JAKARTA, DanauToba.org ― “Keramba Jaring Apung (KJA) tidak diperbolehkan di danau-danau Eropa,” kata Thomas Heinle. Hal tersebut disampaikan orang Jerman ini saat selesai mengikuti Sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Lebih lanjut Thomas mengatakan bahwa beternak ikan (KJA) di danau terbuka seperti di negara-negara Eropa mana pun yang menyebabkan polusi air tidak diperbolehkan lagi. Berdasar hukum di Uni Eropa dari sejak tahun 2003, hal tersebut tidak diizinkan lagi bagi setiap negara Uni Eropa melakukan apapun yang mengakibatkan polusi air. Semua negara di Eropa telah mengesahkan hal tersebut sejak 22 Desember 2003. Setiap negara sadar akan hal ini dan diharuskan membuat undang-undang untuk melindunginya. Anda dapat membaca tentang hal yang disampaikan Thomas ini pada tautan situs di bawah ini:
Baca juga: Good-quality water in Europe (EU Water Directive)
Apa yang disampaikan Thomas sangat berbeda keadaannya di Indonesia. Di Indonesia, pemerintah justru memberikan izin usaha kepada perusahaan-perusahaan, bahkan perusahaan asing, berbudi daya ikan air tawar di danau, misalnya di Danau Toba.
Ironisnya, di Danau Toba ada perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) bernama PT Aquafarm Nusantara berbudi daya ikan di KJA. Perusahaan tersebut berasal dari penanam modal asing perusahaan Swiss bernama Regal Spring. Swiss merupakan salah satu negara di Eropa yang turut menandatangani UU tersebut terhadap Perlindungan Lingkungan Hidup.
“Kita tidak menemukan satu pun KJA beroperasi di Danau Swiss? Tetapi Aquafarm (PMA dari Regal Spring) beternak ikan di danau terbuka seperti Danau Toba. Mengapa? Tanya sama Mr Lamprech,” tegas Thomas.
Thomas sudah cukup lama tinggal di Silimalombu, Samaosir, Sumatera Utara, bersama istrinya Ratnauli Gultom. Mereka adalah saksi mata yang melihat sendiri kerusakan lingkungan yang diakibatkan beroperasinya KJA Aquafarm di Silimalombu, tidak jauh dari tempat tinggal mereka.
Menurut Thomas, pakan ikan yang disebut pelet itu menjadi pemicu kerusakan kualitas air Danau Toba, sehingga air Danau Toba tercemar. Mengapa? Karena di dalam pelet tersebut ada kandungan fosfat yang menyebabkan banyak ikan mati kekurangan oksigen karena diikat oleh fosfat.
Ada ambang batas yang disebut BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) dalam perairan yang dibutuhkan makhluk hidup. Ambang batas BOD maksimum 2 dan COD maksimum 10. Hasil pengujian Sucofindo di beberapa titik perairan Danau Toba dekat KJA PT Aquafarm Nusantara (Sumber: Sucofindo, Hasil Analisis Pencemaran Danau Toba, 2016) menunjukkan BOD di atas angka 2 dan COD di atas angka 10. Angka-angka yang melebih di ambang batas tersebut dinyatakan telah tercemar. Akibat BOD dan COD yang tinggi ini di perairan Danau Toba maka banyak oksigen diikat oleh fosfat dari pelet ikan tersebut, sehingga ikan-ikan mati.
Baca juga:
“Anda tidak boleh membuang fosfat ke danau. Tidak ada yang dapat kita lakukan bila air tercemar yang menyebabkan kualitas air makin buruk. Jika seseorang menyebabkan air tercemar, maka ia harus menanggungnya,” ujar Thomas lebih lanjut.
Air adalah sumber kehidupan. “Manusia dapat bertahan hidup lebih lama hanya minum air tanpa makanan jika dibandingkan hanya makanan tanpa air,” celoteh Thomas. Air Danau Toba yang melimpah adalah sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup di Kawasan Danau Toba. Inilah yang menjadi motto orang Batak sejak zaman dahulu: “Tao Toba nauli, aek natio, mual hangoloan” (Danau Toba yang indah, airnya jernih, dan sumber air kehidupan).
Apa yang kita dapat lakukan jika Danau Toba sudah tercemar? KJA-KJA yang beroperasi di Danau Toba harus diangkat dan mereka yang merusak perairan Danau Toba harus menanggung pemulihan Danau Toba. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah setempat membersihkan Danau Toba menjadi zero KJA. Namun, apa kata Thomas? “Pemerintah daerah dan juga pemerintah pusat hanya omong doang. Tidak ada tindakan yang tegas,” katanya mengakhiri. (BTS)