
Foto Bersama dalam Acara Diskusi Parenting dan Anak Batak Ceria dalam rangka Gerakan Cinta Danau Toba (GCDT) 3.
SIBORONGBORONG, DanauToba.org — Budaya Batak memiliki nilai-nilai tinggi. Ini dapat diindikasikan dari adanya sistem adat-istiadat, sistem kekerabatan (hubungan kekeluargaan dan kemasyarakatan), karya sastra (di dalamnya terkandung bahasa, aksara, puisi, prosa, pantun, perumpamaan, ungkapan hikmat dan kebijaksanaan, dll), karya seni (nyanyian, tarian, arsitektur bangunan, tenunan, ukiran dan relief), dan perkakas rumah tangga.

Hal tersebut disampaikan St Prof Dr Payaman J. Simanjuntak (Pembina Yayasan Pencinta Danau Toba [YPDT]) dalam kesempatan menyampaikan paparan dalam Diskusi Parenting: Pola Asuh Berbasis Budaya Batak di Gedung Gereja HKI Hutasoit Pardomuan, Siborongborong, pada Rabu (27/12/2017).
“Bangso (Bangsa) Batak harus mensyukuri dua hal: Pertama, Bangso Batak memiliki Budaya yang tinggi, dan kedua Bangso Batak memiliki Kekristenan. Bukan sebuah kebetulan orang Batak berbudaya tinggi dan menjadi Kristen, tetapi ini adalah anugerah dari TUHAN,” lanjut Prof Simanjuntak di depan peserta diskusi yang dihadiri para pelayan Gereja, guru-guru, pemuda (naposo), dan orang tua.
Tidak banyak suku-suku bangsa di dunia memiliki kelengkapan budaya seperti yang dimiliki bangso Batak. Ini menunjukkan bahwa bangso Batak kaya akan budayanya dan bernilai tinggi.
Karena Budaya Batak memiliki nilai-nilai atau norma-norma tinggi, maka masyarakat Batak yang hidup dalam budayanya tersebut memiliki kualitas moralitas, kesopanan, kesantunan, toleransi, dan religiositas yang tinggi.
Hal tersebut sudah teralami di masyarakat Batak pada generasi-generasi sebelumnya. Di masa mereka terlihat peradaban Batak yang luhur dan mulia. Bukti-bukti sejarah dan peninggalan-peninggalan mereka masih dapat kita temukan, misalnya ruma (rumah) Batak, tenunan ulos, dan gorga. Ini menjadi tanggung jawab generasi Batak pada masa kini mewariskannya kepada generasi muda yang akan datang.
Pada masa sekarang Budaya Batak makin tergerus, bahkan terkontaminasi dari pengaruh-pengaruh negatif dan terbawa arus zaman. Akibatnya generasi muda Batak makin jauh dari Budaya Batak. Harus ada upaya melestarikan kembali budaya Batak kepada generasi muda Batak sebelum punah budaya tersebut.
Karena itulah, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) memandang perlu dan mendesak dalam melestarikan Budaya Batak kepada generasi muda Batak. Kalau bukan kita, sebagai orang Batak, siapa lagi yang akan mewariskan Budaya Batak tersebut.
Kegiatan Diskusi Parenting: Pola Asuh Berbasis Budaya Batak menjadi fokus dalam Kegiatan Gerakan Cinta Danau Toba (GCDT) 3 yang digulirkan tahun 2017 (tahun ketiga GCDT).
Baca juga: Gereja Harus Mampu Menerangi Budaya
Puji syukur, gagasan YPDT menggerakkan masyarakat melestarikan Budaya Batak disambut hangat oleh Badan Kerjasama Antar Gereja (BKAG) Kabupaten Tapanuli Utara. Gereja menjadi basis utama dalam pelestarian Budaya Batak tersebut. Cukup banyak para pemimpin Jemaat (pendeta dan Majelis Jemaat atau Parhalado) mendukung hal tersebut.
Hadir dalam Acara Diskusi Parenting tersebut antara lain: Pdt Daniel Sitorus Pane (Ketua BKAG), Drs Maruap Siahaan, MBA (Ketum YPDT), Pdt Marihot Siahaan (Ketua Panitia GCDT 3), St Prof Dr Payaman J. Simanjuntak (Pembina YPDT sekaligus Pembicara Diskusi), Pdt Nelson Siregar, MTh (Pembicara Diskusi), Susi Rio Panjaitan, M.Psi (Sekretaris Panitia GCDT 3 sekaligus Pembicara Diskusi), Jhohannes Marbun, SS, MA (Sekretaris Eksekutif YPDT sekaligus moderator diskusi), Boy Tonggor Siahaan (Staf YPDT dan Panitia GCDT 3), Edward Tigor Siahaan (Pengurus YPDT Perwakilan Tapanuli Utara), Pdt Hotmaida Nababan br Siahaan (Bendahara BKAG), dan para peserta diskusi sekitar 50 orang.
Selengkapnya materi yang disampaikan Prof Dr Payaman Simanjuntak dapat dilihat di bawah ini. (BTS)