JAKARTA, DanauToba.org ― Pencemaran perairan Danau Toba makin hari makin bertambah parah. Salah satu penyebab pencemaran tersebut adalah budi daya perikanan Keramba Jaring Apung (KJA) menggunakan pellet ikan di Danau Toba. Penggunaan pellet ikan inilah yang mencemari Danau Toba.
Menanggapi hal tersebut, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) mengangkat topik diskusi dalam beberapa kali Diskusi Kamisan yang mengusung tema seperti:
- Buruknya air Danau Toba (14 April 2016).
Baca: MEMBURUKNYA AIR DANAU TOBA KARENA AKUMULASI DARI BERBAGAI MASALAH
- Apa kata Pakar Limnologi, Prof. Pasi Lehmusluoto, tentang Danau Toba? (21 April 2016).
- Keramba Jaring Apung di Danau Toba Melanggar UU No 32 Tahun 2009 (25 April 2016).
Baca: DANAU TOBA TANPA KERAMBA atau
KERAMBA JARING APUNG DI DANAU TOBA MELANGGAR UU RI NO 32 TAHUN 2009
- Kawasan Danau Toba: Permasalahan dan Tantangannya (8 September 2016).
Selain melalui Diskusi Kamisan, membangun kepedulian pemulihan Danau Toba tersebut juga dilakukan dengan berbagai kampanye “Danau Toba Tanpa Keramba” selama bulan Mei hingga Oktober 2016. Yang melatarbelakangi kampanye tersebut karena banyak ikan mati mendadak mencapai ribuan ton di Keramba Jaring Apung (KJA). KJA tersebut selain telah merusak perairan Danau Toba, juga membuat Danau Toba menjadi tidak elok karena banyak KJA bertebaran di pinggir danau.
Aksi kampanye “Danau Toba Tanpa Keramba” tersebut bergulir dari Jakarta ke beberapa tempat seperti di Sumatera Utara (Samosir, Balige – Tobasa, Silalahi, dsb) dan bahkan sampai ke luar negeri: Cina dan beberapa negara di Eropa Barat (Jerman, Paris, dan Swiss). Aksi kampanye secara viral juga terjadi di media-media sosial, seperti WhatsApp (WA), Facebook, Twitter, dan Instagram.
Aksi seperti ini bertujuan menggugah pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan masyarakat luas. Namun, tampaknya lebih banyak masyarakat luas yang menanggapi, baik secara positif dengan memberi dukungan maupun menanggapi negatif dengan mencurigai aksi kampanye tersebut.
Bagaimana dengan tanggapan pemerintah Daerah dan Pusat? Pemerintah Daerah tampaknya mengambil posisi menunggu situasi untuk bertindak. Sekalipun menurut Undang-undang (baca Pasal 71-75, UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) dikatakan bahwa Menteri (yang mengurusi lingkungan hidup), Gubernur, maupun Bupati/Walikota memiliki kewenangan dan kewajiban melakukan pengawasan terhadap kelestarian lingkungan hidup. Sedangkan Pemerintah Pusat, khususnya di bawah otoritas Presiden Joko Widodo (Jokowi), ada sikap yang cukup tegas. Apalagi sejak ditetapkannya Danau Toba sebagai 10 (sepuluh) besar destinasi wisata di Indonesia, maka keadaan Danau Toba yang tercemar tersebut harus segera dibenahi.
Dr Rizal Ramli, ketika itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumberdaya, ditugasi Presiden untuk membenahi persoalan di Kawasan Danau Toba. Ini menjadi sinyal positif bagi masyarakat Batak bahwa ada harapan bagi masa depan Kawasan Danau Toba.
Dengan adanya sinyal positif dari Presiden Jokowi, YPDT pun menyambut gembira. Karena itu, beberapa kali YPDT melakukan audiensi dengan Menko Maritim yang masih dijabat Dr Rizal Ramli dan juga dengan menteri-menteri terkait untuk menyampaikan gagasan YPDT dalam usaha dan upaya memulihkan Kawasan Danau Toba dari kerusakan lingkungan hidup.
Selain terkait persoalan kerusakan lingkungan hidup di Kawasan Danau Toba, YPDT juga memberikan masukan kepada Pemerintah, dalam hal ini Presiden, terkait draft rancangan Peraturan Presiden tentang Badan Otorita Danau Toba. YPDT melakukan kajian mendalam terhadap draft tersebut, dan hasilnya diserahkan kepada Presiden.
Dalam sebuah acara yang digagas Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumberdaya, yaitu: Acara Malam Budaya Menyongsong Otorita Danau Toba di Auditorium BPPT Jalan M.H. Thamrin no. 7, Jakarta Pusat, pada Rabu (25/5/2016), YPDT turut diundang. Momen terpenting dari acara tersebut sebenarnya adalah pernyataan resmi dari Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumberdaya ketika itu, Dr Rizal Ramli yang menegaskan: “Danau Toba harus bersih dari keramba sebelum Desember 2016.”
Satu minggu kemudian, tepat pada Kamis (1/6/2016), Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden (PerPres) No. 49 Tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata Danau Toba (BOPKPDT). Sedikit-banyak usulan dan perbaikan draft rancangan PerPres sebelumnya terakomodasi dalam PerPres yang diterbitkan Presiden tersebut.
Hari ini (1 Juni 2017) sudah lebih dari 1 (satu) tahun (Mei 2016 – Mei 2017) pernyataan resmi dari mantan Menko Maritim, Dr Rizal Ramli, kita ketahui, namun upaya membersihkan dan memulihkan perairan Danau Toba masih sebatas retorika belaka.
Hari ini juga (1 Juni 2017) sudah satu tahun sejak PerPres No. 49 Tahun 2016 tentang Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata Danau Toba (BOPKPDT) diterbitkan, Badan Otorita tersebut belum terlihat dengan jelas apa rencana induknya untuk membangun Kawasan Danau Toba.
Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) menyambut baik dan mendukung pernyataan Menko Kemaritiman Dr Rizal Ramli (ketika itu) dan PerPres No. 49 tahun 2016. YPDT memiliki komitmen kuat menyelamatkan Kawasan Danau Toba, khususnya perairan Danau Toba dari kerusakan lingkungan hidup yang makin parah. Hal tersebut terekam dari aspirasi masyarakat Batak di Jakarta baik dalam pertemuan-pertemuan luas, komunitas marga atau asal kampung, maupun dalam sebuah Diskusi Kamisan yang diselenggarakan rutin oleh YPDT. Hasil pembahasan dari Diskusi Kamisan pada Kamis (14/04/2016) di Sekretariat YPDT, Jakarta Timur, mengerucut pada upaya dan komitmen menyelamatkan kawasan Danau Toba dari kerusakan lingkungan hidup secara masif dan sistematis. Salah satu poin pentingnya adalah merekomendasikan agar YPDT membentuk Tim Litigasi dan Tim NonLitigasi. Pembentukan Tim Litigasi dan Tim NonLitigasi ini bertujuan untuk mengembalikan Danau Toba menjadi Tao na uli, aek na tio, mual hangoluan (Danau yang indah, air yang jernih, sumber air kehidupan).
Pada Rabu (25/5/2016), Pengurus Yayasan Pencinta Danau Toba telah membuat Surat Keputusan tentang pembentukan Tim Advokasi Pelestarian Lingkungan Kawasan Danau Toba, yang terdiri dari Tim Litigasi dan Tim Non Litigasi. Beberapa bulan kemudian, pada Jumat (22/7/2016), Pengurus Yayasan Pencinta Danau Toba memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Tim Litigasi untuk memulai aktivitas melalui jalur hukum. Sejak saat itulah Tim Litigasi mulai bekerja.
Selama 5 (lima) bulan (Agustus–Desember 2016) Tim Litigasi YPDT secara intensif bekerja mempersiapkan dokumen-dokumen, surat-surat, dan rancangan gugatan-gugatan dengan tetap menunggu upaya pemerintah merealisasikan komitmennya memulihkan kondisi perairan Danau Toba sampai dengan Desember 2016. Tim Litigasi YPDT tersebut antara lain: Robert Paruhum Siahaan, S.H (Ketua), Peris Tua Siagian, S.H (Sekretaris), Deka Saputra Saragih (Anggota), Eddy Halomoan Gurning, S.H (Anggota), dan FX. Denny Satria Aliandu, S.H (Anggota).
Sementara Tim Litigasi YPDT bekerja, YPDT juga bekerjasama dengan Sucofindo (lembaga riset independen) mengambil sampel (contoh) air Danau Toba di 11 (sebelas) titik koordinat geografis yang berada di dekat KJA-KJA PT Aquafarm dan PT Suri Tani Pemuka. Pengambilan sampel tersebut dilakukan pada Kamis (10/11/2016). Hasil analisis Sucofindo menyatakan bahwa air Danau Toba tercemar (Laporan Analisis Sucofindo dengan nomor Sertifikat 09289/CLACAJ, tertanggal 20 Desember 2016).
Terkait dengan masalah perizinan budi daya perikanan KJA di perairan Danau Toba, YPDT memasukkan gugatannya terhadap perusahaan-perusahaan KJA yang diduga mencemari perairan Danau Toba. Gugatan pertama didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, pada Senin (23/1/2017) dengan perkara No. 13/G/LH/2017/PTUN-MDN dan No. 14/G/LH/2017/PTUN-MDN yaitu pencabutan Izin Usaha Perikanan PT. Suri Tani Pemuka yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Kabupaten Simalungun selaku Pihak Tergugat. Dalam perkara ini, karena menyangkut kepentingan perusahaan, PT. Suri Tani Pemuka mengajukan diri selaku Pihak Tergugat II Intervensi. Setelah ke PTUN, YPDT melaporkan pula kasus pencemaran air Danau Toba ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara maupun ke Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara.
Berikutnya, YPDT telah memasukkan gugatannya ke Pengadilan Negeri (PN) Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara, pada Selasa (21/2/2017). YPDT mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan mekanisme Organisasi Lingkungan Hidup (OLH) terhadap PT Aquafarm Nusantara (Tergugat I), PT Suri Tani Pemuka (Tergugat II), Gubernur Provinsi Sumatera Utara (Tergugat III), Bupati Kabupaten Simalungun (Tergugat IV), Bupati Kabupaten Samosir (Tergugat V), dan Bupati Kabupaten Toba Samosir (Tergugat VI) di Kepaniteraan Muda Perdata Pengadilan Negeri Balige. Gugatan tersebut menuntut pemulihan lingkungan hidup (recovery) mengenai adanya pencemaran air lingkungan hidup pada Kawasan Danau Toba. Gugatan ini teregistrasi dengan Nomor Perkara 7/Pdt.G/2017/PN.Blg.
Di Jakarta pun, YPDT melaporkan kepada Komisi Informasi Pusat (KIP) terkait dengan penolakan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memberikan dokumen perizinan PT Aquafarm Nusantara kepada YPDT. Namun pada akhirnya, Majelis Komisioner KIP dalam amar putusan mengabulkan permohonan YPDT dan meminta BKPM melaksanakan amar putusan tersebut yaitu membuka Dokumen Perizinan (usaha dan perluasan) PT Aquafarm Nusantara yang dikeluarkan pada Kamis (18/5/2017).
Selain itu, YPDT masih melakukan persidangan-persidangan di PTUN Medan dan PN Balige serta akan kembali mengajukan gugatan di Jakarta. Pertarungan dan perjuangan memulihkan Kawasan Danau Toba masih terus berlanjut. Kesungguhan menegakkan hukum dan keadilan di Kawasan Danau Toba inilah kemudian yang telah menginspirasi YPDT maupun NABAJA untuk menginisiasi lahirnya Horas Lawyers Club (sebelumnya Batak Lawyers Club) sebagaimana kita saksikan bersama pada Acara memperingati Hari Lahirnya Pancasila dan HUT ke-7 NABAJA di Gelanggang Olahraga Remaja (GOR) Otista – Jakarta Timur, Kamis (1/6/2017) . Horas Lawyers Club menjadi ‘bengkel’ melahirkan pakar-pakar hukum yang berintegritas.
Karena itu, YPDT membutuhkan dukungan baik dalam bentuk gerakan bersama, dana, maupun doa dari kita semua yang masih memiliki kepedulian (passion) pada Kawasan Danau Toba dan Bona Pasogit (kampung halaman) kita. Kaum muda (Naposo) Batak menjadi garda terdepan dalam pertarungan dan perjuangan ini. Mari satu hati, rapatkan barisan, dan bergerak maju menyelamatkan Kawasan Danau Toba sebagai anugerah Tuhan yang dititipkan kepada anak-cucu kita.
Ketua Umum YPDT Periode 2014-2019,
Drs Maruap Siahaan, MBA