JAKARTA, DanauToba.org ─ Sebastian Hutabarat, aktivis lingkungan hidup dari Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), mengadukan Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Balige atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) di Jakarta pada Rabu (26/2/2020).
Sebastian mengadukan hal tersebut karena ia merasa ada kejanggalan yang dilakukan Majelis Hakim tersebut dalam memeriksa dan mengadili perkara. Akibat kejanggalan tersebut, Sebastian Hutabarat sebagai tersangka dirugikan dengan keputusan pengadilan yang tidak memihak kebenaran dan keadilan.
Sebastian mengatakan: “Putusan Pengadilan Negeri Balige tidak mencerminkan rasa keadilan dan cenderung manipulatif.” Sebastian merasa telah dikriminalisasi oleh JS dan kelompoknya atas kasus laporan balik terpidana JS yang menyatakan bahwa Sebastian Hutabarat telah melakukan pemukulan atas JS.
“Saya merasa ganjil tidak lama setelah JS ditahan, secepat kilat saya dijadikan tersangka pada 13 Maret 2019 atas laporan balik JS tersebut,” ujar Sebastian.
“Kejadian yang dialami Sebastian Hutabarat dapat terjadi kepada siapa pun. Sebastian boleh saja kalah di meja pengadilan, tetapi perjuangan keadilan tidak akan pernah surut. YPDT akan tetap melawan perusak lingkungan hidup dan sekaligus mendukung langkah hukum yang diupayakan Sebastian Hutabarat,” tegas Maruap Siahaan selaku Ketua Umum YPDT.
Ketua Umum YPDT akan terus mendukung setiap perjuangan melawan perusak lingkungan hidup di Kawasan Danau Toba (KDT). “Program super prioritas wisata KDT hanya tinggal wacana atau menjadi alat menciptakan kesenjangan kalau pembangunan itu tidak ramah lingkungan hidup. Pembangunan yang tidak ramah lingkungan hidup akan merusak nilai kemanusiaan itu sendiri dan relasinya kepada alam semesta. YPDT meminta pemerintah lebih sungguh-sungguh dan tidak menampilkan kepedulian yang semu,” jelas Maruap Siahaan.
Kuasa Hukum Sebastian dalam laporan aduan yang disampaikan kepada kedua lembaga tersebut (MA dan KY) menyatakan bahwa ada pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang dilakukan Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Balige dengan register Perkara Nomor: 78/Pid.B/2019/PN.Balige tanggal 09 Januari 2020. Majelis Hakim yang diadukan adalah Paul Marpaung, SH, MH, sebagai Hakim Ketua; Azhary P. Ginting, SH, sebagai Hakim Anggota; dan Hans Prayugotama, S.H, sebagai Hakim Anggota.
[Slideshow "sebastian-hutabarat" not found]Ada tiga (3) aduan pelanggaran yang disampaikan Kuasa Hukum Sebastian Hutabarat, antara lain:
Pertama, dugaan pelanggaran sikap profesional hakim dalam mengadili dan memutus perkara aquo tidak sesuai dengan hukum acara. Majelis Hakim juga telah keliru dalam menerapkan asas unus testis nullus testis atas keterangan saksi Jhohannes Marbun melalui bukti rekaman. Majelis Hakim tidak mempertimbangkan fakta yang terungkap di persidangan secara lengkap dan sengaja mengesampingkan keterangan para saksi yang meringankan. Keterangan para saksi pun tidak seluruhnya dicatat.
Kedua, Majelis Hakim diduga melanggar sikap adil dengan alasan mendasar bahwa Sebastian Hutabarat sebenarnya adalah korban pemukulan bukan tersangka yang melakukan pemukulan kepada JS. Sebastian hanya seorang fotografer yang memfoto Stone Crusher dan aktivis pencinta Danau Toba yang sedang membawa tamu berkunjung ke Desa Simalombu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.
Dalam agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), setiap saksi diperiksa satu per satu sementara Sebastian sebagai terdakwa hanya diberikan satu kali sekaligus untuk menghadirkan 4 orang saksi a de charge. Majelis Hakim diduga berpihak kepada JPU.
Ketiga, Majelis Hakim menunjukkan sikap tidak arif dan bijaksana ketika kedua belah pihak (JS dan Sebastian) menyampaikan perdamaian kepada Majelis Hakim. Paul Marpaung, SH, MH, sebagai Hakim Ketua mengatakan: “Berdamai itu dari hati. Jangan berbeda di mulut beda di hati.” Majelis Hakim sepatutnya menganjurkan kepada kedua pihak untuk berdamai pada setiap pemeriksaan di persidangan. Hakim Ketua seolah-olah tidak suka dengan perdamaian tersebut.
Laporan dugaan pelanggaran tersebut disampaikan dengan menyertakan berbagai berkas dari pengadilan, dan beberapa CD rekaman para saksi dan percakapan lainnya.
Kuasa Hukum Sebastian Hutabarat yang menandatangani laporan tersebut adalah Rosmina Silaban, SH; Muhammad Edwin Kurniawan, SH; dan Mukti Arifin, SH. Mereka adalah pengacara pada Kantor Hukum bernama REM Law Firm beralamat di Medan.
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan