JAKARTA, DanauToba.org ― Visi utama dalam Industri 4.0 adalah investasi Sumber Daya Manusia (SDM) bukan teknologi. Hal ini menjadi pokok gagasan yang disampaikan Mardi F. N. Sinaga dalam Diskusi Interaktif: “Disrupsi dan Industri 4.0” yang dilaksanakan YPDT (Yayasan Pencinta Danau Toba) di Sekretariat YPDT, Jakarta, pada Rabu (21/11/2018).
Mengapa Industri 4.0 lebih mengutamakan investasi SDM ketimbang teknologi? Mardi menjelaskan bahwa teknologi sudah tersedia dengan akses mudah, murah (bahkan bisa gratis), dan terbuka. Penemuan di bidang sains dan teknologi bagi sebagian besar masyarakat dunia sudah makin sulit dan rumit. Mereka yang memiliki lembaga atau komunitas yang kuat dalam riset adalah pioneer (pelopor) pertama yang menemukan teknologi. Jadi, bagi kita, orang Indonesia, sudah tertinggal jauh ribuan langkah dari mereka.
“Kalau kita hanya fokus di teknologi untuk menghasilkan penemuan baru, lupakan saja. Kita tidak akan mampu berkompetisi dengan para penemu (pioneer) teknologi. Kita fokus saja di industri 4.0. Penemuan teknologi itu menjadi fokus di era Industri 1.0, 2.0, dan 3.0,” tegas Mardi sambil mengajak peserta diskusi menonton video perkembangan teknologi mulai dari industri 1.0 hingga 4.0.
Apa sebenarnya penemuan teknologi yang menjadi ciri masing-masing era industri tersebut? Berikut paparan pakar teknologi komunikasi dan informasi yang bekerja di Telkomsel ini.
Industri 1.0 dipelopori dengan penemuan teknologi mesin uap dan mekanika serta pemanfaatan tenaga air. Industri 2.0 dipelopori dengan penemuan teknologi kelistrikan dan elektronika, penemuan di bidang Ilmu Kimia dan aplikasinya di industri kimia, industri baja, dan penemuan teknologi komunikasi (gabungan dari beberapa disiplin ilmu seperti Fisika, Matematika, Kimia, Komunikasi, dan menjadi cikal-bakal ilmu baru, yaitu Ilmu Komputer (Computer Science, Teknik Komputer, Digital, dan Informatika). Pada era Industri 2.0, dunia mengalami masa keemasan pertama (the first golden century).
Industri 3.0 dipelopori dengan penemuan teknologi komputer, pemanfaatan jaringan komputer (computer network) mulai dari Local Area Network (LAN) hingga Global Network (Internet). Perkembangan teknologi komputer yang begitu cepat mendorong perkembangan teknologi komunikasi dengan penemuan mobile phone (lebih dikenal dengan istilah hand phone atau telepon genggam) dan terciptanya teknologi informasi. Embrio digitalisasi dimulai pada era ini.
Industri 4.0 ditandai dengan perkembangan digitalisasi yang massif. Digitalisasi tersebut berkembang terlalu dini (orang asing menyebutnya digitalization comes earlier). Dampak digitalization comes earlier inilah yang menyebabkan banyak orang dari era Industri 2.0 dan 3.0 menjadi terdisrupsi (disrupted). Mengapa mereka terdisrupsi sementara generasi milenial tidak?
Secara sederhana disrupsi dapat diartikan seseorang masih menggunakan konsep berpikir lama sementara dunia sudah berubah dan menggunakan konsep berpikir yang berbeda. Sebagai contoh, Si A menjual es balok pada industri es batu yang dibangunnya. Sementara itu, di sekitarnya sudah banyak orang memiliki kulkas. Ia berpikir tentu masih ada yang membeli es balok darinya, padahal omset bisnisnya makin menurun setiap saat. Di sinilah si A sudah terdisrupsi.
Industri 4.0 membuat banyak orang yang masih mempertahankan konsep berpikirnya yang lama akan terdisrupsi. Kelompok orang seperti ini sebagian besar masih berpola pikir pada era Industri 2.0 atau 3.0. Karena itu, mereka harus berubah (do something = melakukan sesuatu), berbagi, terbuka, cerdas, dan kreatif.
Karena itulah para pelopor Industri 4.0 seperti Google, Facebook, Apple, Samsung, GoJek dan Grab, Alibaba, dan lain-lain mengubah konsep berpikir lama di era industri sebelumnya. Era Industri 2.0 dan 3.0 masih mempertahankan ownership (kepemilikan yang dikuasai segelintir orang atau kelompok) dengan investasi teknologi yang mahal. Itu semua dihantam para pelopor Industri 4.0 yang membuka diri untuk berbagi nilai secara cerdas dan kreatif.
Dalam Industri 4.0 terjadi aspek perubahan kehidupan manusia. Kehidupan manusia makin dimudahkan dan disederanakan melalui digitalisasi, seperti digital komunikasi, digital transportasi, digital kesehatan, digital produksi, digital pendidikan, dan lain-lain. Bahkan menurut Mardi, melalui digitalisasi tersebut usia manusia dapat bertahan hingga 120 tahun.
Bagaimana kita siap menghadapi Era Industri 4.0 ini tanpa terdisrupsi? Persiapkanlah diri kita untuk bertanya pada diri sendiri apa yang bernilai dapat kita bagikan kepada banyak orang? Ketika kita sudah tahu nilai apa yang hendak kita bagikan tersebut, maka kita lanjutkan melakukan sesuatu dengan cerdas dan kreatif. Inilah karakteristik Industri 4.0.
Di Era Industri 4.0 ada keterbukaan, kejujuran (tambahan dari Maruap Siahaan), kecerdasan, dan kreativitas yang semuanya mengutamakan nilai kehidupan bagi manusia, makhluk hidup lainnya, dan lingkungan hidup dengan membagikannya kepada masyarakat dunia.
Para pakar memperkirakan bahwa Era Keemasan Kedua (The Second Golden Century) akan terjadi pada 2028-2033. Siapkah kita berada di sana?
Diskusi Interaktif ini diusulkan akan berlanjut pada pembahasan bagaimana implementasinya. Berikut ini para peserta yang hadir dalam diskusi adalah: Mardi F. N. Sinaga (pemantik diskusi), Maruap Siahaan, K. Tunggul Sirait, Pdt Marihot Siahaan, Jerry R. H. Sirait, Jhohannes Marbun, S. M. Tampubolon, Binsar Sihombing, Robinson Togap Siagian, Hotman J. Lumban Gaol, Boy Tonggor Siahaan.
Pewarta: Boy Tonggor Siahaan (Humas YPDT)