
Maruap Siahaan (Batik Gorga Batak) dan Robert Paruhum Siahaan (baju biru) dalam Sidang di PTUN Jakarta.
JAKARTA, DanauToba.org ― Sejak tadi pagi pukul 9.00 WIB, Rabu (28/3/2018), kami berkumpulkan bersama di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta untuk mendengarkan pembacaan putusan Majelis Hakim atas gugatan Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) melawan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan PT Aquafarm Nusantara.

Hampir sekitar satu jam lebih kami mendengarkan pembacaan putusan Hakim tersebut. Hasil Putusannya menyatakan bahwa gugatan YPDT tidak diterima oleh Hakim.
Saya sempat tersentak dan berpikir: Apa arti semuanya ini? Saya merasa janggal mendengar putusan tersebut. Mengapa kami, pencinta dan pemerhati Danau Toba dinyatakan tidak diterima gugatan kami? Ada yang mengganjal di hati atas Putusan Hakim ini.
Ketika Hakim Ketua memberikan kesempatan saya berbicara, saya menyampaikan pesan sebuah jeritan masyarakat Danau Toba dan Danau Toba itu sendiri: Ini adalah persidangan yang mulia. Majelis Hakim pun mulia dan mereka adalah wakil Tuhan yang seharusnya menegakkan kebenaran dan keadilan di Persidangan. Meskipun Majelis Hakim telah membuat putusan tidak menerima gugatan YPDT, kami dari YPDT akan terus berjuang sampai kebenaran dan keadilan tersebut menjadi kenyataan.
Plong rasanya setelah menyampaikan jeritan tersebut. Namun demikian, saya masih merasa belum terjawab hal yang mengganjal tersebut. Apakah Tuhan meninggalkan kami? Padahal kami sudah intens mengajak sahabat dan kerabat terus-menerus mendoakan perjuangan bersama ini agar Tuhan memberikan jalan terbaik? Atau apakah Putusan Hakim tersebut adalah jalan yang terbaik Tuhan berikan? Saya masih belum dapat mengerti maksud Tuhan.
Beberapa saat kemudian, saya dan kawan-kawan di Badan Usaha HKBP hendak berkumpul mengadakan sebuah rapat. Namun, beberapa kawan mengusulkan rapat kita tunda atau diundur setelah kami selesai mengikuti Kebaktian (Ibadah) malam Passion.
Apakah ini sekadar kebetulan atau memang rencana Tuhan? Setelah Putusan PTUN Jakarta dan Malam Passion.
Dalam pemahaman HKBP (Huria Batak Kristen Protestan), Malam Passion adalah malam memperingati pergumulan Kristus menjelang Pesakh (Pesakh = Paskah menurut tradisi Israel). Pergumulan Kristus yang dipahami di sini adalah pergumulan diri-Nya menegakkan kebenaran dan keadilan harus melalui sebuah penderitaan berat menanggung atau memikul dosa seluruh umat manusia. Penderitaan berat tersebut menggiring Kristus menghadapi sebuah kematian-Nya.
Malam Passion membuka mata hati dan mata iman saya. Penderitaan itu adalah anugerah dalam memperjuangkan kebenaran. Tidak boleh menjauh dari kenyataan, tetapi kita harus memulihkan kenyataan itu menjadi kebenaran supaya kebenaran ditinggikan. Semua pegiat lingkungan hidup tidak boleh menyerah dan tetaplah berjuang memulihkan ciptaan Tuhan.
Sebuah anugerah apabila kita dapat melewati PASSION karena kita dipercaya mengemban panggilan berjuang demi kebenaran lewat rintangan dan tantangan. Kairos, kita maju tanpa kenal lelah, tanpa keluhan dan terus menuju tujuan, yaitu: menegakkan keadilan.
Putusan Hakim di atas bukan akhir perjuangan kita menegakkan kebenaran dan keadilan. Bahkan menjadi awal bagi kita menyatu dan bersatu dalam perjuangan bersama.
Puji syukur kepada Allah Bapa di Surga bahwa Engkau membukakan mata kami tentang: “The Passion of Christ.”
Passion… ketekunan, keteguhan, kesetiaan, dan penyerahan diri.
Jakarta, 28 Maret 2018
Penulis: Drs Maruap Siahaan, MBA (Ketum YPDT)
Editor: Boy Tonggor Siahaan