JAKARTA, DanauToba.org — Hari ini, Sabtu, 5 Juni 2021, adalah hari untuk mengingat ciptaan Tuhan tentang BUMI dan LINGKUNGAN HIDUP. TUHAN memberikan kepada manusia alam dan lingkungan hidup untuk dipakai dalam rangka memuliakan Tuhan Allah. Mazmur 104:24, “Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu”.Bumi dengan segala isinya diciptakan Tuhan, harus dimuliakan, dipelihara, dan dipakai hanya untuk kemuliaan-Nya.
Bagaimanakah kondisi alam dan bumi dari sejak dulu sampai sekarang? Permasalahan bumi dan lingkungan hidup dari sejak dulu, terus menjadi pergumulan dan diperjuangkan oleh umat manusia di dunia yang menghuninya, dan hingga sekarang menjadi topik hangat karena bumi mengalami perubahan besar dalam kerusakan lingkungan, dan telah menimbulkan banyak bencana di banyak negara.
Di Indonesia, alam dan lingkungan menjadi persoalan besar, karena telah menimbulkan banyak korban di berbagai daerah, baik oleh karena banjir, gempa, longsor, kekeringan, dan ragam perubahan alam.
Di Sumatera Utara, perubahan alam dan lingkungan telah terjadi. Jika semakin diperhatikan dan didalami, maka akan terlihat sudah mulai menunjukkan dampak yang mengakibatkan korban dan penderitaan rakyat, misalnya banjir bandang di Parapat (Danau Toba), banjir di Tebing Tinggi, gempa bumi di wilayah Samosir, dan lain sebagainya.
Mengapa semakin banyak bencana dan dampak yang diakibatkan oleh perubahan alam? Apakah bencana alam tersebut terjadi tanpa ada penyebabnya? Setelah dikaji dan diteliti para ahli, ternyata bencana tersebut terkait erat dengan ulah dan perilaku manusia yang memakai dan merusak alam tersebut!
Banyak contoh yang dapat dilihat dan telah dialami banyak umat manusia di dunia ini. Kita sebutlah sebagai contoh nyata, alam dan lingkungan hidup yang terjadi di kampung Parbulu, Desa Banjar Ganjang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Mengapa menjadi persoalan penting lingkungan hidup kampung Parbulu akhir-akhir ini, dan menjadi penentu yang sangat penting untuk lingkungan hidup yang baik se-Kabupaten Toba?
Sebelum berdirinya PT Inti Indorayon Utama, dan sekarang dinamakan PT Toba Pulp Lestari (TPL), Kampung Parbulu yang berdekatan langsung dengan PT TPL, tidak pernah mengalami persoalan tentang lingkungan hidup. Air, tanah dan udara, sangat bagus, tidak ada gangguan.
Mata air banyak dan dapat digunakan serta diminum langsung. Ternak, pohon, dan tanaman dapat dinikmati, warga Parbulu dapat menikmati dan menyukuri anugerah ciptaan Tuhan, dan senantiasa memuliakan-Nya.
Sekarang semuanya berubah menjadi sungut-sungut dan kemerosotan Iman semakin terjerembab, tidak lagi seutuhnya mempercayai Tuhan, akibat dampak negatif atas beroperasinya PT Toba Pulp Lestari (TPL).
Keluhan warga Parbulu atas rusaknya alam dan lingkungan, tidak pernah diselesaikan oleh negara dan stakeholder terkait, dan membiarkan penderitaan warga Parbulu selama 34 tahun lebih.
Bagaimana persoalan warga lain akibat ulah PT TPL? Persoalan lingkungan dan tanah Natumingka, banjir Parapat, mata air wilayah Mario, dll, telah mengakibatkan penderitaan rakyat. Apakah akan dibiarkan?
Persoalan Perampasan Tanah Adat
Ketika tanah adat yang dimiliki warga yang telah ratusan tahun didiami, dirampas oleh sebuah perusahaan besar, tanpa sepengetahuan rakyat, maka rakyat akan marah, dan akan menuntut hingga tanah itu dikembalikan.
Mengapa rakyat marah? Siapapun akan marah, ketika diketahui rakyat dikelabui oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, apalagi perusahaan bermain untuk meraup keuntungan di atas penderitaan rakyat.
Tanah adalah bagian dari lingkungan hidup di mana sistem sudah tertata dengan baik, di mana ada beragam pohon, air, udara yang membentuk lingkungan itu sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat.
Yehezkiel 28:15, menyebutkan “Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu.
Tuhan sudah menciptakan alam dengan sempurna, namun di kemudian hari, ada terdapat manusia melakukan kecurangan. Kemudian kecurangan itu merusak tatanan alam, maka manusia yang menghuninya akan terusik dan melawan. Manusia yang taat pada firman Tuhan, tidak rela, ciptaan-Nya dicurangi.
Sesuai hukum yang berlaku di Indonesia, ada aparat seperti petugas terkait dan kepolisian yang dengan mata dan hati nurani dapat melihat dan menindak para oknum dan perusahaan yang telah melakukan kecurangan dan pelanggaran undang-undang.
Yang menjadi pertanyaan, dapatkah aparat terkait, bertindak dan melihat dengan jernih penderitaan rakyat? Ataukah Aparat akan berkolusi seperti ulasan dan pengamatan para ahli, sehingga persoalan tanah dan kerusakan lingkungan dibiarkan terjadi berlarut-larut, dan akhirnya alam sendiri menjadi murka melalui bencana, karena tatanan alamnya sendiri dirusak oleh manusia?
Kini saatnya orang yang taat akan Firman-Nya (apakah aparat kepolisian, pemerintah, dan stakeholder terkait) segeralah mewujudkan KEBENARAN Firman-Nya, sehingga warga terhindar dari bencana di kemudian hari.
Jika kita pun tidak mau, maka kita hanya menunggu bencana terjadi sebagai akibat kemurkaan alam, dan jika juga tidak mau, setelah terjadinya bencana, maka kemurkaan Allah seperti tulah yang disampaikan Musa kepada Raja Firaun akan bisa terjadi, dengan model tulah yang baru. Tulah model baru, bisa saja seperti ganasnya Corona model terbaru, atau Air Bah yang baru (tsunami besar), kematian yang dahsyat, dll. Bagaimanapun manusia tidak akan pernah bisa melawan Tuhan, apabila tulah-Nya dikirimkan. Kita hanya bisa minta ampun dan akhirnya menyesal.
Apakah kita masih dapat menikmati alam dan lingkungan seperti model ciptaan Tuhan yang menempatkan manusia di taman Eden yang baru? Jawabannya adalah BISA. Kita masih dapat menikmatinya, mengusahakan, dan memelihara taman alam itu. Kejadian 2:15, TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.
Janganlah kita menunggu waktu, dan menunda Firman-Nya, sekarang kita bergegas dan mengejar waktu. Jangan pernah gentar dan takut dalam melakukan tugas dan sumpah jabatan, demi kepentingan rakyat dan kemuliaan Tuhan. Kejadian 9:2, Akan takut dan akan gentar kepadamu segala binatang di bumi dan segala burung di udara, segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut; ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan.
Mari melaksanakan peran kita masing-masing, sesuai tugas dan talenta yang Tuhan berikan. Jika alam memang sudah rusak, mari lakukan penindakan dan beri sanksi kepada oknum yang telah melakukan pelanggaran-pelanggaran dan kerusakan, sehingga ke depannya, semua saling menghargai dan taat pada aturan.
Kasus seperti PT Indorayon ditutup, sudah jelas melanggar sehingga harus ditutup, dan kini hanya berganti nama dengan PT TPL. Kemungkinan untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sama, sangat besar terjadi dan akhirnya terjadi, karena Kampung Parbulu sebagai tetangga terdekat, sebagai salah satu contoh, masih menyisakan dan mengalami penindasan dan pelanggaran terhadap aturan dan prosedur yang berlaku.
Bagaimanapun, kita harus jeli, karena karakter tidak serta-merta bisa diubah dengan ‘sim salabim’, yang bau pasti tercium, dan Kampung Parbulu mencium bau dan kerusakan, hanya menunggu waktu saja.
Penting untuk DIPERHATIKAN, bagaimana warga segera merasakan keadilan dan kesejahteraan dan akhirnya negara yang dimajukan.
Tulisan ini ditujukan kepada kita seluruhnya, terutama kepada aparat pemerintah dan kepolisian yang sedang menangani perkara lingkungan hidup dan tanah adat warisan leluhur yang dirampas oleh perusahaan besar, seperti PT TPL, dan PT yang lainnya.
Warga Parbulu sedang memperjuangkan haknya di BARESKRIM MABES POLRI, dan MENKO MARVEST Luhut Panjaitan, sudah sejak awal menyampaikan, supaya hak Parbulu dikembalikan, dan jangan diperkosa.
Demikian juga warga lain di Sumatera Utara (Natumingka, Matio, Sihaporas, Sipitu Huta, Dairi, Lumban Sitorus, Ciruar, dll), dan di seluruh wilayah Indonesia, sedang memperjuangkan haknya, marilah menyelesaikannya dan mengembalikan hak rakyat.
SELAMAT HARI LINGKUNGAN HIDUP
Penulis: Pdt. Faber S Manurung (Dosen universitas HKBP Nomensen Medan, Pewaris tanah adat warisan leluhur Kampung Parbulu dan korban atas beroperasinya PT Toba Pulp Lestari)