
Pertemuan BaraJP dengan YPDT
JAKARTA, DanauToba.org — Pada Selasa sore (4/7/2017), Pengurus BaraJP Kabupaten Dairi yang diwakili oleh Johnson Karokaro (DPP BaraJP merangkap Ketua BaraJP Dairi), Jasan Sihotang, dan Jhon Parulian Lingga mendatangi Sekretariat Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT). Pengurus BaraJP diterima langsung oleh Ketua Umum YPDT, Drs. Maruap Siahaan, MBA, Sekretaris Eksekutif YPDT Jhohannes Marbun, dan Boy Siahaan. Pertemuan BaraJP dengan YPDT membahas kasus penebangan liar (illegal logging). Kasus penebangan liar tersebut diduga melibatkan oknum Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Kabupaten Dairi.

Pihak BaraJP (Barisan Relawan Jokowi Presiden) menyatakan bahwa mereka sangat peduli dengan kawasan hutan di Kabupaten Dairi. Kawasan hutan menjadi tempat resepan air hujan dan mengalirkan air hujan melalui sungai-sungai di sekitar kawasan hutan sampai ke Danau Toba. Ada 11 anak sungai di kawasan hutan tersebut.
Baca juga:
- KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG KAWASAN HUTAN DI SUMATERA UTARA
-
PENTINGNYA HUTAN DALAM PEMBANGUNAN KDT YANG LESTARI DAN BERKEADILAN
-
Mereka mengatakan bahwa dahulu di Kecamatan Sumbul, air minum melimpah ruah, tetapi sekarang digilir untuk memperoleh air. Dahulu ketika pembangunan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Lae Renun, pihak PLN memang memperhatikan debit air. Namun, dengan adanya penebangan hutan secara liar menyebabkan debit air makin berkurang.
Hal tersebut berdampak pada PLTA Sigura-gura karena pasokan air ke Danau Toba semakin berkurang. Air hujan yang jatuh ke kawasan hutan meresap di tanah dan sebagian dialirkan melalui 11 anak sungai tersebut serta bermuara ke Danau Toba.
“Kami sangat mencurigai adanya kegiatan penebangan kayu di kawasan hutan tersebut. Ada alat berat beroperasi di hutan lindung tersebut. Yang mencurigakan lagi bahwa alat berat tersebut memiliki logo Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Dairi,” ungkap Jasan Sihotang.
Menindaklanjuti hal ini BaraJP Dairi melaporkan aktivitas yang mencurigakan tersebut kepada aparat dan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara mendatangi lokasi dan di cek titik koordinatnya masuk di dalam area hutan lindung. Untuk memastikan aktivitas tersebut, BaraJP melakukan pengecekan ke Dinas PU Dairi terkait adanya alat-alat berat berlogokan Pemkab Dairi.
“Sudah ada pengakuan A1 bahwa itu milik Pemkab Dinas PU Dairi. Pertanyaannya kenapa belum dihukum pelakunya sampai saat ini?” cetus Sihotang.
Dihubungi secara terpisah, Markus Ratriyono, Praktisi Sistem Informasi Geografis (SIG) yang juga Aktivis Forest Watch Indonesia (FWI) menyampaikan pendapat serupa. Berdasarkan dua titik koordinat yang disampaikan oleh tim BaraJP, dengan menggunakan peta kawasan hutan skala 1:250.000, Kedua titik tersebut masih masuk di area Hutan Lindung dan hampir berbatasan dengan Hutan Produksi (Tetap, HP)
Dampak dari pelaporan tersebut, mereka diteror dengan ancaman. “Awalnya kami 7 orang, tapi sekarang tinggal berempat. Kami diancam dan lain sebagainya,” ujar Jasan.
Akhirnya, BaraJP pun telah membuat surat resmi ke Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI. sebelum bulan puasa lalu, BaraJP juga sudah mengkomunikasikan permasalahan tersebut ke Walhi.
Menanggapi kisah mereka tersebut, Maruap Siahaan mengatakan, “Kami sangat mendukung penegakan hukum di Kawasan Danau Toba (KDT). Kami tidak pandang bulu, apakah itu dari Pemda Provinsi atau Kabupaten yang seharusnya melakukan hal yang baik. Jangan takut. Orang Batak jangan Takut menyuarakan kebenaran.”
Berdasarkan informasi yang beredar di media-media sosial, sekarang masyarakat makin berani bersuara menuntut keadilan. Hal tersebut juga datang dari masyarakat yang berada di KDT.
Terkait laporan yang disampaikan saudara-saudara kita dari Kabupaten Dairi di atas, berikut ada beberapa suara masyarakat yang juga berasal dari Kabupaten Dairi menyatakan hal serupa:
“Terakhir kali ke Silalahi April 2017 lalu jelas terlihat bagaimana perubahan di Lae Pondom. Sekarang banyak rumah atau pos yang sejak dulu gak ada. Sebelah barat jalan sekarang semakin tandas jadi kavling-kavling yang siap dibersihkan. Terlihat nyata kok di pinggir jalan bagian barat. Yang perlu dicek apakah ada patok-patok tanah pembagian dan jika ada apakah disertai surat kavling dari Lurah atau institusi lain,” kata CF. Sidjabat.
“Lae Renun dan Lae Pondom menarik dibicarakan, mengapa? Karena sungai-sungai di kawasan ini dialihkan ke Danau Toba untuk memenuhi debet air danau agar dapat memutar turbin, sehingga tercapai kapasitas listrik yang dijanjikan oleh para pihak. Tapi teman-teman, peta pengairan sudah direkayasa, ada hasil atau tidak? …turbin PLTA 2 x 41 MW di Silalahi menjadi bukti,” ungkap Johannsen Silalahi.
“11 anak sungai Lae Renun di bendung dan ditampung di danau buatan di Desa Sileileu Parsaoran (air ini ke lautan Hindia). Oleh pihak pengelola PLTA, air sungai dialihkan ke Danau Toba melalui terowongan 15 km ke Dolok Simandar, air terjun 400 m untuk putar turbin di Silalahi dengan kekuatan 2 x 41 MV. Kawasan hutan tangkapan air ini yang dijarah kayunya. Tanah untuk kebun diperjualbelikan. Ada aparat yang digaji negara untuk menjaga, ternyata tidak mampu, apalagi kita yang tinggal di Jakarta tanpa kewenangan. Maka yang terjadi, para pelaku penebangan illegal tersebut tersenyum dan mentertawakan kita. 7 tahun saya berkebun di lokasi danau buatan itu. Lawan oknum petugas bikin mirdong,” kisah Mardongan Sigalingging, mantan Kepala Bappeda Kabupaten Dairi.
“Perambahan yang diduga dilakukan oknum Pemkab Dairi ini ditangkap oleh petugas Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara berdasarkan info dari kawan-kawan kita yang sudah datang ke YPDT. Lokasi perambahan persis di atas Desa Silalahi. Kasus ini harus kita kawal,” kata Passiona Sihombing.
Pertemuan BaraJP dan YPDT tersebut berlangsung sekitar 1 jam lebih. Saudara-saudara kita dari Kabupaten Dairi tersebut memberikan data berupa rekaman foto-foto dan video.
Sebelum mengakhiri percakapan kedua belah pihak, Maruap Siahaan menyatakan bahwa YPDT akan mendukung dan membantu melalui Tim Litigasi YPDT yang akan mempelajari kasus tersebut dan melakukan advokasi. (BTS/JM)