DanauToba.org — Belum lama ini terjadi perlawanan masyarakat adat Lamtoras Sihaporas dengan aparat negara atas laporan sepihak dari PT Toba Pulp Lestari, TBK (TPL), pada Senin (22/8/2022), Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Masyarakat adat memblokir jalan desa karena sudah lelah berjuang menyampaikannya kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Lembaga institusi negara saling lempar tanggung jawab. Ibarat pingpong.
Tanah masyarakat adat ini sudah 11 generasi turun-temurun dikuasai oleh negara dan diberikan kepada perusahaan yang merusak lingkungan dan menimbulkan penderitaan rakyat. Dahulu tanah tersebut dicaplok penjajah Belanda tahun 1913, lalu diakui Belanda melalui peta Enclave 1916 (29 tahun sebelum Indonesia Merdeka). Setelah merdeka, negara mengklaimnya secara sepihak.
Tanah 2.050 hektar sudah terdaftar dan mendapat sertifikat Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) atas saran Menteri LHK Ibu Siti Bakar saat pertemuan langsung masyarakat adat Lamtoras di Bandara Kualanamu, usai perayaan Hari Bumi, 22 April 2018.
Lucunya atas laporan TPL, pihak TPL ingin menguasai tanah adat tersebut dengan meminta bantuan aparat negara, yaitu: kepolisian dan TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Dulu tentara (ABRI) masuk desa untuk membangun infrastruktur seperti jalan, saluran irigasi, dan sebagainya. Kali ini, Kodim Simalungun dan Polres Simalungun datang ke tengah masyarakat adat Sihaporas, di kawasan Danau Toba, bukan untuk membangun, melainkan menghalau mereka atas nama laporan TPL.
- Tahun 2002 = polisi + TPL tangkap 1 petani.
- Tahun 2004 = polisi + TPL penjarakan 2 warga.
- Tahun 2019 = polisi + TPL penjarakan 2 warga.
Masyarakat adat tidak dapat berjuang sendiri. Karena itu, mereka butuh dukungan kita terutama Saudara-saudari yang berasal dari masyarakat adat ini dan berada di perantauan, baik di Indonesia maupun luar negeri. Mari berikan dukungan kita semampu yang kita bisa berikan dan lakukan untuk perlawanan masyarakat adat.
Sebagai gambaran tentang perjuangan masyarakat adat ini, Saudara dapat menyaksikan video di bawah ini dan sebuah nyanyian ratapan dapat Saudara rasakan jeritan masyarakat adat atas tanah adat mereka.
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan