
JAKARTA, DanauToba.org — Diskusi Kamisan kemarin (7/4/2016) mengusung topik Posisi Masyarakat dan Wilayah Adat dalam Pembangunan Kawasan Danau Toba yang Partisipatif Menuju Terbentuknya Badan Otorita Danau Toba. Diskusi yang diselenggarakan di Sekretariat YPDT ini dihadiri Martua T Sirait (pakar kehutanan), Abdon Nababan (dari AMAN), F. Sandya Simbolon (seniman), Landong Silalahi, Baginda Siahaan, Maruap Siahaan (Ketum YPDT), Jhohannes Marbun (Sekretaris Eksekutif YPDT), Hulman S. Tambunan (YPDT), dan Boy Tonggor Siahaan (YPDT).
Diskusi diawali dengan pemaparan Martua T. Sirait terkait pemetaan Kawasan Danau Toba yang sudah terintegrasi dengan website milik YPDT, yaitu: danautoba.org. Pemetaan Kawasan Danau Toba ini menggunakan aplikasi perangkat lunak buatan ESRI (Environmental Systems Research Institute) yang dapat dijalankan melalui website. Produk web GIS (Geographic Information Systems) ESRI diberi nama ArcGIS. Aplikasi ArcGIS ini sekarang sudah dapat Anda pakai di website danautoba.org (kunjungi: http://danautoba.org/peta/, tetapi saat ini masih dalam uji coba, sehingga belum dapat dijadikan referensi.
Dari diskusi yang diawali presentasi Martua T. Sirait ini, peserta diskusi sepakat akan merencanakan pembuatan Peta Tematik wilayah adat baik dalam lingkup desa, kampung (huta), atau bius di Kawasan Danau Toba yang dikerjakan secara partisipatif. YPDT akan bekerjasama dengan Greenpeace Indonesia, Forest Watch Indonesia, AMAN, ESRI dan mendorong pemerintahan daerah di 7 Kabupaten Kawasan Danau Toba untuk segera membuat Rencana Tata Ruang Wilayah serta melibatkan masyarakat di Kawasan Danau Toba tersebut memetakan batas-batas tanah adat dan tanah desa mereka.
Lebih lanjut, Abdon Nababan menjelaskan dengan adanya Pemetaan tematik akan sangat bermanfaat bagi masyarakat maupun pihak lain dalam pembangunan Kawasan Danau Toba. Misalnya ketika investor masuk, mereka sudah tahu kepada siapa mereka harus berhubungan dan bagaimana mereka membentuk model-model pembangunan dengan cara melakukan kerjasama atau sistem BoT.
Selain itu, Pemetaan di lapangan kemudian akan dimasukkan ke aplikasi ArcGIS apabila sudah ada pengakuan bersama dari masyarakat lainnya yang berbatasan dengan desa atau kampung yang menjadi objek pemetaan. Karena itu, peta yang sudah masuk ke Web merupakan peta yang sudah sahih (valid). Berdasarkan pengalaman Abdon Nababan, sebenarnya antara huta sudah saling mengakui batas-batas wilayah adatnya, hanya yang dibutuhkan saat ini adalah dari sisi pencatatan dan administrasinya.
Terkait hal tersebut, Sistem Hukum kita memberikan 3 pilihan pengakuan wilayah adat yaitu melalui:
- MK 35/2012 yang dibacakan pada tahun 2013 tentang Pengakuan Masyarakat Adat dan pengesahaannya melalui Peraturan Daerah.
- Permendagri 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat yang pengesahannya melalui SK Bupati.
- Peraturan Bersama 4 Menteri atau di Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang nomor 9/2015 tentang Tanah Komunal yang pengesahannya melalui masyarakat komunal dengan sistem IP4T.
Untuk bisa mewujudkan salah satu dari tiga aturan hukum tersebut membutuhkan Peta.
Apa yang dapat kita lakukan untuk membuat pemetaan tersebut? Berikut tahapan yang akan dilalui yaitu:
Membuat perencanaan secara makro terlebih dahulu. Setelah itu merekrut relawan yang akan melakukan pemetaan di lapangan dan juga relawan yang memasukkan ke ArcGIS. Para relawan tersebut akan memperoleh pelatihan. Peran relawan baik dari provinsi Sumatera Utara maupun 7 (tujuh) kabupaten di Kawasan Danau Toba sangat diperlukan untuk memberikan proses pendampingan kepada masyarakat, karena dalam prakteknya di lapangan, keberadaan relawan tersebut sebagai tenaga pendamping masyarakat di dalam melakukan pemetaan.
Untuk sementara, pada masing-masing kabupaten di Kawasan Danau Toba akan dipilih satu desa percontohan atau pilot project. Kabupaten Toba Samosir yang direncanakan sebagai pilot project awal adalah Desa Sigumpar Julu. Sedangkan Kabupaten lain, masih harus dikomunikasikan kembali ke YPDT Perwakilan atau dapat diusulkan langsung oleh masyarakat kepada YPDT. Basis pemetaan tidak harus desa, tetapi bisa juga kampung atau huta.
Data yang terkumpul dari pemetaan tersebut nantinya akan dimasukkan (input/entry data) ke aplikasi ArcGIS tersebut, sehingga melalui aplikasi tersebut masyarakat di Kawasan Danau Toba dapat mengelola wilayah desa dan hutan mereka untuk kesejahteraan mereka. Harapannya, masyarakat di Kawasan Danau Toba dapat memberdayakan kekayaan sumber daya alam mereka secara maksimal dan optimal dengan tetap memperhatikan pelestarian lingkungan hidup. (BTS)