JAKARTA, DanauToba.org— Air adalah kebutuhan vital bagi semua makhluk hidup. Manusia membutuhkan air bersih untuk kebutuhan hidupnya. Ada standar mutu air bersih yang layak dikonsumsi manusia, misalnya secara fisik (jernih/tidak berwarna, tidak berbau, tidak keruh), secara kimiawi (tidak mengandung bahan kimia berbahaya/beracun), secara mikrobiologi (tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus, kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit),dan secara radiologis (Konduktivitas atau daya hantar – Pesistivitas – PTT atau TDS (Kemampuan air bersih untuk menghantarkan arus listrik)) [Sumber: – http://www.presidenri.go.id (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Pengembangan sistem penyediaan Air minum)].
Mengingat betapa pentingnya sumber air yang bersih dan layak dikonsumsi manusia, kita perlu memperhatikan pengelolaan Sumber Daya Air (SDA). Sejauh manakah pengelolaan SDA dilakukan di tingkat pemerintahan daerah, khususnya di tingkat Kabupaten? Terkait dengan hal tersebut, bagaimana pengelolaan SDA di Kawasan Danau Toba (KDT)?
Dalam Diskusi Keprihatinan (Diskusi Kamisan) di Sekretariat Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), Kamis (14/4/2016), hal pengelolaan SDA tersebut sempat juga ditegaskan Dr. Ronsen Pasaribu (Kelompok Kerja Ahli YPDT, juga sebagai Penasehat Menteri Agraria dan Tata Ruang RI), “Apakah 7 Kabupaten di KDT sama merumuskan regulasinya? Karena yang kita hadapi ini adalah air yang cair. Kebijakan Bupati di satu tempat, tentu bisa berdampak ke daerah lain. Bagaimana sinkronisasi kebijakan antardaerah tersebut? Termasuk jikalau ada pelanggaran, bagaimana menanganinya? Masyarakat sepertinya sudah skeptik, padahal bahaya ada di sekitar mereka. Bagaimana Pergubnya terhadap hal itu? Saya belum bisa mengatakan apapun, tetapi ada yang tidak sinkron antarkabupaten dalam pengelolaan SDA.” Untuk itu, perlu dikaji regulasi yang ada, termasuk melakukan kajian ilmiah dalam rangka mengetahui kualitas air Danau Toba dan tingkat pencemarannya. Dari data yang didapatkan, Tim Advokasi yang dibentuk kemudian menganalisis dan hasilnya disampaikan kepada pemangku kepentingan terkait, Ujar Ronsen menambahkan.
Dalam hal pengelolaan SDA tersebut, Presiden RI sudah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumber Daya Air. Untuk sinkronisasi kebijakan antarkabupaten tersebut dalam pengelolaan SDA, maka kebijakan tersebut harus mengacu pada kebijakan Nasional yang terdapat dalam PerPres tersebut (Pasal 1 ayat 3) , antara lain: a. kebijakan umum; b. kebijakan peningkatan konservasi sumber daya air secara terus-menerus; c. kebijakan pendayagunaan sumber daya air untuk keadilan dankesejahteraan masyarakat;d. kebijakan pengendalian daya rusak air dan pengurangandampak;e. kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumber daya air; dan f. kebijakan pengembangan jaringan sistem informasi sumber dayaair dalam pengelolaan sumber daya air nasional terpadu.
Pengelolaan SDA yang benar dan adanya sinkronisasi yang baik antarkabupaten, maka harapan kita untuk KDT mengembalikan kondisi kualitas air Danau Toba menjadi layak diminum dapat diwujudkan. Visi YPDT: “Kota Berkat di Atas Bukit” akan menjadi kenyataan di mana “Tao Toba na uli, aek na tio, mual hangoluan” tetap melekat di hati masyarakat Batak (khususnya) dan masyarakat dunia (pada umumnya). (BTS)