JAKARTA, DanauToba.org ― “Pembangunan pariwisata di Kawasan Danau Toba (KDT) bukan sekadar pembangunan berbasis infrastruktur, tetapi pembangunan berbasis budaya, Ini seharusnya menjadi prioritas utama,” tegas Maruap Siahaan (Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba). Hal tersebut menjadi inti percakapan dalam Diskusi Kamisan yang diselenggarakan Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) pada Kamis malam (13/7/2017).
Diskusi Kamisan ini menghadirkan Andhy M. T. Marpaung, SH (Plt. Kabag Kepegawaian, Hukum, dan Umum/PIC Destinasi Danau Toba Kementerian Pariwisata RI) sebagai pemantik diskusi dan Andaru Satnyoto (Sekum YPDT) sebagai pemrasaran (moderator). Topik diskusi yang diusung adalah Menumbuhkan Pelayanan dan Fasilitas Prima untuk Mendukung Pariwisata Danau Toba.
Sejak Pemerintah Jokowi menetapkan Danau Toba sebagai prioritas pariwisata di Indonesia (2015) dan mengeluarkan Peraturan Presiden No. 49 Tahun 2016 Tentang Badan Pariwisata Otorita Danau Toba (BPODT), tampaknya pembangunan pariwisata di Kawasan Danau Toba (KDT) masih simpang-siur.
“Pandangan masyarakat di KDT memang masih simpang siur. Pembangunan pariwisata di KDT ini mau dibawa ke mana?” kata Ketum YPDT. Hal itulah yang menyebabkan pembangunan pariwisata di KDT belum terlihat sinergis dan cenderung berjalan sendiri-sendiri.
Pemerintah belum mampu menangkap keinginan masyarakat Batak di KDT. Pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan fisik (infrastruktur dan lain-lain), sementara masyarakat masih belum siap menerima pembangunan pariwisata. Ada yang kurang diperhatikan pemerintah, yaitu budaya Batak yang masih kuat di KDT.
Menurut Presiden Jokowi, faktor budaya merupakan prosentase tertinggi (65%) dari keseluruhan daya tarik pariwisata. Selanjutnya, menyusul faktor alam (30%), dan faktor buatan manusia (5%), seperti infrastruktur, fasilitas umum, dan lain-lain.
Namun, dalam kenyataannya faktor buatan manusia yang hanya 5% itu lebih diutamakan. Sementara, faktor budaya yang tertinggi nilai prosentasenya (65%) tidak menjadi prioritas pemerintah. Demikian tegas Maruap Siahaan.
Baca juga: MENGAPA PIHAK ASING BUKAN KITA YANG MEMBANGUN DI KAWASAN DANAU TOBA?
“Bagaimana kita membangun pariwisata di KDT tanpa mengganggu (dan bahkan merusak, red.) budaya Batak?” tanya Maruap Siahaan. Roh atau spirit pembangunan pariwisata itu ada di faktor budaya dan alam, bukan faktor buatan manusia. “Inilah yang kurang disentuh pemerintah. Kearifan lokal dan budaya setempat seharusnya dibangun terlebih dahulu dan menjadi prioritas. Pemerintah seharusnya membangun pariwisata yang berbasis budaya di masyarakat. Inilah yang disuarakan YPDT kepada pemerintah,” ungkap Ketum YPDT.
Tampaknya Ketum YPDT menyampaikan pesan tersebut kepada Pemerintah, khususnya Kementerian Pariwisata, melalui Pak Andhy. Pak Andhy pun sudah mencatatnya.
Sebagai pemantik diskusi, Pak Andhy memberikan catatan penting bagaimana memahami pariwisata secara praktis. Ada 3 (tiga) komponen utama pada pariwisata, yaitu: wisatawan, destinasi, dan pelaku usaha.
Destinasi wisata sudah kita ketahui sebagaimana yang dijelaskan di atas, yaitu: budaya, alam, dan buatan manusia.
Pelaku usaha memiliki kedudukan yang sama penting seperti destinasi wisata. Pelaku wisata ini adalah masyarakat dan sumber daya manusia (SDM).
Danau Toba sebagai destinasi wisata memiliki keindahan alam yang luarbiasa dan fenomenal. Masyarakat di KDT pun memiliki budaya yang tinggi. Masyarakat Batak sejak dahulu kala memang memiliki budaya yang tinggi karena memiliki tradisi adat-istiadat, bahasa, aksara, dan sistem penanggalan.
Masyarakat Batak di KDT harus menyadari bahwa mereka berbudaya tinggi. Ini menjadi potensi besar dalam mengembangkan pariwisata di KDT. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah mendukung pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur yang menunjang destinasi wisata budaya di masyarakat.
Menurut Andhy Marpaung, pemerintah sudah membangun beberapa infrastruktur yang menunjang destinasi wisata di KDT, seperti misalnya Bandara Silangit. Pemerintah saat ini sedang mempersiapkan pembangunan jalan tol di KDT dan meningkatkan fungsi Silangit menjadi Bandara Internasional. Rencananya pada bulan September 2017 Bandara Silangit akan diresmikan oleh Presiden Jokowi sebagai Bandara Internasional. Pemerintah menargetkan 20 juta turis mancanegara per tahun berkunjung ke Danau Toba.
Masyarakat di KDT sebagai pelaku usaha pariwisata perlu dipersiapkan, terutama dalam melayani wisatawan. Dalam melayani wisatawan, Andhy Marpaung menyampaikan tips CTARN (Cepat, Tepat, Aman, Ramah-tamah, dan Nyaman).
“Kementerian Pariwisata sedang mengembangkan Pariwisata Berbasis Masyarakat (CBT),“ kata staf Kemenpar dan penanggung jawab (PIC) Destinasi Pariwisata Danau Toba ini. Pariwisata berbasis masyarakat adalah salah satu perwujudan pariwisata yang memberdayakan masyarakat untuk mengelola pertumbuhan pariwisata dan mewujudkan aspirasi masyarakat yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat, termasuk ekonomi, sosial dan pengembangan lingkungan berkelanjutan.
Amsa Sitanggang setuju dengan adanya CBT di KDT. Seperti di Bali, katanya, ada model Bali Tourism Development Corporation (BTDC) di Bali yang mengelola sumber air bersih, limbah air kotor, dan sampah. Di sekitar Danau Toba, ada beberapa lokasi destinasi wisata yang sebaiknya dikelola kelompok masyarakat (CBT) terkait pengelolaan air bersih dan limbah. Sebagai contoh, di Haranggaol, Muara, Pusuk Buhit, dan Parapat terdapat CBT-CBT yang berdiri sendiri (independen).
Mian Simanjuntak menyatakan bahwa untuk mempromosikan pariwisata di KDT, maka Danau Toba perlu dibranding terlebih dahulu. Dahulu Danau Toba punya branding “tarbarita tu luat portibian aek natio”. “Namun saat ini apa branding untuk pariwisata Danau Toba?” tanya Mian. Mian kemudian mencontohkan Noken brandingnya Papua Indonesia. Potensi herritage sebagaimana Noken di Papua, sangat perlu dikelola secara baik sebagai potensi pariwisata di kawasan Danau Toba. Setelah itu, kita fokus membangun SDM. SDM harus diperhatikan, termasuk keberlanjutan suatu event, keamanan dan kenyamanan para pengunjung, dan pusat informasi. Di Bandara Silangit sebagai gerbang pariwisata internasional sangat penting dibuat pusat informasi. Hal sederhana, brosur harus ada di tempat itu.”tegas Mian yang malang melintang di dunia pariwisata ini.
“Mempromosikan pariwisata di KDT memang penting, tetapi sebelum promosi ke negara lain, perlu disosialisasikan dulu ke masyarakat, sehingga ada persiapan,” tanggap Lambok Sianipar.
Bicara soal SDM, ada baiknya pihak Kemenpar juga memberikan pelatihan-pelatihan bagaimana melayani tamu/pengunjung dan penyajian masakan luar negeri, seperti pizza, sau chi, dan lain-lain. Kelompok praktisi, yang notabene juga sebagai pelaku wisata, masih kurang diperhatikan pemerintah. Sebagai contoh, pengusaha kacang Sihobuk masih kurang mempertimbangkan kemasannya. Demikian ungkap Adolf Siregar.
Jhohannes Marbun menambahkan bahwa Pembangunan Pariwisata Danau Toba harus dilihat secara menyeluruh dan terintegrasi. Perlu diinventarisir potensi maupun permasalahan yang ada di Kawasan Danau Toba, setelah itu ditentukan agenda-agenda ke depan yang perlu dilakukan. Pemerintah sesungguhnya sudah memiliki tahapan mulai dari membuat Master Plan atau Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Danau Toba. Setelah itu dibuat Rencana Detail Pembangunan Pariwisata Danau Toba sampai dengan tahapan implementasi Pembangunan Pariwisata. “Pada prinsipnya, masyarakat di Kawasan Danau Toba seharusnya menjadi subyek dari pembangunan pariwisata di kawasan tersebut,” terang Jhohannes Marbun, Sekretaris Eksekutif YPDT yang juga ahli dalam pengelolaan warisan budaya (herritage) dan permuseuman ini.
Di akhir diskusi, Pak Andaru menyatakan bahwa Diskusi Kamisan ini makin memperkaya kita. Selain hasil diskusi ini dapat memberi masukan kepada pemerintah, juga menjadi bahan rekomendasi Tim Inventarisasi 1.000 destinasi wisata KDT yang akan bekerja melakukan tugasnya.
Baca juga: SETIDAKNYA ADA SERIBU TEMPAT WISATA DI KAWASAN DANAU TOBA
Diskusi Kamisan ini dihadiri: Maruap Siahaan, Andaru Satnyoto, Andhy M. T. Marpaung, Lambok Sianipar, Amsa Sitanggang, Emil Fradon Simanjuntak, Mian Simanjuntak, Henrycho Siahaan, Jhohannes Marbun, Tumbur Butarbutar, Rio Pangaribuan, Agus Irawan, Adolf Siregar, dan Boy Tonggor Siahaan. (BTS/JM)
Berikut ini lampiran Presentasi yang disampaikan Andhy Marpaung:
[gdoc link=”https://drive.google.com/file/d/0B6Qp6NOWW-a6bTNDcFp5dF9hYkk/view?usp=sharing” type=”other” width=”700″ height=”945″]