JAKARTA, DanauToba.org — “Pengembangan atau pembangunan Kawasan Danau Toba (KDT) harus berwawasan kultur lokal, ciri lokal, bukan Monaco, Nusa Dua (Bali), tetapi KDT menjadi kota berkat, kota sejahtera untuk semua,” demikian penyataan Andaru Satyoto, S.IP, M.Si (pemerhati lingkungan hidup dan Sekretaris Umum YPDT).
Menurut Andaru: “Pertama, pengunjung wisata boleh saja seperti Monaco dan Nusa Dua, tetapi karakternya tetap karakter masyarakat Batak. Kedua kita tidak bisa ingin ini atau ingin itu, tetapi harus mulai dari apa yang dipunyai rakyat dan ke arah visi kota berkat, kota sejahtera, kota rakyat Batak.”
“Kalau memang visi tersebut ingin diwujudkan, maka kita perlu memiliki grand design (rencana induk) pengembangan KDT. Baru kita bicara sektor-sektornya, khususnya infrastruktur dan wisatanya. Kita berharap tidak lagi mengulangi rencana KDT berdasarkan keinginan dan kepentingan pejabat. Kita harus membumi dengan kepentingan dan potensi rakyat, rakyat bukanlah obyek dan tidak punya apa-apa. Rakyat adalah segalanya untuk awal keberhasilan pembangunan berkeadilan dan berorientasi rakyat, pembangunan berkelanjutan,” ujar pengajar di FISIP UKI ini.
“Pemerintah seharusnya mengajak masyarakat dan berangkat dari kepercayaan diri rakyat bukan dengan mengiming-imingi janji-janji kepada mereka. Jangan hanya maunya pejabat, apalagi tanpa konsep yang jelas,” demikian ditegaskan Andaru.
Bercermin pada pengalaman nyata, banyak perusahaan (investor) di KDT tidak berpihak kepada masyarakat dan mengabaikan pelestarian lingkungan hidup. Andaru menyebutkan salah satu investor tersebut bernama Sukanto Tanoto. “Sukanto Tanoto tidak mempunyai rekam jejak sejarah nenek moyangnya di KDT, tetapi dia menguasai 247 ribu hektar tanah. Investasi usaha yang dibangunnya di KDT banyak yang bermasalah dengan kerusakan lingkungan hidup dan berkonfik dengan masyarakat di KDT. Ini ironi bagi orang Batak,” cetus Andaru yang diberi marga Napitupulu.
Karena itu, kita tidak dapat percaya lagi kepada para investor perusak lingkungan hidup dan tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat lokal. Investasi di KDT seharusnya berbasis potensi lokal dan kultural masyarakat lokal.
Andaru mengusulkan: “Bangunan idealisnya adalah KDT menjadi Kota Berkat di Atas Bukit. Pilar-pilarnya adalah potensi lokal masyarakat KDT, terutama air Danau Toba.”
“Bayangkan air Danau Toba sekarang dikuasai PLN, Inalum, PDAM, dan perusahaan-perusahaan KJA. Rakyat di KDT tidak menguasai air Danau Toba itu lagi. Di sinilah kealfaan negara,” komentar Andaru.
“Ini sangat melenceng dari konsep Nawacita yang didengungkan Presiden Jokowi, yang ideologis membangun dari pinggiran. Problemnya adalah pemerintah belum punya konsep dan hanya elitis, belum percaya terhadap kekuatan lokal,” demikian Andaru menyimpulkan. (JM dan BTS)
Mas Andaru, renovasi, restrukturisasi, dan semua re.. re.. lainnya akan menimbulkan perubahan. Jadi kita sepakat dulu, dengan progran pengembangan wisata danau toba akan terjadi perubahan. Baru selanjutnya perubahan apa yang bisa diterima dan harga mati tdk bisa berubah, itu mungkin arah diskusi yang harus dibahas, supaya ada bingkai pembahasan dan tdk menjadi melebar kesana-sini, untuk itu apakah ypdt sdh memiliki bahan-bahan pembahasan utk itu ? supaya gerak pengembangan ini tdk berdrap ditempat saja. ayo, bangun danau toba yang indah dan bermartabat termasuk dalam diskusinya