JAKARTA, DanauToba.org – Komisi Informasi Pusat (KIP) pada Kamis (16/02/2017) pukul 13.00 WIB melakukan Sidang pemeriksaan awal sengketa informasi antara Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) sebagai Pemohon terhadap Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai Termohon. Adapun objek sengketa adalah penolakan BKPM memberikan data dan informasi publik mengenai perusahaan-perusahaan bermodal asing (PMA) yang saat ini melakukan kegiatan budidaya ikan Keramba Jaring Apung (KJA) yang mengakibatkan Danau Toba tercemar. Sidang pemeriksaan awal dipimpin Ketua Majelis Komisioner (MK) KIP Evy Trisulo beranggotakan Dyah Aryani dan John Fresly dengan mediator Yhannu Setyawan dan Panitera Pengganti Afrial Sibarani di Ruang Sidang lantai 5 KIP, Jalan Abdul Muis 8, Jakarta.
Pada persidangan ini hanya dipimpin dua MK karena anggota MK John Fresly mendadak melakukan pemeriksaan kesehatan ke dokter dan sidang tetap sah menurut undang-undang. Persidangan ini dihadiri para pihak baik dari Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) yang diwakili Maruap Siahaan (Ketua Umum YPDT), Jhohannes Marbun (Sekretaris Eksekutif YPDT), Deka Saputra Saragih dan FX. Denny Aliandu (anggota Tim Litigasi YPDT) maupun dari BKPM yang diwakili oleh Riyatno (Kepala Pusat Bantuan Hukum BKPM), Rio Sudarsono, dan Aldi.
Kuasa Pemohon dan principalnya menyampaikan permohonan informasi tentang proses perijinan yang dimiliki perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA), salah satunya PT. Aquafarm Nusantara yang diduga mencemari air Danau Toba melalui pemberian 240 ton pellet setiap hari di mana di Swiss, negara asal PMA tersebut dilarang menabur pellet satu kilo gram atau satu genggaman-pun ke danau. Namun di Indonesia perusahaan tersebut mengeksploitasi Danau Toba, menguras kekayaan yang ada, meninggalkan pencemaran, dan rakyat menderita. YPDT mewakili aspirasi masyarakat Kawasan Danau Toba menginginkan keadilan ditegakkan di negeri ini. “Yang kami minta keterbukaan informasi mengenai perusahaan PT. Aquafarm Nusantara, bagaimana BKPM memberi ijin kepada Aquafarm. Apakah mereka memenuhi persyaratan dan melampirkan ijin-ijin pendukung, sehingga BKPM memberikan ijin kepada perusahaan tersebut?” ujar Maruap Siahaan.
Deka Saragih, SH, yang juga mewakili Pemohon menjelaskan lebih lanjut bahwa berdasarkan surat yang diperoleh Pemohon dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Utara, PT. Aquafarm Nusantara yang beroperasi di perairan Danau Toba sejak tahun 1996 berikut dengan ijin perluasannya hanya menyebutkan nomor-nomor surat perijinan yang diberikan Kementerian/ Lembaga kepada PT. Aquafarm Nusantara, tetapi pihak Pemohon tidak pernah mendapatkan salinan atau isi dari surat ijin itu secara detail. “Jadi memang benar bahwa PT Aquafarm Nusantara pernah mendapatkan surat ijin dari Menteri Pertanian ketika itu, namun tidak diketahui isi surat tersebut,” ujar Deka Saragih menjelaskan. Untuk itu Pemohon melalui Surat Nomor: 033/YPDT/Lit PI/IX/2016 tertangggal 08 September 2016 mengajukan permohonan informasi, yaitu: Informasi dan/atau data dari PT. Aquafarm Nusantara selaku perusahaan PMA di antaranya Ijin Usahanya, Domisili Perusahaan, Izin Lingkungan Perusahaan, AMDAL Perusahaan, UKL-UPL Perusahaan, dan HO Perusahaan berkaitan dengan Perizinan Perusahaan tersebut secara lengkap dan terperinci.
Namun oleh Termohon dijawab bahwa informasi yang diminta Pemohon adalah informasi yang dikecualikan berdasarkan uji konsekuensi. Termohon melalui Surat Nomor: 198/B.4/A.3/2016 tertanggal 10 Oktober 2016 memberikan jawaban yang intinya Termohon tidak dapat memberikan karena informasi tersebut merupakan data individual perusahaan yang berdasarkan Keputusan Kepala BKPM Nomor 58 Tahun 2016 Tentang Hasil Uji Konsekuensi Informasi Publik di Lingkungan BKPM, termasuk ke dalam Informasi yang dikecualikan.
Riyatno, kuasa pihak Termohon menjelaskan bahwa BKPM mengeluarkan ijin diawal atau sering disebut Ijin Prinsip dan ijin di akhir atau sering disebut Ijin Usaha Tetap atau saat ini disebut Ijin Usaha. Ijin di tengah sering disebut sebagai Ijin Pelaksanaan dan ini dilakukan di daerah, sebagian besar ada di kabupaten/kota, dan sebagian lagi ada di provinsi. Jadi BKPM hanya mengeluarkan Ijin Prinsip dan Ijin Usaha. “Kami membuat pengecualian itu juga dibimbing Menkominfo tentang apa saja yang dikecualikan”. Terang Riyatno.
Berdasarkan penjelasan Termohon yang tetap pada sikapnya, tidak memberikan informasi dimaksud kepada pemohon dengan pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan, Ketua Komisioner menyimpulkan bahwa jalur mediasi tidak dapat dilakukan. Untuk itu, berdasarkan Undang-undang (UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, red), Komisioner memiliki kewenangan untuk memeriksa seluruh berkas-berkas yang dikecualikan oleh Termohon dan menguji hasil uji konsekuensi Termohon dalam Sidang Tertutup. Ketua Majelis Komisioner meminta Pemohon untuk mempersiapkan berkas-berkas pendukung di antaranya membuktikan bahwa perusahaan yang dimaksud memang beroperasi di perairan Danau Toba dan merupakan PMA, berkas kepentingan masyarakat yang diwakili, dan berkas kegiatan maupun pengujian yang dilakukan pemohon yang mengindikasikan Danau Toba tercemar, sehingga perlu mendapatkan informasi publik dari Termohon. Sedangkan untuk Termohon, Majelis Komisioner meminta agar membawa SK BKPM dimaksud, Surat Ijin Prinsip di awal dan Surat Ijin Usaha di akhir, termasuk Ijin di tengah yang disetor oleh daerah yang dijadikan sebagai dasar mengeluarkan Ijin Prinsip dan Ijin Usaha dibawa dalam sidang berikutnya.
Selanjutnya, Ketua Majelis Komisioner memutuskan Sidang Pertama dilanjutkan minggu depan untuk mendengarkan keterangan Pemohon berikut bukti-bukti pendukung sebagaimana diminta. “Jikalau memungkinkan kita langsung melakukan pemeriksaan tertutup untuk Termohon”. Ungkap Evy Trisulo mengakhiri. (JM)