JAKARTA, DanauToba.org ― Sidang lanjutan Gugatan OLH (Organisasi Lingkungan Hidup) yang diajukan Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) berlangsung pada Selasa (12/2/2019) dibuka Pukul 14.30 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sidang tersebut membahas permohonan PT Aquafarm Nusantara (anak perusahaan Regal Springs dari Swiss) sebagai Tergugat Intervensi, padahal gugatan aquo sama sekali tidak menyentuh kepentingan pemohon.
Robert Paruhum Siahaan, S.H, selaku Ketua Tim Litigasi YPDT, menilai tanggapan dari Kementerian Lingkungan Hidup, Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Kabupaten Samosir tidak etis dan tidak memiliki dasar yang kuat. Mereka mengijinkan Pemohon Intervensi masuk sebagai pihak di dalam gugatan a quo karena pemohon mempunyai kepentingan di dalam perkara pencemaran air Danau Toba.
Pernyataan Robert juga didukung oleh Try Sarmedi Saragih, S.H., M.Hum, selaku anggota Tim Litigasi. Try menyampaikan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup, Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Kabupaten Samosir kebingungan untuk memberikan tanggapan, sehingga menerima Pemohon Intervensi sebagai pihak di dalam gugatan a quo, padahal gugatan a quo sama sekali tidak menyebutkan usaha perikanan milik Pemohon Intervensi (PT Aquafarm Nusantara). Ini lebih kepada tanggung jawab Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup, Gubernur Sumatera Utara dan Bupati Kabupaten Samosir yang tidak melakukan pengendalian dalam pencemaran air Danau Toba.
Sebelumnya dalam persidangan, Kuasa Hukum Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan (Tergugat I) menyatakan bahwa gugatan perkara a quo YPDT (Penggugat) mendalilkan salah satu penyebab pencemaran air Danau Toba akibat dari kegiatan budidaya perikanan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA) serta dalam provisi gugatan a quo, Penggugat memohon agar menghentikan seluruh mekanisme/kegiatan yang menimbulkan pencemaran air Danau Toba.
Gugatan a quo Penggugat pada dasarnya diajukan sebagai salah satu langkah hukum Penggugat untuk menghentikan seluruh usaha perikanan KJA di perairan Danau Toba. Jika provisi gugatan tersebut dikabulkan, maka hal tersebut akan mengancam kelangsungan usaha Aquafarm (Pemohon Intervensi).
Berdasarkan kedua hal tersebut, Tergugat I berpendapat bahwa Pemohon Intervensi mempunyai kepentingan/hak atas nama korporasi dan bukan memihak salah satu pihak dalam perkara. Tergugat I menyetujui permohonan Pemohon Intervensi.
Berikutnya tanggapan dari Kuasa Hukum Gubernur Sumatera Utara (Tergugat II) menyampaikan:
Pertama, PT Aquafarm Nusantara (Perusahaan PMA) sudah memperoleh izin yang dikeluarkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan Nomor 874/T/Perikanan/2000 tentang Izin Usaha Perikanan tanggal 22 Desember 2000.
Kedua, PT Aquafarm Nusantara juga sudah memperoleh izin Amdal dari Gubernur Sumatera Utara dengan Nomor 660/4423/K/2009.
Berdasarkan hal-hal tersebut, pada dasarnya Tergugat II tidak keberatan jika permohonan Pemohon Intervensi dikabulkan karena pihak Intervensi memiliki keterkaitan langsung terhadap gugatan a quo Penggugat.
Terakhir tanggapan dari Kuasa Hukum Bupati Samosir (Tergugat IV) menyatakan hal serupa seperti Tergugat II dengan menyebutkan bahwa PT Aquafarm Nusantara sudah mengantongi izin PMA untuk usaha perikanan dari BKPM dan izin Amdal dari Gubernur Sumatera Utara. Karena itu, Tergugat IV juga tidak keberatan menerima Pemohon Intervensi.
Ada kejanggalan dengan keputusan menerima PT Aquafarm Nusantara sebagai Tergugat Intervensi. Mungkinkah ada konspirasi kepentingan di antara para pihak tergugat dengan PT Aquafarm Nusantara?
Agenda sidang ini adalah surat tanggapan dari Tergugat I Intervensi (Penggugat), Tergugat II Intervensi (Tergugat I), Tergugat III Intervensi (Tergugat II), Tergugat V Intervensi (Tergugat IV) atas Permohonan Pemohon Intervensi (PT. Aquafarm Nusantara). Selain itu, Pemohon Intervensi (PT. Aquafarm Nusantara) mengajukan bukti awal.
Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada semua pihak yang hadir di persidangan menanggapi Pemohon Intervensi. Selesai penyampaian tanggapan tersebut, Majelis Hakim menunda persidangan dan pada persidangan berikutnya, Selasa (26/2/2019), Pemohon Intervensi diminta untuk menyampaikan bukti awal.
Sidang gugatan Organisasi Lingkungan Hidup (OLH) atas pencemaran Danau Toba yang diajukan YPDT kepada para Tergugat di antaranya: Tergugat I (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Tergugat II (Gubernur Sumatera Utara), Tergugat III (Bupati Kabupaten Simalungun), Tergugat IV (Bupati Kabupaten Samosir), dan Tergugat V (Bupati Kabupaten Toba Samosir). Sidang kali ini hanya dihadiri oleh Tergugat I, Tergugat II, dan Tergugat IV, Pemohon Intervensi.
Pihak Penggugat dihadiri Kuasa Hukumnya, yakni: Robert Paruhum Siahaan, S.H., Deka Saputra Saragih, S.H., M.H., dan Try Sarmedi Saragih, S.H., M.Hum.
Majelis Hakim yang memimpin persidangan adalah Diah Siti Basariah, S.H., M.Hum., Sunarso, S.H., M.H., Duta Baskara, S.H., M.H, dan Panitera Pengganti adalah Mardiaha, S.H.
Baca juga:
- Pemerintah Beramai-Ramai Hadir pada Sidang Keempat Gugatan OLH YPDT
- Tim Litigasi YPDT Menegaskan Pemulihan Danau Toba Harus Menjadi Prioritas Pemerintah
- Pemerintah Mangkir pada Panggilan Kedua Sidang Gugatan OLH
- Pemerintah Perlu Bertanggungjawab Atas Tercemarnya Air Danau Toba
Pewarta: Humas YPDT