SAMOSIR, DanauToba.org — Pemeriksaan korban, Jhohannes Marbun, di Polres Samosir terkesan didikte penyidik. “Saya keberatan dengan pasal 351 ayat (1) saja. Sebab di kronologi sudah jelas-jelas menceritakan bahwa ada pelaku-pelaku lain termasuk yang tidak memukul, tetapi menarik tangan dan baju saya,” tegas Jhohannes Marbun saat usai memberikan seluruh keterangan dan membacakan kembali BAP (Berita Acara Penyidikan) pada Jumat (3/11/2017).
Penyidik berkeras dengan mengatakan bahwa hal itu nanti akan dibuat pada poin kesimpulan setelah informasi dari saksi lain dikonfrontasikan (diperadukan satu sama lain), dan bukan di BAP korban.
Melihat sikap penyidik yang terkesan berat sebelah, korban mengulur waktu dan mengambil kesempatan menghubungi Sandi E. Situngkir, SH, MH, selaku Kuasa Hukum dan Ketua Tim Advokasi Perlindungan Masyarakat Danau Toba (TAPMADATO). Sandi menyatakan bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku sesuai dengan ketentuan Pasal 55 KUHP, yang mengatur turut serta pelaku lainnya.
Sesuai petunjuk Kejaksaan Negeri Samosir sebagai Penuntut sudah meminta Penyidik untuk mencari pelaku lainnya, tetapi Polres Samosir tidak mau melaksanakannya. Bahkan penyidik juga tidak mau mencantumkan, permintaan saksi korban yang menyampaikan agar ditambahkan bahwasannya ia keberatan pasal 170 KUHP tidak dimasukkan oleh penyidik.
Melihat situasi demikian, penyidik masih sempat ngotot mengatakan tidak perlu. Tidak berapa lama berselang masuklah senior-senior penyidik termasuk Ipda Pol Jonly H. W. Purba untuk menanyakan apakah sudah selesai BAPnya. Penyidik mengatakan tinggal menandatangani.
Saat itulah korban mengutarakan kembali agar keberatannya terhadap pasal 351 (1) dan perlu memasukkan pasal 170 tentang pengeroyokan. Ipda Pol Jonly H. W. Purba, selaku pimpinan mereka, mengatakan masukkan saja, karena sudah disebutkan ada pihak-pihak lain yang turut melakukan pemukulan secara bersama-sama.
Setelah itu dipenuhi, korban akhirnya menandatangani BAP sebagai tambahan dari BAP terdahulu.
Jhohannes Marbun sebagai korban pemukulan yang dilakukan Jautir Simbolon (JS) dkk memberi keterangan tambahan secara detail kepada penyidik Polres Samosir, atas nama Bripda Roden Turnip. Pemeriksaan berlangsung pada Jumat (3/11/2017) dari pukul 13.00-19.30 WIB. Turut hadir juga korban lain, Sebastian Hutabarat.
Pada hari itu, sebenarnya pihak Polres Samosir juga sudah mengundang 13 orang saksi baik pelaku pemukulan maupun masyarakat yang diduga melihat kejadian untuk dilakukan konfrontasi. Namun ke-13 saksi tersebut tidak hadir, dan akan menjadwalkan ulang agar hadir pada Senin (6/11/2017). Jhohannes Marbun dan Sebastian Hutabarat diminta juga hadir.
Kasus penganiayaan terhadap Sebastian Hutabarat dan Jhohannes Marbun terjadi sejak Selasa (15/8/2017) di lokasi Galian C tempat beroperasinya penambangan batu, Desa Silimalombu, Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir. JS dkk menganiaya secara beramai-ramai aktivis lingkungan hidup dari Yayasan Pencinta Danau Toba di lokasi tambang sesaat usai diskusi dan berpamitan dengan bersalaman dengan JS. (BTS)
Baca juga:
-
POLISI TETAPKAN TERSANGKA PENGEROYOKAN DI SILIMALOMBU, DUA KORBAN DIMINTAI KETERANGAN LANJUT
- KOMNAS HAM DAN PROPAM POLRI MENINDAKLANJUTI KASUS PEMUKULAN 2 AKTIVIS LINGKUNGAN HIDUP
- KAPOLRES SAMOSIR DILAPORKAN KARENA DUGAAN KRIMINALISASI 2 AKTIVIS YPDT
- YPDT DIDUKUNG PABAYO, SIPARTOGI, DAN PROTECTION INTERNATIONAL DEFENDER BENTUK TIM HUKUM TANGANI KASUS 2 KORBAN PEMUKULAN DI SAMOSIR
- KRONOLOGI PEMUKULAN, PENGEROYOKAN, DAN PENAHANAN JHOHANNES MARBUN DAN SEBASTIAN HUTABARAT OLEH PENGUSAHA DAN PEKERJA TAMBANG BATU DI SAMOSIR