TARUTUNG, DanauToba.org — Pada Senin (22/8/2016) tim hazuta.com bertemu dengan Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Kab. Tapanuli Utara (Taput), Dra. Rosdiana Manurung di kantor Diskoperindag, Jalan Raja Johannes, Tarutung. Pertemuan tersebut menindaklanjuti arahan Bupati Taput, Drs. Nikson Nababan saat bertemu dengan tim hazuta.com beberapa waktu lalu (15/08/2016).
Tim hazuta.com yang dipimpin oleh Maruap Siahaan, yang juga merupakan Ketua Umum YPDT, bersama Kepala Dinas beserta staf melakukan kunjungan ke beberapa sentra tenun binaan Diskoperindag Taput. Perjalanan diawali dengan mengunjungi Desa Toruan X, Kec. Tarutung. Rombongan menemui ibu Renta br. Nainggolan Huta Balian yang sedang menenun mandar (songket) jenis Tumtuman. Ibu Renta menenun berdasarkan pesanan dan menjual harga bervariasi dari 2,1 juta atau lebih tergantung motif, tingkat kerumitan dan tingkat kehalusan tenunan.
Tumtuman biasanya digunakan untuk pesta adat perkawinan. Artis yang menggunakan pada saat pernikahan Duma Riris dan Astrid Tiar menggunakan Tumtuman warna merah marun.
Tempat kedua yang dikunjungi oleh Tim hazuta.com dan Diskoperindag adalah desa Enda Portibi, Kec. Siatas Barita, Kab. Tapanuli Utara. Tim hazuta.com menemui Prince Pasaribu (21th), lulusan SMA Negeri 2 Tarutung yang sedang menenun Taruntum saat ditemui tim hazuta.com yang terdiri dari Maruap Siahaan, Jhohannes Marbun, Hulman Tambunan, Pauline Jouvet, Deasy Lumban Raja, dan Anggi Siregar. Prince menenun sejak kelas 1 SMA dan pada Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba, 20 Agustus 2016 lalu menampilkan kepiawaiannya menenun di atas mobil Pemkab. Taput pada karnaval yang dihadiri oleh Presiden RI, Ir. Joko Widodo dan sejumlah Menteri.
Untuk menenun 1 set Tumtuman (sarung dan selendang) membutuhkan waktu 3 minggu dengan rata-rata 10 jam/hari dan istirahat di hari minggu. Harga jual untuk 1 set Rp3 jt.
Frince merupakan salah satu dari 3 orang anggota keluarga yang menekuni tenun. Dua lainnya Friska sang kakak dan Ibu br. Hutabarat.
Kunjungan ketiga ke rumah Ibu Mutiara Boru Simorangkir (51th) di Desa Simorangkir Habinsaran. Ibu Mutiara mulai bertenun sejak remaja SMP kelas 2. Ibu Mutiara menyelesaikan hasil tenun motif Piala Kosong atau disingkat Pilkos atau ulu torus yang berarti motif kepala dan badan. Penenun menyelesaikan hasil tenunan Pilkos dilakukan 1 (satu) set untuk tiap bulan. Biasanya 8-10 jam per hari, dimulai dari jam 7 atau 8 pagi dan berakhir jam 9-11 malam. Setiap Sabtu biasanya libur karena ke pasar atau menghadiri pesta adat dan hari Minggu juga demikian. Ibu Mutiara menjual 1 set 2,5 juta.
Selama ini kegiatan tenun dilakukan mengisi waktu luang. Namun sejak 2011, ibu Mutiara mulai fokus menekuni tenun memenuhi pesanan dari Jakarta.
Kunjungan berikut ke Desa Unte Mungkur, Kec. Muara menemui seorang Ibu Rusmina boru Samosir (64th) yang telah menenun jenis harungguan sejak kelas 4 SD. Demikian pula Dosmauli br. Sianturi (35th) mulai menenun sejak kelas 4 SD, diawali dengan menenun Sibolang sampai menikah. Setelah menikah mencoba menenun Harungguan dimulai tahun 2012. Asal kata Runggu= pungu= kumpul, artinya kumpul jadi satu berbagai macam motif ulos dalam satu tenunan.
Terakhir, tim hazuta.com mengunjungi pasar Siborongborong menyaksikan lelang cabai atas undangan Bupati Taput. Lelang difasilitasi oleh Diskoperindag dan Dinas Pertanian Taput untuk mengangkat harkat dan taraf hidup petani cabai di Taput. (JM)