JAKARTA, DanauToba.org ─ Sampah merupakan salah satu permasalahan yang masih belum terselesaikan di kawasan Danau Toba. Hampir di setiap titik di sepanjang pantai maupun perkampungan di pinggir Danau Toba, kita temukan sampah berserakan maupun menumpuk. Ketika saya mengunjungi daerah Bakara di Humbang Hasundutan pertengahan April 2017 lalu, sampah juga masih bagian dari persoalan.
Kita melihat di beberapa tempat kesadaran individu mulai tumbuh melalui kegiatan pembersihan pekarangan rumah, beberapa tempat umum, dan kelompok anak sekolah SMA Negeri 1 Baktiraja memiliki komunitas Gerakan Aku Cinta Danau Toba (GACDT) di mana salah satu kegiatannya adalah kebersihan lingkungan, yaitu: mengumpulkan sampah berserakan di sekolah maupun tempat-tempat umum lainnya. Walaupun demikian tetap saja belum menyelesaikan permasalahan yang sesungguhnya. Sebab sampah yang telah dikumpulkan tetap teronggok dan pada akhirnya kembali berserakan. Bahkan ada yang kemudian ditumpuk di pinggir danau di Dermaga Baktiraja. Tentu kejadian ini tidak hanya di Baktiraja, tetapi hampir di seluruh Kawasan Danau Toba.
Permasalahan sampah ini pernah pula didiskusikan pada acara Diskusi Kamisan YPDT “Membisniskan Sampah atau Limbah Rumah Tangga di Kawasan Danau Toba” pada Kamis (20/10/2016) lalu. Ketika itu, Saut Marpaung diminta sebagai pemantik diskusi, namun batal hadir karena masih ada keperluan di Surabaya. Forum diskusi menyepakati bahwa sampah menjadi masalah yang sampai saat ini belum dikelola secara baik di Kawasan Danau Toba.
Di beberapa daerah, permasalahan sampah ini menjadi permasalahan serius untuk diselesaikan. Sebut saja di kota Yogyakarta, tersebar beberapa Bank Sampah, baik di kabupaten maupun di kota Yogyakarta. Demikian pula di daerah Malang, Surabaya, dan beberapa kota lainnya di Pulau Jawa. Tidak ketinggalan Kota Samarinda di Provinsi Kalimantan Timur. Pemerintahan Daerah Kalimantan Timur bahkan telah membuat Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah tertanggal 24 Januari 2011. Sebagai implementasinya, Pemkot Samarinda melakukan sosialisasi dan pendidikan kepada masyarakat, menyediakan fasilitas-fasilitas tempat pembuangan maupun pengelolaan sampah, dan juga penegakan hukum bagi pelanggarnya. Khusus penegakan hukum, 39 warga pernah diadili dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda pada 7 November 2013 karena warga tersebut ketahuan oleh petugas razia membuang sampah di luar jam yang sudah ditentukan, yaitu: antara pukul 18.00 sampai dengan 06.00 pagi waktu setempat dalam Perda Kota Samarinda Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah (tribunnews online, 7/11/2013). Pernah pula dilakukan Operasi Yustisi sebagaimana diberitakan Kompas Online (20/05/2014) terjaring 65 warga Samarinda yang kedapatan melakukan pelanggaran membuang sampah di luar jam yang ditentukan.
Lain lubuk, maka lain pula ikannya. Di Kota Prabumulih, Provinsi Sumatera Selatan punya pengalaman berbeda. Berdasarkan diskusi dengan Pengurus Bank Sampah Prabumulih pada 17 Mei 2017, saya mendapatkan beberapa pengalaman menarik. Sekelompok anak muda yang tergabung di Prabu Ijo Community memulai kegiatan usaha Bank Sampah, berawal dari kebencian terhadap sampah yang ada di halaman rumahnya. Sampah rumah tangga yang sudah ditumpuk di depan rumah tidak diambil oleh petugas sampah, lalu berserakan dan menimbulkan bau busuk serta berujung penyakit. Tidak tahan dengan kondisi yang ada, maka sekelompok anak muda tersebut berinisiatif mencari tahu bagaimana mengelola dan memanfaatkan sampah rumah tangga. Awalnya sampah rumah tangga (dapur-red) organik diolah menjadi pupuk kompos dan kemudian berkembang mengelola sampah anorganik, seperti plastik, kaca, aluminium, dan bahan sejenis lainnya.
Prabu Ijo Community memiliki motto “Kalu Dak Pacak Dilawan, Ajak Bekawan” atau dalam bahasa Indonesia dikatakan bahwa ‘Kalau tidak bisa dilawan, ajak berkawan’. Berkat usaha dan kerja kerasnya, Saat ini, Prabu Ijo Community telah meningkatkan pengelolaan sampah dengan membentuk Bank Sampah. Langkah ini didukung penuh oleh Walikota Prabumulih dengan menjadikan Bank Sampah tersebut sebagai Bank Sampah Induk Kota Prabumulih. Bank Sampah Induk tersebut telah memiliki 33 unit dengan jumlah nasabah sekitar 3.000 orang yang tersebar di kelurahan-kelurahan kota Prabumulih, termasuk sekolah-sekolah. Demi memacu semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan kota, Walikota Prabumulih mendukung dengan cara memberikan hadiah utama motor (dan banyak hadiah pendukung lainnya-red) kepada para Nasabah yang menabung di Bank Sampah pada akhir tahun 2017 ke depan.
Belajar dari daerah yang telah memulai usaha pengelolaan sampah sebagaimana disebutkan di atas, ada dua pendekatan yang bisa mengawali usaha pengelolaan sampah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah di Kawasan Danau Toba. Pendekatan pertama adalah Kebijakan Pemerintah Daerah, dan pendekatan kedua adalah kesadaran masyarakat untuk hidup bersih, sehat, dan bermanfaat. Kedua pendekatan tersebut pada prinsipnya harus berjalan dan saling bekerjasama. Dapat dimulai dari masyarakat atau dapat pula diawali dengan membuat kebijakan Pemda terhadap pengelolaan sampah.
Lalu, apa sesungguhnya manfaat yang didapatkan dalam pengelolaan sampah? Sampah sering dikaitkan dengan sumber penyakit, baik fisik maupun non fisik (psikologis). Oleh karena itu, sampah perlu dikelola. Selain mengatasi sumber penyakit, maka sampah ternyata dapat pula menjadi sumber pendapatan masyarakat, dan sekaligus sebagai wahana untuk menyalurkan kreativitas masyarakat.
Sampah anorganik dapat dimanfaatkan sebagai ajang mengasah kreativitas yaitu membuat bunga hias, tas, bingkai foto, keranjang, dan berbagai produk kreatif lain sesuai bahan yang ada. Hasil olahan dapat dijual dengan nilai yang lebih tinggi. Bekas sampah anorganik seperti botol minuman, jirigen, dan bahan sejenis lainnya dapat pula digunakan sebagai wadah untuk pertanian hidroponik. Sampah organik yang berasal dari sampah rumah tangga dapat pula dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Sedangkan sampah sisa yang tidak bisa diolah lagi dapat dikirimkan ke TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Di beberapa titik Kawasan Danau Toba, pemanfaatan sampah sebenarnya sudah mulai dilakukan, pemanfaatan sampah untuk pupuk kompos, sisa-sisa makanan digunakan untuk makanan ternak. Selain itu, upaya pembersihan Danau Toba juga telah diinisiasi oleh beberapa komunitas maupun individu-individu. Contohnya anak-anak SMA Negeri 1 Baktiraja melalui komunitas Gerakan Aku Cinta Danau Toba (GACDT), Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) melalui kegiatan Gerakan Cinta Danau Toba (GCDT) yang telah berjalan 2 (dua) tahun belakangan ini setiap akhir tahun, dan banyak lagi inisiatif yang lahir dari orang-perorangan. Usaha yang telah dilakukan ini, tentu tidak cukup berhenti pada upaya pembersihan sampah semata, tetapi juga meliputi pengelolaannya. Oleh karena itu perlu diorganisir secara baik.
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam pengelolaan sampah, di antaranya:
- Memilah. Pemilahan sampah dapat dilakukan sesuai dengan jenisnya, baik itu sampah organik maupun sampah anorganik. Tindakan yang dilakukan, yaitu: dengan menyediakan fasilitas tempat sampah organik dan anorganik di setiap rumah tangga, kawasan pemukiman, kawasan pariwisata, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya.
- Mengumpulkan. Pengumpulan sampah dilakukan dengan cara menyatukan sampah dari tempat sampah yang telah dipilah menurut jenisnya dan dikumpulkan di satu lokasi yang telah ditentukan di wilayah tersebut sesuai jenisnya. Misalnya di unit Bank Sampah apabila ada atau di Tempat Penampungan Sementara (TPS) di wilayah tersebut.
- Mengangkut. Pengangkutan sampah dilakukan dari tempat sampah yang telah dikumpulkan di TPS (sampah non rumah tangga dari tempat-tempat umum) atau di unit Bank Sampah (sampah rumah tangga) di lokasi tersebut, lalu diangkut ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dan/atau di angkut ke Bank Sampah Pusat untuk jenis sampah rumah tangga. Sampah sisa yang tidak bisa dikelola lagi, maka diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Adapun penanggungjawab pengangkut sampah disesuaikan dengan asal sampah. Pengangkutan Sampah rumah tangga ke Bank Sampah/TPS/TPST menjadi tanggung jawab lembaga pengelola sampah yang dibentuk oleh Rukun Tetangga (RT)/ Rukun Wilayah (RW); Pengangkutan sampah dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan permukiman, dan kawasan khusus ke Bank Sampah/TPS/TPST menjadi tanggung jawab pengelola kawasan. Sedangkan Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab mengangkut sampah dari fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya ke TPS/TPST, dan selanjutnya mengangkut sampah dari Bank Sampah/TPS/TPST sampai ke TPA dengan tetap menjamin terpisahnya sampah sesuai dengan jenis sampah.
- Mengolah. Pengolahan sampah dilakukan dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah yang dilaksanakan di TPS/TPST dan di TPA dengan menggunakan teknologi dan/atau kreativitas maupun keahlian orang-perorang.
- Melakukan pemrosesan akhir sampah. Pemrosesan akhir sampah dilakukan dengan pengembalian sampah dan/atau sisa hasil pengolahan ke media lingkungan secara aman. Hal ini menjadi domainnya Pemerintah/Pemda.
Berdasarkan tahapan tersebut, output dari kegiatan pengelolaan sampah yaitu Lingkungan bersih dan sehat, Kesadaran masyarakat tumbuh, menghasilkan secara ekonomi, dan melatih daya dan kreasi.
Bagaimana dengan kawasan Danau Toba? Apakah Pemda atau kelompok masyarakat yang akan memulai? Tentu kembali pada siapa yang memiliki komitmen dan tergugah kesadarannya.
Penulis: Jhohannes Marbun
Sekretaris Eksekutif Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT)