JAKARTA, DanauToba.org ― Jhohanes Marbun, saksi korban penganiayaan terdakwa Jautir Simbolon, menolak hadir di Persidangan Pengadilan Negeri (PN) Balige, Rabu (6/2/2019). Alasan Jhohanes Marbun menolak hadir karena menganggap Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Samosir bersekongkol dengan penyidik Polres Samosir.
JPU mendakwa Jautir Simbolon diduga melakukan Tindak Pidana sebagaimana diatur Pasal 170 KUHP jo Pasal 351 KUHP. Menurut Kuasa Hukum YPDT (Yayasan Pencinta Danau Toba) dan tergabung dalam Tim Advokasi Perlindungan Masyarakat Danau Toba (TAPMADATO) yang menangani kasus penganiayaan 2 orang aktivis YPDT, Sandi Situngkir, SH, MH, mengatakan bahwa persidangan layaknya persidangan guyonan. Mengapa demikian? Karena menurut Sandi bahwa Pasal 170 KUHP sangat jelas menyatakan tindak pidana dilakukan secara bersama-sama, yang mengandung makna tersangkanya ada 2 orang atau lebih, sementara dalam perkara ini Jautir Simbolon hanya seorang diri.
JPU juga tidak bisa menjelaskan siapa terdakwa lain yang dimaksudkan dalam Surat Dakwaan Pasal 170 KUHP. Apakah tersangka tersebut diadili dalam Berkas Terpisah (splitzing) atau tersangkanya ditetapkan Dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Penyidik Kepolisian Resort (Polres) Samosir tidak pernah menetapkan tersangka lain selain Jautir Simbolon. Dalam SP2HP yang diterima oleh saksi korban Jhohanes Marbun, disebutkan di dalamnya tersangka Jautir Simbolon ditersangkakan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 170 KUHP jo Pasal 351 KUHP.
Dalam KUHAP, mengenal istilah Criminal Justice System, Jaksa berfungsi selaku Koordinator Pengawasan Penyidikan oleh Polri, sehingga Jaksa berwenang untuk menyatakan dan memerintahkan Polres Samosir untuk menetapkan tersangka lain, supaya Pasal 170 KUHP memenuhi unsur didakwakan kepada Jautir Simbolon. Akan tetapi Kejari Samosir menyatakan berkas perkara Jautir Simbolon lengkap atau P21 tanpa ada tersangka lain.
Bagaimana mungkin berkas perkara lengkap, sementara yang ditersangkakan Pasal 170 KUHP tanpa ada pelaku lainnya?
Ada dugaan Kuasa Hukum tersangka akan mengajukan eksepsi terhadap Surat Dakwaan yang memuat Dakwaan Pasal 170 KUHP. Tentu saja bagi pengacara pemula sekalipun, ia akan mudah melakukan eksepsional terhadap Surat Dakwaan. Dengan begitu Hakim Pengadilan Negeri kemungkinan besar akan menjatuhkan putusan sela, menerima eksepsi terdakwa yang menyatakan dakwaan tidak cermat dan lengkap dan memerintahkan terdakwa dibebaskan dari penahanan.
Skenario lain, JPU memang tidak serius mendakwa Jautir Simbolon dengan Pasal 170 KUHP, tetapi Pasal 351 KUHP dengan dakwaan yang menguntungkan terdakwa Jautir Simbolon. Kalau JPU mendakwa Jautir Simbolon Pasal 351 KUHP tentu saja Jautir Simbolon akan memperoleh hukuman ringan.
Perlu dipahami, kasus ini bukan persoalan pribadi antara korban dengan terdakwa Jautir Simbolon, akan tetapi terdakwa tidak setuju dengan kegiatan Advokasi Lingkungan Kawasan Danau toba yang dilakukan oleh saksi korban yang juga Pengurus YPDT Pusat di Jakarta dan YPDT Perwakilan Toba Samosir. Perusahaan penambangan batu milik terdakwa Jautir Simbolon dapat mengubah struktur tanah di Pulau Samosir yang terbentuk dari lempengan batu akibat letusan gunung berapi (volcano). Struktur tanah Pulau Samosir terdiri dari bebatuan dan pasir yang apabila ditambang mengubah peta geo tanah.
Kuasa Hukum Korban akan melaporkan Kejari Samosir ke Jaksa Agung Bidang Pengawasan (JamWas) Kejaksaan Agung RI dan Bidang Propam Mabes Polri.
Baca juga: Penganiaya Dua Aktivis Lingkungan Hidup YPDT Resmi Masuk Rutan Pangururan
Pewarta: Humas YPDT