JAKARTA, DanauToba.org — Embrio pembentukan Tim Litigasi didiskusikan pada Diskusi Kamisan hampir dua tahun lalu, tepatnya Kamis (14/04/2016). Ketika itu, semua peserta diskusi sepakat membentuk Tim Litigasi, Non Litigasi, dan Tim Komunikasi Danau Toba Tanpa Keramba, di bawah koordinasi Departemen Hukum dan Agraria Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT). Sandi Situngkir, SH, MH, adalah Ketua dari Departemen tersebut. Dalam kesempatan Diskusi Kamisan pada Kamis (8/3/2018) di Sekretariat YPDT, Jakarta, Tim Litigasi YPDT memaparkan perkembangan upaya hukum dari YPDT dalam menggugat 2 (dua) perusahaan besar pencemar perairan Danau Toba.
Paparan tersebut dipandu Pdt Marihot Siahaan, S.Th (Sekretaris YPDT) dan pemantik diskusi dari Tim Litigasi, yaitu: Robert Paruhum Siahaan, SH, dan Deka Saputra Saragih, SH, MH.
Sejauh manakah perjalanan Tim Litigasi tersebut? Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan Sekretariat dan Humas YPDT serta Tim Litigasi, kita dapat melihat perjalanannya sebagai berikut:
Drs Maruap Siahaan, MBA (Ketua Umum YPDT) dan Andaru Satnyoto, S.IP, M.Si (Sekretaris Umum YPDT) mewakili Pengurus YPDT, mengangkat Tim Litigasi, Tim Non Litigasi, dan Tim Komunikasi Danau Toba Tanpa Keramba. Saat itu Robert Paruhum Siahaan, SH menjadi Ketua Tim Litigasi dan Dr Ronsen Pasaribu menjadi Ketua Tim Non Litigasi. Sementara itu, Tim Komunikasi Danau Toba Tanpa Keramba dikerjakan melalui Sekretariat dan Humas YPDT.
Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan tentang pegangkatan Tim-tim tersebut, Tim Litigasi secara intensif bekerja mempersiapkan dokumen-dokumen, surat-surat, dan rancangan gugatan-gugatan dengan tetap menunggu upaya pemerintah merealisasikan komitmennya memulihkan kondisi perairan Danau Toba sampai dengan Desember 2016. Dalam kenyataannya, realisasi tersebut tidak terwujud.
Sementara Tim Litigasi bekerja, YPDT juga bekerjasama dengan PT Sucofindo (lembaga riset independen) mengambil sampel (contoh) air Danau Toba di 11 (sebelas) titik koordinat geografis yang berada di dekat KJA-KJA PT Aquafarm Nusantara dan PT Suri Tani Pemuka. Pengambilan sampel tersebut dilakukan pada Kamis (10/11/2016). Hasil analisis Sucofindo menyatakan bahwa air Danau Toba tercemar (Laporan Analisis Sucofindo dengan nomor Sertifikat 09289/CLACAJ, tertanggal 20 Desember 2016).
Dalam melakukan upaya hukum, YPDT menjalani 3 (tiga) persidangan, antara lain:
- Sidang Sengketa Informasi Publik dilaksanakan di Komisi Informasi Pusat (KIP) dari Kamis (16/2/2017) hingga amar putusan pada Senin (15/5/2017). Dalam amar putusan tersebut Majelis Komisioner KIP meminta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membuka informasi izin usaha dan izin perluasan PT Aquafarm Nusantara di Perairan Danau Toba kepada YPDT.
- Sidang Gugatan YPDT terhadap izin usaha KJA PT Suri Tani Pemuka di PTUN Medan sejak Senin (23/1/2017) hingga Senin (5/6/2017) dalam perkara No. 13/G/LH/2017/PTUN-MDN dan No. 14/G/LH/2017/PTUN-MDN. Namun, karena ada kebohongan yang dilakukan pihak Tergugat, maka Sidang dinyatakan N.O. (Batal demi Hukum). Setelah itu, YPDT memasukkan lagi gugatan baru pada hari yang sama setelah usai Sidang.
- Sidang Gugatan YPDT di PN Balige sejak Selasa (21/2/2017) hingga putusan Majelis Hakim mengabulkan pencabutan Gugatan YPDT pada Senin (5/6/2017).
- Dalam Perkara No. 76/G/LH/2017/PTUN-MDN dan Perkara No. 77/G/LH/2017/PTUN-MDN, Gugatan YPDT dikabulkan oleh Majelis Hakim PTUN Medan pada Kamis (7/11/2017). Sidang di PTUN Medan ini berlangsung sejak Senin (3/7/2017). Pihak yang kalah, PT Suri Tani Pemuka tidak boleh lagi melakukan kegiatan budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPTPM) Kabupaten Simalungun harus mencabut izin PT Suri Tani Pemuka.
- Sidang Gugatan YPDT terhadap izin PT Aquafarm Nusantara di PTUN Jakarta sejak Jumat (11/8/2017) hingga berita ini dipublikasi hari ini, Jumat (9/3/2018), sidang masih berlanjut.
- Sidang Gugatan Organisasi Lingkungan Hidup (OLH) YPDT di PN Jakarta Pusat sejak Selasa (10/10/2017) hingga berita ini dipublikasi hari ini, Jumat (9/3/2018), sidang masih berlanjut.
Terkait dengan masalah perizinan budi daya perikanan KJA (Keramba Jaring Apung) di perairan Danau Toba, YPDT memasukkan gugatannya terhadap perusahaan-perusahaan KJA yang diduga mencemari perairan Danau Toba. Gugatan pertama didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, pada Senin (23/1/2017) dengan perkara No. 13/G/LH/2017/PTUN-MDN dan No. 14/G/LH/2017/PTUN-MDN yaitu pencabutan Izin Usaha Perikanan PT. Suri Tani Pemuka yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Simalungun selaku Pihak Tergugat. Dalam perkara ini, karena menyangkut kepentingan perusahaan, PT. Suri Tani Pemuka mengajukan diri selaku Pihak Tergugat II Intervensi. Setelah ke PTUN, YPDT melaporkan pula kasus pencemaran air Danau Toba ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara maupun ke Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara.
Berikutnya, YPDT telah memasukkan gugatannya ke Pengadilan Negeri (PN) Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara, pada Selasa (21/2/2017). YPDT mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan mekanisme Organisasi Lingkungan Hidup (OLH) terhadap PT Aquafarm Nusantara (Tergugat I), PT Suri Tani Pemuka (Tergugat II), Gubernur Provinsi Sumatera Utara (Tergugat III), Bupati Kabupaten Simalungun (Tergugat IV), Bupati Kabupaten Samosir (Tergugat V), dan Bupati Kabupaten Toba Samosir (Tergugat VI) di Kepaniteraan Muda Perdata Pengadilan Negeri Balige. Gugatan tersebut menuntut pemulihan lingkungan hidup (recovery) mengenai adanya pencemaran air lingkungan hidup pada Kawasan Danau Toba. Gugatan ini teregistrasi dengan Nomor Perkara 7/Pdt.G/2017/PN.Blg.
Pada proses perjalanan Sidang TUN Medan dengan Perkara No. 13/G/LH/2017/PTUN-MDN dan No. 14/G/LH/2017/PTUN-MDN, ada kecurangan yang dilakukan pihak Tergugat. Pada proses dismissal, Tergugat menunjukkan obyek sengketa asli, Nomor: 188.45/503/648/IUP/BPPT-PM/2014 (Perkara No. 13/G/LH/2017/PTUN-MDN) dan Nomor: 188.45/503/650/IUP/BPPT-PM/2014 (Perkara No. 14/G/LH/2017/PTUN-MDN). Namun, beberapa kali sidang berikutnya, pihak Tergugat menyatakan bahwa dua obyek sengketa sudah diganti. Nomor: 188.45/503/648/IUP/BPPT-PM/2014 diganti dengan Nomor: 188.45/503/938/IUP/BPPT/2015 tertanggal 31 Agustus 2015 dan diganti lagi dengan Nomor: 188.45/503/1106/IUP/BPPT/2015 tertanggal 26 Oktober 2015. Sedangkan, Nomor: 188.45/503/650/IUP/BPPT-PM/2014 diganti dengan Nomor: 188.45/503/936/IUP/BPPT-PM/2015 tertanggal 31 Agustus 2015 dan diganti lagi dengan Nomor: 188.45/503/1104/IUP/BPPT/2015 tertanggal 26 Oktober 2015.
Akibat perbedaan obyek sengketa yang digugat YPDT itu berbeda dengan obyek sengketa yang disampaikan terakhir oleh Pihat Tergugat, maka putusan Majelis Hakim TUN Medan menyatakan bahwa gugatan YPDT dinyatakan N.O. (Batal demi Hukum).
YPDT tidak menyerah begitu saja atas putusan tersebut. YPDT malah mengajukan gugatan baru ke TUN Medan dengan menggugat:
Pertama, Nomor: 188.45/503/938/IUP/BPPT/2015 tertanggal 31 Agustus 2015 dan Nomor: 188.45/503/1106/IUP/BPPT/2015 tertanggal 26 Oktober 2015 (Perkara No. 76/G/LH/2017/PTUN-MDN).
Kedua, Nomor: 188.45/503/936/IUP/BPPT-PM/2015 tertanggal 31 Agustus 2015 dan Nomor: 188.45/503/1104/IUP/BPPT/2015 tertanggal 26 Oktober 2015 (Perkara No. 77/G/LH/2017/PTUN-MDN).
Sementara itu, permohonan YPDT mencabut gugatannya pada perkara No. 7/Pdt.G/2017/PN.Blg di PN Balige dikabulkan dan ditetapkan pada Senin (5/6/2017). Alasan YPDT mencabut gugatannya karena YPDT akan menambah satu pihak lagi yang digugat, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
YPDT juga melaporkan PT Aquafarm Nusantara dan PT Suri Tani Pemuka ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri) karena diduga telah mencemari air Danau Toba. Laporan tersebut disampaikan pada Rabu (19/07/2017) pukul 11.00 WIB. Laporan ini sudah dibuatkan dalam bentuk Laporan Polisi Nomor 706/VII/2017/Bareskrim yang bersifat pro justitia.
Setelah pelaporan di Bareskrim Polri selesai, YPDT menyambangi Kementerian Kelautan dan Perikanan RI di Gedung Mina Bahari IV lantai 6 untuk melaporkan dugaan pencemaran Danau Toba yang dilakukan dua perusahaan di atas.
Sebelumnya pada 2016 lalu, tepatnya Kamis (13/10/2016), YPDT telah mengirimkan surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Melalui surat Nomor 037/YPDT-Lit S/X/2016, YPDT memohon bantuan KPK untuk mengawasi Pemerintah Pusat dan Daerah yang cenderung melindungi aktivitas perusahaan-perusahaan yang menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup di Sumatera Utara, khususnya di Kawasan Danau Toba (KDT).
“Ini artinya YPDT telah melakukan upaya hukum secara menyeluruh,” tandas Deka Saputra Saragih, SH, MH.
Menjelang Natal, Gugatan YPDT di PTUN Medan dikabulkan. Putusan untuk Perkara No. 76/G/LH/2017/PTUN-MDN dan No. 77/G/LH/2017/PTUN-MDN tersebut diterbitkan pada Kamis (7/12/2017). Setelah itu, Pihak PT Suri Tani Pemuka mengajukan banding pada Rabu (20/12/2017) terhadap kedua Putusan tersebut. Namun, pada Senin (29/12/2017) PT Suri Tani Pemuka mencabut bandingnya. Alasan pencabutan banding tersebut tidak disampaikan dalam surat tersebut.
Dengan adanya pencabutan permohonan banding oleh PT Suri Tani Pemuka, maka ini sudah pasti bahwa Putusan Perkara 76 dan 77 PTUN Medan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap.
Meskipun YPDT telah menang gugatan di PTUN Medan, ini bukan berarti pihak perusak lingkungan dapat lenggang begitu saja. Karena itu, gugatan OLH menjadi penting untuk menghukum para pencemar lingkungan hidup (PT Aquafarm Nusantara dan PT Suri Tani Pemuka) membayar ganti kerugian untuk melestarikan kembali Danau Toba.
Deka Saputra Saragih menjelaskan bahwa dasar gugatan YPDT sederhana saja, antara lain:
- Kualitas air Danau Toba sebelum adanya kegiatan KJA PT. Aquafarm Nusantara dan PT. Suri Tani Pemuka.
- Kualitas air Danau Toba setelah adanya kegiatan KJA PT. Aquafarm Nusantara dan PT. Suri Tani Pemuka.
- Dengan membandingkan butir 1 dan 2 terbukti ada pencemaran.
Pada butir 1 kualitas air Danau Toba masih kelas 1, yaitu diperuntukkan untuk air minum berdasarkan Peraturan Gubernur Sumut Pasal 5 ayat (1) Tahun 2009. Sementara pada butir 2 kualitas air Danau Toba bukan kelas 1 lagi.
Di akhir paparannya, Robert Paruhum Siahaan dan Deka Saputra Saragih menyatakan bahwa doa menjadi kekuatan kita dalam menjalani proses hukum yang sangat berat ini. Hal ini berat karena yang kita hadapi 2 (dua) perusahaan besar yang notabene diduga menyusup “mafia” di dalamnya.
Menanggapi paparan Tim Litigasi, Togu Manurung berpendapat bahwa YPDT berusaha mengembalikan kualitas air Danau Toba yang sudah tercemar itu menjadi kualitas kelas 1 sedia kala. Ini adalah pekerjaan besar dan semata-mata pekerjaan tersebut tidak semuanya mampu dipegang YPDT. Karena itu, kita harus mampu mengajak semua pihak terlibat dalam memulihkan Danau Toba, baik pihak pemerintah, lembaga-lembaga, maupun masyarakat.
Togu Manurung juga bertanya, bagaimana dengan KJA milik masyarakat? Robert Paruhum Siahaan menjelaskan kalau 2 perusahaan besar tersebut sudah tidak beroperasi lagi di perairan Danau Toba, maka pemerintah lokal dapat menyuruh para pemilik KJA tersebut menutup KJAnya untuk kepentingan pemulihan Danau Toba.
Diskusi Kamisan ini dihadiri: Berlin Situngkir, Deka Saputra Saragih, Try Sarmedi Saragih, Judika Malau, Joyce S. Manik, Pdt Tiapul Hutahaean, Aderson Situngkir, Jhohannes Marbun, Hank van Apeldoorn, Pdt Marihot Siahaan, Maruap Siahaan, Hojot Marluga, David Sibarani, Robert Paruhum Siahaan, Mangasi Sihombing, Susi Rio Panjaitan, Abrianto Lumban Gaol, Togu Manurung, Dany Tupama Saragih, Rio Pangaribuan, Angelo Pardosi, dan Boy Tonggor Siahaan. (BTS)