DanauToba.org — Pada zaman dahulu, pelaksanaan pesta adat setiap suku di Nusantara kebanyakan panjang acaranya, sehingga memakan waktu yang sangat lama. Hal seperti ini juga terjadi pada suku Batak pada setiap puak yang ada. Pada masa itu kita dapat mengerti karena aktivitas masyarakat tempo dulu tidak sebanyak masyarakat modern sekarang. Selain banyak, masyarakat modern sekarang juga memiliki beragam aktivitas, sehingga banyak pilihan.
Masyarakat modern zaman now lebih banyak dari generasi milenial, generasi Z, hingga generasi Alfa. Sementara generasi tua dan baby boomers sudah makin berkurang karena menemui akhir hidupnya di dunia.
Situasi seperti inilah yang menyebabkan kelompok generasi muda Batak sekarang merasa bahwa penyelenggaraan pesta pernikahan adat Batak membosankan, buang-buang waktu, dan tidak mengerti makna pesta tersebut bagi dirinya.
Dalam menjembatani hal tersebut, Lokus Adat Budaya Batak (LABB) sadar betul akan keresahan kaum generasi muda Batak saat ini. Sejak 2019 lalu, LABB sudah melakukan kegiatan panel diskusi dengan mengundang sekitar 200 marga Batak di Jabodetabek (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi) di Jakarta. Dari hasil tersebut, LABB bersama dengan pengurus marga-marga Batak menguji coba implementasi keputusan bersama tersebut dalam pesta pernikahan adat Batak dengan konsep 3E (Esensial, Efektif, dan Efisien).
Karena di akhir 2019 dunia dilanda pandemi Covid-19 dan Indonesia juga terdampak pandemi tersebut, maka uji coba pengimplentasian tersebut sempat tertunda beberapa bulan. Baru setelah kondisi dirasa cukup aman, maka jadi juga implementasi 3E dilaksanakan. LABB bekerja sama dengan Tim Satgas Gugus Tugas Covid-19 mengirimkan juga satgasnya untuk memantau pengimplentasian 3E dan hasilnya terlaksana dengan baik.
Setelah kondisi pandemi melandai dan adanya pergantian periode kepengurusan Dewan Mangaraja (DM) LABB pada 2022 dan Dewan Pengurus Pusat (DPP) LABB pada 2023, maka LABB makin leluasa melanjutkan Program 3E tersebut tentu dengan penyempurnaan.
Pada kesempatan tersebut, DPP LABB kembali melaksanakan tindak lanjut Program 3E dengan menyelenggarakan diskusi bersama para raja par hata dan protokol membahas tentang:
Patotahon Dohot Pasingkophon Haimbaruon Paradaton Ulaon Unjuk Mangihuthon Hamajuon ni Zaman Lahon Mangeahi Konsep 3E (Esensial, Efektif Dohot Efesien).
Artinya mendiskusikan dan menetapkan pelaksanaan pesta pernikahan adat dalam perkembangan zaman dengan menerapkan konsep 3E.
DPP LABB melaksanakan kegiatan tersebut pada Senin (11/3/2024) di Aula Gedung Universitas Mpu Tantular, Jakarta Timur. Ada sekitar 41 pengurus marga yang diundang, tetapi hanya 23 yang hadir. Mungkin faktor 2 hari libur nasional (Hari Raya Nyepi dan hari pertama puasa) menyebabkan banyak peserta yang tidak bisa hadir. Namun demikian, DPP LABB tetap menjalankan kegiatan program ini karena program ini akan dilaksanakan secara bertahap, sehingga seluruh pengurus marga yang ada di Jabodetabek dapat dirangkul.
Sambutan-sambutan
DPP LABB telah menunjuk Ir. Justin Sinambela sebagai Ketua Pelaksana di mana dalam Kepengurusan DPP LABB, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Adat dan Seni Budaya.
Dalam acara pembukaan, ada 4 orang yang menyampaikan sambutan, antara lain: Ir. Justin Sinambela (Ketua Pelaksana), Kol. TNI (Purn.) Nasib Simarmata, SH, M.Si (Ketua Umum DPP LABB), St. Dr. Pontas Sinaga (Ketua Umum DM LABB), dan Brigjen. TNI (Purn.) Berlin Hutajulu (Ketua Penasihat DM LABB).
Berikut ini, poin-poin penting yang disampaikan dalam sambutan mereka.
Justin Sinambela:
Tujuan pelaksanaan Program 3E ini adalah kita berharap dalam melaksanakan pesta pernikahan adat Batak ini, kita satu suara sepakat menerapkan konsep 3E, sehingga hasilnya akan lebih baik dan bermanfaat.
Dalam pertemuan ini, panitia akan memaparkan terlebih dahulu materi konsep 3E untuk menyamakan persepsi. Setelah itu, kita bersama akan melakukan simulasi berdasarkan konsep 3E, sehingga kita memiliki gambaran secara praktiknya. Terakhir, kita akan mendiskusikan hasil simulasi dan menetapkan rekomendasi keputusan bersama.
Nasib Simarmata:
Kegiatan ini sebenarnya untuk menjawab keresahan generasi muda Batak zaman now dalam melihat pesta pernikahan adat Batak. Mereka terkadang lebih memilih menghindari pesta adat. Padahal sebenarnya kalau kita dapat melaksanakan pesta adat tersebut dengan konsep 3E, bisa jadi mereka berubah pikiran.
Kita bisa melaksanakan pesta adat tersebut dengan konsep 3E, setelah uji coba yang pernah dilakukan terbukti berjalan dengan baik. Kita dapat menyelenggarakannya dengan efisien (waktu yang singkat dan biaya yang minim), efektif (tidak berlebihan dalam menyampaikan sesuatu kepada mempelai), dan esensial (tidak menghilangkan makna kearifan lokal adat Batak). Semoga pada tahun ini dan tahun berikutnya dapat berjalan serentak di setiap pesta adat Batak dengan menerapkan konsep 3E tersebut.
Pontas Sinaga:
Pontas Sinaga lebih banyak menyampaikan perihal kepengurusan dan organisasi, baik DM maupun DPP LABB. Sedikit banyak ia menceritakan sejarah terbentuknya DM dan DPP LABB, kedudukan dan perbedaan dari kedua kepengurusan tersebut, visi, misi, Garis Besar Program LABB, dan program jangka pendek hingga jangka panjang.
Berlin Hutajulu:
Salah satu pendiri LABB ini menyampaikan tentang Wawasan Habatakon. Sebagaimana Indonesia memiliki Wawasan Nusantara, Bangso Batak pun memiliki Wawasan Habatakon. Wawasan Habatakon adalah cara pandang kita terhadap adat dan budaya Batak.
Cara pandang itu dapat kita mulai dari asal-usul orang Batak, yaitu: Si Raja Batak dari Pusuk Buhit di Samosir. Dari situ, muncullah keturunan-keturunan dari Si Raja Batak, kemudian apa yang kita sebut silsilah (tarombo). Karena itu, orang Batak wajib mengetahui tarombonya dan partuturannya (asalnya dari mana?).
Selanjutnya, orang Batak memiliki tanah adat marga yang harus mereka jaga dengan baik. Di masa lalu kita mengenal apa yang disebut raja bius atau kepala adat setempat. Di masa sekarang hal itu sudah hampir punah.
Kepada para pengurus marga yang hadir, Berlin Hutajulu mengatakan bahwa mereka pun harus mengerti tentang rumah Batak dan ulos. Keduanya memiliki filosofi atau kearifan lokal yang perlu kita pahami.
Program 3E
Setelah sambutan-sambutan, acara berlanjut dengan pemaparan Program 3E yang disampaikan Justin Sinambela. Penyampaian paparan sekitar 30 menit dan tidak ada tanya-jawab karena tanya-jawab nanti pada saat sesi diskusi setelah simulasi.
Selesai pemaparan, acara berlanjut dengan simulasi pesta pernikahan adat Batak. Simulasi tersebut cukup berjalan baik dan menghabiskan durasi waktu sekitar 3 jam. Para peserta meresapi simulasi tersebut dan terkadang ada sedikit koreksi dari panitia dan peserta. Di tengah-tengah simulasi langsung juga dilaksanakan acara makan siang layaknya seperti dalam pesta.
Selanjutnya pada sesi terakhir panitia memfasilitasi para peserta dengan draft poin-poin acara pesta adat yang sudah disusun untuk didiskusikan dan diambil keputusan bersama.
Setelah keseluruhan acara selesai, panitia membagikan sertifikat kepada seluruh peserta. Kelak sertifikat tersebut dapat menjadi acuan baginya menjadi pelaksana sebagai raja par hata maupun protokol dalam pesta pernikahan adat Batak dengan konsep 3E. Acara tersebut ditutup dengan foto bersama untuk dokumentasi panitia.
Daftar nama marga yang ambil bagian dalam acara ini:
- Sinambela
- Simarmata
- Sinaga
- Sihaloho
- Simanullang
- Tambunan
- Sidabutar
- Hutauruk
- Nadeak
- Siregar
- Rumahorbo
- Sibarani
- Turnip
- Nainggolan
- Lumbantoruan
- Situmorang
- 17. Tampubolon
- Manurung
- Ambarita
- Manihuruk
- Sirumapea
- Marbun Banjarnahor
- Panjaitan
Pewarta: Mr. Inspirator Tonggor Siahaan
Mauliate
Salam sehat
Terima kasih ada ruang komentar ini.
Pandangan dan usulan juga utk para pendukung adat (parhata dll)
Pemangilan atau penyebutan tamu hula hula . Tulang. Bona niari dll itu sering di ulang ulang. Sedangkan nama nama marga itu sdh ada dan sdh dikenal dari proses 5 M (marhusip s/d marpesta)
Terus menerus di panggil dan di sebutkan.. ini perlu di buat simple saja… (tdk mungki tertukar)
Lalu. Para pelaku adat nya sering berbalas balas umpasa umpama dan hata hata….. ini pun terlalu kaku dan pakem…
Apakah mungkin ada pola atau training agar ini menjadi hiburan/entertaimen/ sesuatu yang menarik ( coba bandingkan dfn budaya lain)
Bagian ininbisa menjadi hiburan dan kenikmatan pesta…. jangan terlalu kaku dan pakem… (sering di hindari para tamu apalagi yang tdk mengerti bahasa … akan mengjindar keluar ruangan atau main game di HP.. hahaha)
Budaya dan pesta batak blm bisa menonjolkan sesuatu menjadi daya tarik ,seperti tarian jawa dan bali yang dulu sakral sekarang menjadi hiburan, klo di batak sesuatu yang beda atau di rubah langsung jadi pantangan atau problem… sebetul nya belum tentu juga kan?
Demikian sedikit gambaran dan pandangan pribadi saja
Mauliate
Format dan hasil kesepakatan, perlu di sosialisasikan.
Hasil SIMULASI ADATNYA DI SHARE secara luas. Agar dapat dilakukan di masing masing marga.