JAKARTA, DanauToba.org — Badan Otorita Pengelolaan Kawasan Pariwisata Danau Toba (BOPKPDT) sudah dibentuk pada Rabu (23/11/2016) lalu. Meskipun BOPKPDT sudah dibentuk, namun tetap saja Kawasan Danau Toba (KDT) layaknya dikelola masyarakat. Hal tersebut tersirat dalam acara Diskusi Kamisan Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) dengan topik “Pengelolaan Danau Toba dari, oleh, dan untuk Masyarakat Kawasan Danau Toba” pada Kamis (8/12/2016).
Masyarakat KDT adalah subyek pembangunan dan pengelolaan Danau Toba, bukan para investor. Sudah sejak awal YPDT menggaungkan hal tersebut kepada masyarakat. YPDT berharap masyarakat di KDT tidak menjual tanahnya, tetapi dikelola sendiri atau disewakan. Masyarakat KDT juga harus berbasis budaya dan mengedepankan kearifan lokal. Kepada pihak pemerintah, YPDT berharap aksesibilitas mudah dijangkau. Karena itu, pemerintah perlu membangun sarana tersebut.
Riza Damanik, pemantik Diskusi Kamisan, menuturkan perkataan seorang guru dan mantan staf Bupati: “Mereka sedih kalau mereka tidak bisa meneruskan ke generasi berikutnya, dan mereka menjadi penonton.”
Hal ini menggugah Riza Damanik yang saat ini dipercaya sebagai Staf Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) RI untuk berbuat sesuatu yang terbaik bagi KDT. Ia menyatakan bahwa di pemerintahan Jokowi dengan konsep Nawacitanya ini, Presiden kita memprioritaskan program untuk daerah-daerah pinggiran (marjinal), sehingga jurang (gap) atau kesenjangan masyarakat pinggiran dan masyarakat perkotaan dipersempit. Angka gini rasio Indonesia 0,41, maka tahun 2019 Pemerintah menargetkan 0,36. Kalau 0,5 itu negara gagal. Jadi sudah sangat timpang antara yang memiliki kekayaan dan orang yang miskin.
Jokowi saat ini menyatakan ada 23 program prioritas. Salah satunya adalah Program Reforma Agraria. Dalam Program Reforma Agraria ada beberapa tujuan mendasar di antaranya:
1. Mengatasi ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah.
2. Menyelesaikan konflik agraria.
3. Memastikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dan produktivitas masyarakat meningkat.
4. Memulihkan kerusakan lingkungan hidup.
Melihat BOPKPDT sebagai peluang
Dahulu ada kesan Sumatera tidak/kurang diperhatikan. Maka kemudian yang sering dibicarakan premanisme, konflik, dan hal jelek lain. Ketika Kawasan Danau Toba sudah ditetapkan sebagai destinasi wisata, maka diskusinya sudah harus pada tingkat bagaimana perhatian itu ditujukan kepada hal-hal yang tepat, untuk itu proses transformasinya harus segera dilakukan atau dimainkan.
Gerakan Revolusi di negara kita dimulai dengan pencerahan (baca: Boedi Oetomo). Karena itu, masyarakat KDT diisi dulu ‘otak’nya, atau upaya-upaya pencerdasan melalui diskusi-diskusi yang intensif, dengan begitu ada sensitivitas, dan mereka bisa memberikan mana yang terbaik.
Riza mengatakan: “Saya tahu ada beberapa organisasi yang bekerja di KDT. Ini perlu digalakkan terus-menerus sampai pada kelompok-kelompok masyarakat. Sampai pada hal-hal mendasar, yaitu mereka mengetahui hak-hak mereka. Apa imajinasi mereka tentang Danau Toba yang sehat itu? Karena kalau tidak tahu, saya khawatir yang mereka lakukan adalah jalan singkat. Misal kalau kita pergi ke Samosir, dibawa naik sepeda motor, maka si pengendara langsung menawarkan, apakah bapak mau beli tanah di sini? Pemandu (guide) wisata pun berperan ganda sebagai salesman tanah. Kalau kita pergi ke tempat makan, maka di sekitarnya juga ada orang jual-jual tanah.” Sesungguhnya orang Batak itu dikenal karena ada tanahnya. Misal, ada marga Simangunsong tinggal di Amerika, pasti mereka masih memiliki peninggalan (warisan tanah) di KDT. Jadi kalau orang Batak tanpa tanah, maka ia dianggap ahistoris.
Tanah menunjukkan identitas marga dari suatu puak di KDT. Karena itu, tanah di KDT harus dikuasai oleh puak-puak tersebut. Selain tanah, Presiden Jokowi juga pernah mengatakan bahwa melihat situasi global yang ada saat ini, maka negara kita perlu mengembangkan dua sektor penting, yaitu: sektor pariwisata dan perikanan. Potensi Indonesia sangat besar pada dua sektor tersebut dan diharapkan bisa berjalan hingga tahun 2019.
Melihat kedua potensi yang besar itu, Riza merekomendasikan agar di KDT dibangun sekolah-sekolah menengah kejuruan (SMK-SMK) yang secara spesifik menangani budidaya perikanan. Begitu juga SMK-SMK yang menunjang kepariwisataan. Agar ada perputaran ekonomi di KDT, maka kita perlu mendorong masyarakat di KDT membentuk koperasi. Koperasi sudah terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan bagi para anggotanya. Makin banyak koperasi di KDT yang mengurusi bidang perikanan dan kepariwisataan, maka pembangunan di KDT makin cepat. Di sinilah peran masyarakat sebagai subyek (pelaku) bisnis, bukan investor.
Sebagai penutup, Riza mengatakan, “Sebagaimana selalu disebutkan oleh Kepala Staf Presiden, Danau Toba itu adalah satu destinasi pariwisata yang andalannya adalah alam dan kebudayaannya dan itulah yang membedakannya yang harus dijaga masyarakat.” (JM dan BTS)