JAKARTA, DanauToba.org ─ Selama ini PT Aquafarm Nusantara (disingkat Aquafarm) berkeliat bahwa mereka tidak mencemari Danau Toba dalam budidaya perikanan Keramba Jaring Apung (KJA). Namun, dalam persidangan Rabu !13/12/2017) kemarin, Aquafarm tidak berdaya ketika Saksi Fakta dari Penggugat, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT), membongkar rahasia Aquafarm yang tidak pernah terungkap selama ini di PTUN Jakarta.
Holmes Hutapea yang menjadi saksi fakta, mantan koordinator penyelam Aquafarm, pada persidangan tersebut menyampaikan bahwa ia sudah menjadi penyelam dan ketika itu bekerja di Basarnas sejak 2004. Lalu pada 2008-2016, ia bekerja di Aquafarm. Satu KJA tipe CC milik Aquafarm ada yang mampu menampung 60-80 ribu ekor dan per harinya bisa memanen ikan paling sedikitnya 150 ton. Para karyawan diberi target untuk menabur pellet pada setiap KJA. Banyak ikan yang mati lalu tenggelam ke dasar Danau Toba dan ada yang mengambang di permukaan air Danau Toba. Banyak pula benda-benda seperti drum-drum yang diisi semen sebagai pemberat, net, dan kantong-kantong plastik yang dibuang ke Danau Toba dan ditenggelamkan ke dasar danau.
Pada saat menyelam, Holmes Hutapea juga melihat langsung bahwa sisa pellet yang jatuh tidak pernah ditampung, tetapi sedemikian mengambang dan sebagian tenggelam ke dasar danau. Ia menyatakan bahwa pihak Aquafarm belum membersihkan sampah-sampah atau limbah-limbah tersebut.
Selain Holmes Hutapea, YPDT menyiapkan 4 orang Saksi Fakta lain yang juga membuka banyak hal tentang masalah Keramba Jaring Apung (KJA).
Baca juga Kemenangan YPDT menggugat BKPM tentang izin Aquafarm:
PUTUSAN SENGKETA INFORMASI ANTARA YPDT DAN BKPM
Saksi Fakta C. F. Sidjabat
C. F. Sidjabat, salah satu warga yang sangat lama tinggal di pinggiran Danau Toba, khususnya di Silalahi, menceritakan bahwa air Danau Toba sampai tahun 1970an masih dapat diminum langsung dan digunakan untuk semua keperluan rumah tangga. Namun, di atas tahun 1970an mulai kotor oleh makin banyaknya sampah yang masuk ke Danau Toba. Meskipun demikian kami air Danau Toba masih sangat baik untuk mandi.
Sekitar tahun 2000an kualitas air Danau Toba sudah rusak karena sekitar akhir 1990an KJA masuk ke Silalahi.
Jika luas perairan yang dipenuhi KJA dibanding wilayah pariwisata maka kejadiannya sekarang makin mengkhawatirkan karena zona wisata makin dirembesi kotoran atau sisa pelet ikan, sehingga arus wisatawan makin berkurang. Ketika Danau Toba masih bersih airnya, sekitar 1.000-1.200 orang datang ke Silalahi yang terpusat di Desa Silalahi 2. Sementara sejak air kotor, arus pendatang makin berkurang hanya sekitar 300-400 orang di akhir minggu.
Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan program Pemerintah yang menjadikan Danau Toba menjada salah satu dari 10 daerah tujuan wisata.
Sekarang air Danau Toba tidak lagi menjadi yang utama di sekitar perairan perumahan warga karena warna air sudah coklat, berbau busuk menusuk, dan tidak lagi bisa dipergunakan untuk mandi.
Sekarang pekeramba yang merajai Danau Toba bukan penduduk setempat lagi. Orang-orang dari kota, para pekeramba tersebut, yang menguasainya. Pekeramba desa atau pendusuk setempat makin sengsara karena secara perlahan-lahan ada pergeseran ekonomi keramba di mana harga ikan sedikit turun atau stagnan, sementara harga pelet ikan makin naik sesuai kenaikan harga bahan pabrik.
Kita bersyukur bahwa YPDT telah melakukan upaya pelestarian Danau Toba dengan penanaman pohon dan penebaran ikan di Danau Toba dengan melibatkan masyarakat lokal.
Saksi Fakta Johny Silalahi
Johny Silalahi menyatakan bahwa ia lahir dan besar di KDT. Sejak masa kecil hingga tahun 1980, air Danau Toba masih dapat diminum. Setelah itu, kami harus mengambil air bersih dari atas gunung karena air Danau Toba tidak layak lagi diminum. Suatu kali Johny Silalahi pernah mengajak keluarganya berlibur ke Danau Toba sekitar tahun 2015 atau 2016. Ketika beberapa anggota keluarganya berenang di air Danau Toba, ada yang kena lintah.
Saksi Fakta Mardongan Sigalingging (69 Tahun)
Mardongan Sigalingging menceritakan bahwa sejak ia sekolah di SR (Sekolah Rakyat) di Kampung Silalahi pada 1954-1961, pada jam istirahat anak-anak sekolah kalau haus lari ke Danau Toba. Mereka masuk ke danau sampai setinggi lutut lalu minum langsung air Danau Toba. Jaraknya sekitar 75 meter dari sekolah.
Penduduk pinggiran Danau Toba menggunakan air danau untuk minum tanpa dimasak. Air danau diambil dengan Tambe dan Baluhat. Tempat air dari pohon bambu besar.
Air dalam bambu tersebut adalah air minum yang dapat langsung diminum, kecuali kalau mau membuat kopi atau the manis, airnya dimasak. Pada umumnya anak-anak selesai makan, minum langsung dari Tambe.
Anak bayi yang baru lahir biasanya langsung dimandikan di Danau Toba. Selesai dimandikan, bayi tersebut diolesi hunik (bedak kampung) baru dijemur di sinar Matahari pagi (Marsusuari). Semua pendudukan di tepi Danau Toba melakukan seperti itu.
Semua anak-anak di tepi Danau Toba bisa berenang karena tempat bermain anak-anak di air Danau Toba. Mereka berenang, menyelam, bersampan (marsolu), dan memotong bambu (baluhat) untuk diisi air danau dan dibawa ke rumah. Selain bermain, mereka juga menangkap ikan, memancing, dan menangkap kepiting yang bersembunyi di sela-sela batu.
Tahun 1960-1966, ketika Mardongan Sigalingging melanjutkan studi SLTP ke Sidikalang dan SLTA ke Medan, kondisi-kondisi tersebut belum banyak perubahan. Sebagian besar penduduk memang /sudah memasak air Danau Toba untuk diminum, tetapi bayi baru lahir dimandikan di danau dan anak-anak dominan masih bermain di perairan Danau Toba masih tetap ada.
Tahun 1966-1974, Mardongan Sigalingging studi ke Jakarta dan sering pulang kampung. Ia melihat hampir semua orang minum air Danau Toba yang sudah dimasak. Orang masih suka berenang dan mandi di Danau Toba.
Tahun 1974-1994, Mardongan Sigalingging menetap di Sulawesi Tengah dan jarang pulang kampung. Tambe/Baluhat tidak dipergunakan lagi dan anak-anak sekarang tidak ada yang mengetahui cerita tersebut. Sejak 1978, air mulai tercemar dan tidak diminum lagi kecuali dimasak.
Tahun 1994-2001, Mardongan Sigalingging tinggal di Jakarta setelah pensiun dan sering mengikuti seminar, diskusi tentang pelestarian Danau Toba, terutama di kawasan Silalahi, Paropo, dan Tongging (Sipartogi). Di akhir kesaksiannya, Mardongan Sigalingging mengatakan banyak KJA di kampungnya. KJA tersebut mungkin salah satu penyebab rusaknya air Danau Toba di kampung kami.
Saksi Fakta Sehat Priyono Tambunan
Sehat Priyono Tambunan, kelahiran tahun 1980 ini, juga lahir dan besar di Parapat. Ia melihat adanya lintah di perairan Danau Toba (pantai Pesanggrahan), degradasi lingkungan hidup di KDT, dan kualitas air Danau Toba makin menurun. Dahulu wisatawan banyak berkunjung ke Parapat, tetapi sekarang kunjungan wisatawan dratis menurun.
Sidang lanjutan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta ini adalah mendengarkan Keterangan Saksi Fakta dari Pihak Penggugat (YPDT). YPDT menggugat pencabutan Izin Usaha PT. Aquafarm Nusantara yang beroperasi di Kawasan Danau Toba (KDT) dengan Pihak Tergugat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Sidang tersebut dihadiri Robert Paruhum Siahaan, SH (Ketua Tim Litigasi YPDT), FX Denny S Aliandu, SH (anggota), Deka Saputra Saragih, SH, MH, dan beberapa pemerhati dan pencinta Danau Toba yang berada di Jabodetabek, Majelis Hakim yang hadir di persidangan PTUN Jakarta adalah Wenceslaus, SH, MH (Hakim Ketua), Oenoen Pratiwi, SH, MH (Hakim Anggota I), dan M. Arief Pratomo, SH, MH (Hakim Anggota II). Pardomuan Silalahi SH selaku Panitera Pengganti (PP). (BTS)
Walaupun sy tdk terlibat langsung dipinggir Danautoba tapi sy tdk setuju siapapun yg mecemari Danautoba .
Emang benar apa yg di ungkapkan para saksi tsb diatas,di desa silalahi kec silahisabungan ,kab dairi tempat saya tinggal keberadaan kja disana sangat memprihatinkan dimana para pengusaha kja tdk pernah memperhatikan lingkungan hanya cari keuntungan saja