Rakernas Peradi) hendak mengintervensi Gugatan YPDT terhadap Pemerintah RI mengenai Pemulihan Air Danau Toba yang tercemar tersebut. Maksud dari intervensi ini adalah untuk melegalkan kegiatan perusahaan perusak lingkungan hidup Kawasan Danau Toba (termasuk air Danau Toba). Sampai dengan Majelis Hakim menutup persidangan, pihak intervensi belum berhasil masuk dalam perkara ini.
Kamis (6/12/2018) hingga Sabtu (8/12/2018), Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menggelar Rakernas ke-3 di Hotel JW Mariot, Medan, dan dibuka Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi. Rakernas bertema “Peradi turut bertanggungjawab dalam penegakan hukum lingkungan untuk kesejahteraan rakyat” dihadiri unsur pimpinan 124 DPC Peradi dari berbagai wilayah tanah air.
Rekomendasi hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) mendesak Menteri Kemaritiman menutup usaha Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba, sehingga Kawasan Danau Toba benar-benar menjadi obyek wisata yang merupakan salah satu destinasi wisata dunia.
Semua pihak (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif) harus membuat langkah nyata untuk menjaga dan memulihkan lingkungan hidup di Indonesia, khususnya Kawasan Danau Toba. Tindakan yang dapat ditempuh antara lain pencabutan izin usaha PT Aquafarm Nusantara, anak perusahaan Swiss (Regal Springs).
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) juga harus membuat langkah nyata untuk mengawasi apabila ada anggotanya yang mengambil keuntungan dari kerusakan lingkungan hidup Kawasan Danau Toba (air Danau Toba) dan memberi sanksi berupa pencabutan izin Advokat dari yang bersangkutan. Hal ini perlu dilakukan oleh Peradi agar jangan ada Advokat/Pengacara yang menjadi kaya raya karena kerusakan lingkungan hidup Kawasan Danau Toba (air Danau Toba).
Pewarta: Humas YPDT dan Tim Litigasi YPDT