JAKARTA, DanauToba.org ― Kehadiran para tergugat (pemerintah) tentunya sangat mengejutkan karena kemunculannya kompak dan beramai-ramai pada sidang lanjutan pada Selasa (29/1/2019) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Pada persidangan sebelumnya tidak satupun yang hadir setelah dilakukan pemanggilan resmi oleh PN Jakarta Pusat.
Pemandangan yang berbeda pada persidangan kali ini Pemerintah (Para Tergugat) beramai-ramai hadir di persidangan, sedangkan pada sidang pertama hanya dihadiri Tergugat I dan pada sidang kedua dan ketiga sama sekali tidak dihadiri oleh Para Tergugat.
Try Sarmedi Saragih, SH, MH, selaku anggota Tim Litigasi YPDT (Yayasan Pencinta Danau Toba) menanggapinya: “Sikap Pemerintah pada tiga persidangan sebelumnya menjadi citra negatif ditunjukkan Pemerintah yang mangkir setelah dilakukan pemanggilan secara resmi oleh PN Jakarta Pusat. Pada persidangan keempat, Pemerintah kompak dan beramai-ramai hadir di muka persidangan. Ini menjadi pertanyaan besar. Apakah ketidakhadiran dan kehadiran Pemerintah sudah dirancang dan disepakat bersama?”
Sidang lanjutan ini adalah pemeriksaan kelengkapan data dari Surat Kuasa oleh Kuasa Hukum para tergugat. Bersamaan hal tersebut, penggugat mengajukan surat untuk menghapus 2 poin posita gugatan dan diterima oleh Majelis Hakim serta diberikan paraf.
Menurut Robert Paruhum Siahaan, SH, selaku Ketua Tim Litigasi YPDT, menyatakan bahwa penggugat (YPDT) menghapus 2 poin posita tersebut karena tidak memiliki korelasi dengan pihak-pihak pemerintahan yang digugat.
[Slideshow "pn-jakpus-2019-01-29" not found]
Dalam sidang, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada pemohon intervensi, yakni: PT Aquafarm Nusantara (anak perusahaan Regal Spring dari Swiss) untuk menghadap ke depan Majelis Hakim karena pada persidangan sebelumnya pemohon mengajukan gugatan permohonan intervensi, tetapi Majelis Hakim belum memperbolehkannya untuk masuk di persidangan.
Robert Paruhum Siahaan, SH, mempertanyakan legal standing dari pemohon intervensi karena pemohon itu sendiri bingung atas permohonannya pada Petitum yang meminta untuk masuk sebagai Tergugat Intervensi/Turut Tergugat Intervensi. “Permohonan intervensi sama sekali tidak berdasar karena dalil yang digunakan bias (rancu) dan tidak menyentuh pada pokok perkara serta tidak ada kepentingan dari pemohon intervensi untuk masuk ke dalam gugatan aquo,” ujarnya.
Ketua Majelis Hakim meminta kepada penggugat dan para tergugat untuk menanggapi permohonan intervensi yang diajukan oleh pemohon intervensi dan membawa bukti awal di persidangan berikutnya pada Selasa (12/02/2019).
Maruap Siahaan (Ketua Umum YPDT) secara terpisah menanggapi: “Kehadiran Pemerintah di persidangan sungguh diperlukan untuk melihat keseriusannya mengatasi masalah pencemaran Danau Toba. Apalagi baru-baru ini beredar berita viral tentang penemuan bangkai ikan dalam karung-karung yang ditenggelamkan ke dasar Danau Toba. Di sinilah kepedulian itu harus dimulai dari hati apalagi di dalam tindakan. Pengawasan pemerintah bertujuan untuk pencegahan.”
Sidang lanjutan Gugatan Organisasi Lingkungan Hidup (OLH) yang diajukan YPDT dihadiri Kuasa Hukum Penggugat (YPDT), yakni: Robert Paruhum Siahaan, SH, Deka Saputra Saragih, SH, MH, Try Sarmedi Saragih, SH, MH, dan Hermanto Siahaan, SH, serta didampingi Jhohannes Marbun (Sekretaris Eksekutif) mewakili Pengurus YPDT.
Para Tergugat di antaranya: Tergugat I (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Tergugat II (Gubernur Sumatera Utara), Tergugat III (Bupati Kabupaten Simalungun), Tergugat IV (Bupati Kabupaten Samosir), dan Tergugat V (Bupati Kabupaten Samosir).
Majelis Hakim yang memimpin persidangan adalah Diah Siti Basariah, SH, MHum, Sunarso, SH, MH, Duta Baskara, SH, MH dan Panitera Pengganti adalah Mardiaha, SH.