BALIGE, DanauToba.org ― Perusahaan-perusahaan Keramba Jaring Apung harus angkat kaki dari Danau Toba. Ya, mereka harus angkat kaki karena mereka sudah merusak sumber kehidupan utama makhluk hidup, yaitu: AIR.
Usaha budidaya perikanan perusahaan-perusahaan Keramba Jaring Apung (KJA) yang korup itulah sumber malapetaka bagi perairan Danau Toba. Korup dalam arti ada kecurangan dalam perizinan dan pengelolaan budidaya ikan yang tidak mempertimbangkan lingkungan hidup sekitar Danau Toba.
Hal tersebut terlihat dalam pertemuan Diskusi antara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia (Kemenko Maritim RI), Bank Dunia, Deltares, Perusahaan-perusahaan KJA, LSM-LSM, dan masyarakat setempat. Pertemuan tersebut dilaksanakan oleh Kemenko Maritim RI di Hotel Sere Nauli, Balige pada Rabu (14/6/2017) dengan mengangkat topik diskusi: “Pengembangan Roadmap untuk Meningkatkan Kualitas Air Danau Toba.”
Pak Rahmat dari Kemenko Maritim secara tegas kembali mengingatkan apa yang pernah dikatakan mantan Menko Maritim, Dr. Rizal Ramli, pada Maret 2016 lalu. “Akhir tahun 2016, Danau Toba harus bersih dari keramba, kecuali keramba masyarakat,” kata Pak Rahmat meminjam perkataan Rizal Ramli.
Baca juga: RIZAL RAMLI: DANAU TOBA HARUS BERSIH DARI KERAMBA SEBELUM DESEMBER 2016
Meskipun demikian, secara perlahan-lahan keramba masyarakat pun akan dikeluarkan dari Danau Toba, lanjut Pak Rahmat. Jadi kita berharap sudah tidak ada lagi KJA.
Pihak Bank Dunia pun memahami bagaimana riskannya kerusakan Danau Toba akibat KJA. Belum lagi beban yang harus ditanggung Bumi kita ini ketika hutan-hutan di sekitar Danau Toba terus-menerus ditebangi pohon-pohonnya, apalagi pohon-pohon tersebut sudah berusia ratusan tahun. Hal ini disampaikan Dr Lisman Manurung, Dosen FEB UI dalam percakapan singkat melalui WhatsApp (WA).
Ketika salah satu perusahaan KJA yang diduga menjadi salah satu sumber kerusakan perairan Danau Toba, yaitu: PT Aquafarm Nusantara, pihak Aquafarm pun berdalih bahwa mereka memiliki izin-izin dan sertifikat-sertifikat yang resmi dan diakui.
Baca juga:
- NAPOSO BATAK MENYUARAKAN CABUT IZIN-IZIN PERUSAHAAN YANG MERUSAK LINGKUNGAN DI KDT
- GUGATAN PMH YPDT DIBACAKAN, KEBERATAN PT AQUAFARM NUSANTARA DIRASA JANGGAL OLEH MAJELIS HAKIM
Menanggapi Aquafarm, Thomas Henle (seorang Jerman yang peduli Danau Toba) mementahkan semua dalih dari Aquafarm. Bahkan, Thomas sendiri mensinyalir bahwa pihak Aquafarm mencoba mengelabui dan menghindari dari pajak.
Sebastian Hutabarat (Wakil Ketua Yayasan Pencinta Danau Toba Perwakilan Kabupaten Toba Samosir) sedikit menambahkan bahwa memang ada perlawanan kecil terhadap apa yang disampaikan Aquafarm dengan berlindung di balik izin-izin yang diberikan Pemerintah. “Kami melibas pernyataan dan komentar yang disampaikan Aquafarm. Tampaknya ada persekongkolan antara oknum Pemerintah dengan perusahaan-perusahaan yang nakal, seperti Aquafarm dan Toba Pulp Lestari (TPL),” demikian pernyataan Sebastian.
Dalam percakapan WA juga di luar ruang diskusi, tetapi dalam topik yang sama, Jasarno Gurning mengomentari bahwa Aquafarm dan semua perusahaan industri yang tidak mampu dikontrol di Kawasan Danau Toba ber’evolusi’ menjadi ‘predator’, bukan saja merusak Sumber Daya Alam (SDA), tetapi juga Sumber Daya Manusia (SDM).
“Hal tersebut terekam sangat jelas faktanya di Parapat dan sekitarnya,” kata Gurning. Kita melihat mulai muncul kelompok-kelompok bayaran yang membela korporasi-korporasi ‘hitam’ dari pengusaha-pengusaha lokal yang dijadikan tokoh dadakan berubah menjadi penghianat dan antek korporasi tersebut. Ini mirip politik yang dulu pernah diterapkan Belanda: devide et impera (politik memecah-belah).
Bagaimana dengan masyarakat di Kawasan Danau Toba (KDT) itu sendiri? Mereka cenderung apatis dalam merespons segala upaya rehabilitasi dan revitalisasi Danau Toba. Pasca kehadiran Rizal Ramli dan disusul kemudian Jokowi ke Danau Toba telah berhasil menciptakan apatisme tersebut. Masyarakat KDT saat ini menjadi ‘silent mayority‘ dan para oportunis pemburu rente dari korporasi hitam tersebut semakin garang yang berkolaborasi dengan birokrat dan aparat yang berlindung di balik payung ‘legalitas’.
Maka ekspresi solidaritas seluruh elemen masyarakat di KDT yang ‘diam dalam kemarahan’ tersebut perlu dibangkitkan dan dikanalisasi dalam suatu gerakan massif. Kombinasi jalur hukum dan jalur aksi kolosal adalah momentum kebangkitan masyarakat adat di Indonesia yang dapat kita awali di KDT. Demikian saran Gurning.
Baca juga: KAWASAN DANAU TOBA: PERMASALAHAN DAN TANTANGANNYA
Ratnauli Gultom (istri dari Thomas Henle) mengungkapkan kepada forum diskusi: “Permintaan kami tidak muluk-muluk kok. Kami minta kembalikan air Danau Toba sebagai air minum saja.”
Ya, bukan hanya Ibu Ratnauli sendiri yang menginginkan agar air Danau Toba dapat menjadi air minum di waktu-waktu lalu. Namun, semua masyarakat pun mulai sadar bahwa air minum mereka yang di Danau Toba itu sudah tidak dapat diminum lagi. Yang semula masuk kategori Air bermutu kelas satu, sekarang turun menjadi kelas dua, bahkan kelas tiga atau empat.
Vera Situmorang sepakat dengan Ibu Ratnauli: “Saya pikir kita sepakat semua dari awal bahwa kita butuh mengembalikan Danau Toba di mana airnya pada tahun 1978 sudah saya minum tanpa dimasak.”
Bahkan dengan perkataan keras dan tegas, Sebastian Hutabarat bersuara: “(Oknum) Pemerintah kita memberi teladan yang busuk, karena mereka justru mengeluarkan izin perusahaan yang merusak Danau Toba tanpa mampu mengendalikan dan menegakkan hukum. Untuk hal ini, mereka akan kena hukum oleh nenek moyang kita dan Tuhan. Mari kita terus berjuang untuk Danau Toba walau banyak rintangan, sebagaimana dikatakan Presiden kita, Joko Widodo bahwa Pemerintah harus jadi teladan.”
Semua hasil diskusi ini jadi masukan sangat berharga menurut Pak rahmat dan Konsultan dari Bank Dunia, Janjaap Brinkman.
Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) ikut memulai aksi gerakan tersebut bersama masyarakat dan terus berjuang memulihkan Danau Toba dari kerusakan dan pengrusakan, termasuk melakukan gugatan hukum yang saat ini sedang dilakukan oleh Tim Litigasi YPDT.
Dalam menghadiri diskusi tersebut, YPDT pun mengutus perwakilannya di KDT, antara lain Thomas Henle, Sebastian Hutabarat, Ratnauli Gultom, Vera Situmorang, dan Deacy Maria Lumbanraja. (BTS)
1. YA.
Sekarangpun di Internet jk pesan tiket, nama singkatan adl DTB.
Jadi sambil mengiklankan Lake Toba jadi go International, mari terus gemakan nama DTB Airport
Dr.Ir. Mangapul Sagala.