JAKARTA, DanauToba.org ― Sidang pembacaan Putusan Hakim PTUN Jakarta, Rabu (28/3/2108) ini, memang sungguh mengecewakan para pendukung, pencinta, dan pemerhati Danau Toba yang turut hadir di ruang sidang. C. F. Sidjabat, salah satu saksi fakta, juga hadir dan mengeluarkan kegundahan hatinya dengan senyum kekalahan setelah mendengarkan Putusan Hakim, seperti berikut ini:
Ya hari ini senyuman saya terasa pahit!
Pahit memang…
Di PTUN Jakarta hari ini Majelis Hakim menolak gugatan Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) dengan pertimbangan kompetensi. Artinya gugatan YPDT ditolak karena dianggap tidak memiliki kegiatan sebagai lembaga yang berfungsi di bidang lingkungan hidup.
Sebagai fans berat YPDT dan memang sangat mencintai Danau Toba sampai ke ubun-ubun, sejak awal saya ikut memperhatikan kasus ini bahkan diminta jadi saksi fakta pihak YPDT sebagai penggugat.
YPDT sebenarnya menggugat BKPM yang telah memberikan ijin sejak lama kepada PT Aquafarm Nusantara. Ya sejak reformasilah. Perusahaan ini sejak era reformasi diberi ijin membangun Karamba di Danau Toba!! Inilah yang digugat! Ijin inilah yang bagi YPDT dan para simpatisannya menjadi salah satu sumber pencemaran Danau Toba.
Sejak lama air Danau Toba dikenal sebagai sumber air kehidupan bagi masyarakat pinggiran Danau Toba. Dalam argumennya, para ahli hukum YPDT menyatakan bahwa sebagai “air berkualitas kelas satu” yang layak minum tidak selayaknya diberi ijin keramba ikan! Mereka sadar bahwa ijin keramba hanya dibolehkan di air dengan kualitas di bawahnya, kelas 2 atau 3.
Ini dia inti gugatannya: ijin karamba tidak boleh di air kelas satu titik. Air ini menyangkut hajat hidup orang banyak di sekitar Danau Toba! Inilah kesaksian saya bahwa ketika masih kecil sampai tahun 1970an atau hingga 1980an air itu jernih dan layak minum tanpa dimasak. Saksi fakta lain, Drs Mardongan Sigalingging sependapat dengan saya.
Bagaimana sekarang?
Air Danau Toba kacau-balau sudah bro. Kotor berwarna coklat, berbau, bahkan belakangan ini mulai dihuni lintah-lintah kecil berwarna kecoklatan. Lalu? Kesaksian kami sama sekali diabaikan. Malah yang dikutip kayaknya hanya saksi pihak Tergugat dan Tergugat II Intervensi.
Ah, sudahlah….
Sudahlah.
Saya datang pagi sekali sebelum sidang sekitar pukul 8 di PTUN. Melihat situasi, saya sebenarnya sudah mencium aroma kekalahan. Mengapa? Ah, sudahlah. sudahlah. Itu perasaan saya saja. Indera ke-6 mungkin kata orang. Lalu ketika masuk ruang sidang pada saat awal pembacaan putusan saya juga sudah berbisik kepada kawan di sebelah kanan saya: … bang (Mardongan Sigalingging) gugatan kita pasti ditolak.
Dan benar. Ketika akhirnya gugatan ditolak dengan alasan di atas. Ini berbanding terbalik dengan gugatan YPDT di Medan yang diterima dan dimenangkan oleh Majelis Hakim PTUN terhadap perusahaan karamba lain.
Perusahaan ini kayaknya masih akan berkembang terus di tengah perjuangan YPDT dan Masyarakat Sirungkungan, Tobasa.
Tak terasa mulut saya komat-kamit saja dengan bibir seperti gemetar komat-kamit: Terimakasih Tuhan atas berkatmu hari ini. Engkau masih membiarkan terus berjuang melawan para pencemar air Danau Toba sampai air Danau Toba bersih kembali.
Ya air Danau Toba harus menjadi: Tao Nauli, Aek Natio, Mual Hangoluan.
Seperti Pak Rizal Ramli pernah bilang harus dibersihkan dari keramba. Bahkan juga seperti diucapkan oleh Bapak Luhut Binsar Panjaitan.
Satu harapan kiranya Bapak Presiden Jokowi, juga mendengar tangisan kami.
Kawasan Danau Toba harus diperjuangkan menjadi KOTA BERKAT DI ATAS BUKIT.
Begitulah senyum kekalahan sampai siang ini yang terasa pahit walau harus ditelan.
Kalah ya kalah sudah! Selamat untuk pemenang yang senyum dengan sumringah.
Salam damai para pencinta Danau Toba…
Jakarta, 28 Maret 2018
C. F. Sidjabat