JAKARTA, DanauToba.org ― Maruap Siahaan sebagai Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) sangat mengapresiasi pihak Kejaksaan Negeri Samosir dan Kepolisian Resort (Polres) Samosir menyebloskan JS (59). JS bersama dengan beberapa orang lainnya tersangkut kasus penganiayaan dua aktivis lingkungan hidup YPDT pada Selasa (15/8/2017) lalu di Desa Silimalombu, Onan Runggu, Kabupaten Samosir. Dua aktivis tersebut adalah Jhohannes Marbun (Sekretaris Eksekutif YPDT) dan Sebastian Hutabarat (Pengurus YPDT Perwakilan Toba Samosir). “Penegakan hukum di Kawasan Danau Toba (KDT) adalah salah satu pilar utama mewujudkan KDT menjadi Kota Berkat di Atas Bukit,” tutur Maruap Siahaan.
Kasus-kasus perusakan lingkungan hidup masih terjadi di KDT dan kebanyakan tidak tuntas selesai secara hukum, seperti galian C, pencemaran air Danau Toba, dan penebangan hutan ilegal. Lebih lanjut Maruap Siahaan menambahkan, “Semua perusak lingkungan hidup di KDT harus diproses pidana dan perdata. Merusak lingkungan hidup adalah kejahatan terhadap lingkungan hidup dan sekaligus kejahatan kemanusiaan.” Di sinilah YPDT konsisten dengan visi dan misinya menyelamatkan dan memulihkan KDT dari pihak-pihak yang merusak lingkungan hidup di KDT.
Kuasa hukum Pelapor/Korban, Sandi E. Situngkir, SH, MH yang juga Ketua Bidang Hukum YPDT menyampaikan bahwa JS sangat tidak kooperatif terhadap upaya pemanggilannya untuk diserahkan Polres Samosir ke Kejaksaan Samosir. Dapat saja JS merasa “the have“, sehingga merasa nyaman dengan situasi tersebut. Selain merasa “the have” di Kabupaten Samosir, JS juga merupakan abang kandung dari Rapidin Simbolon (Bupati Samosir). Meskipun Bupati Samosir sejak awal penanganan perkara ini dengan tegas menyatakan tidak akan menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses hukum abang kandungnya. Rapidin Simbolon justru meminta aparat penegak hukum di Kabupaten Samosir untuk bertindak profesional dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu termasuk ke abang kandung sendiri.
Penyidikan terhadap tersangka JS dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri Samosir. Dalam administrasi Kejaksaan Agung, lengkapnya hasil penyidikan Polres Samosir terhadap tindak pidana dikenal dengan istilah P21 Tahap 2. Polres Samosir menurut KUHAP secepatnya menyerahkan Tersangka berikut bukti-bukti yang ada dalam turunan Berkas Perkara. Rujukan Pasal 140 ayat 1 KUHAP menyatakan, dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan tersebut dapat dilakukan penuntutan. Ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan (lihat Pasal 140 ayat [1] KUHAP).
Dalam perkara JS, Kejari Samosir sebagai Penuntut Umum sudah membuat Surat Dakwaan yang berisi Identitas Terdakwa dan Konstruksi Perbuatan Pidana yang didakwakan untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Balige sesuai ketentuan Pasal Pasal 143 ayat 1 KUHAP, yang menyatakan setelah surat dakwaan dibuat, penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.
Pasca pelimpahan tersangka dari Polres Samosir ke Kejari Samosir, status JS berubah dari tersangka menjadi terdakwa. Perkara ini adalah Tindak Pidana Pengeroyokan dan Penganiayaan seperti diatur dalam Pasal 170 KUHP jo Pasal 352 KUHP, terhadap 2 orang Aktivis Lingkungan Hidup YPDT yang melakukan advokasi terhadap tambang batu yang dimiliki JS.
YPDT memiliki sikap menolak tambang dalam bentuk apapun di Pulau Samosir sebagai Pulau Kaldera Toba yang terbentuk dari letusan Gunung Toba puluhan ribu tahun lalu. Menurut YPDT, terbentuknya Pulau Samosir terdiri dari lempengan bebatuan dan pasir, sehingga apabila dilakukan penambangan batu dapat mengubah struktur tanah di Pulau Samosir. JS dan beberapa karyawannya tidak setuju terhadap advokasi yang dilakukan Jhohanes Marbun dan Sebastian Hutabarat, 2 orang aktivis YPDT yang diutus dari Kantor YPDT di Jakarta.
YPDT sangat kecewa terhadap penanganan perkara ini yang berlarut-larut sampai hampir 2 tahun. Padahal sangat dipahami penanganan perkara tersebut adalah perkara yang tidak sulit. Pada awal penanganan perkara tersebut, JS juga sempat melaporkan kedua aktivis YPDT tersebut dengan tindak pidana pencemaran nama baik di Polres Samosir. Akan tetapi perkara tersebut tidak dilanjutkan dikarenakan YPDT memberikan pemahaman kepada Polres Samosir bahwa OLH dan Aktivis Lingkungan Hidup miliki immunitas menurut UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan tidak dapat dipidana. Perkara tersebut juga pernah dilaporkan oleh kuasa hukum kepada Kadiv. Propam Mabes Polri ketika itu dijabat Irjend. Pol. Martuani Sormin, juga dilaporkan ke Komnas HAM, Kompolnas.
Sebagai kuasa hukum, Sandi Situngkir tetap meminta penanganan perkara tersebut oleh Kejaksaan Negeri Samosir dan Pengadilan Negeri Balige dilakukan menurut hukum yang berlaku dan menjatuhkan hukuman maksimal kepada JS, supaya ada efek jera dan proses pembelajaran bagi masyarakat di KDT. YPDT dan Aktivis Lingkungan Hidup akan mengawal kasus ini sampai hukum benar-benar ditegakkan.
Baca juga:
-
YPDT MEMBENTUK TIM HUKUM MENGUSUT KASUS PELANGGARAN HAM TERHADAP KEDUA AKTIVISNYA
- PERKARA KASUS PENGANIAYAAN PENGURUS YPDT DIPINDAHKAN KE POLDA SUMUT
Pewarta: Humas YPDT