DanauToba.org — Berdasarkan data statistik BPS (Biro Pusat Statistik) pada beberapa tahun lalu, Sumatera Utara (Sumut) memiliki tingkat patologi sosial tertinggi setanah air. Patologi sosial tersebut seperti pemakaian dan peredaran narkoba, kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, dan judi online. Tentu ini sangat memprihatinkan kita sebagai orang-orang yang berasal dari wilayah Sumut, terutama orang-orang Batak yang berasal dari Kawasan Danau Toba (KDT) sebagai tanah leluhurnya.
Menyikapi hal tersebut, BATAK CENTER turut prihatin dan perlu bersinergi dengan lembaga-lembaga dan pemangku masyarakat adat untuk mencari solusi mengatasi masalah tersebut. Karena itu, BATAK CENTER menyurati sinode-sinode gereja dan keuskupan di Medan yang memiliki umatnya di KDT. Mengapa gereja? Karena menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) BATAK CENTER Jerry R. Sirait bahwa BATAK CENTER mengambil momen memperingati Hari Reformasi Gereja pada akhir Oktober lalu, sehingga itu menjadi alasannya. “Kami memohon maaf bukan berarti kami mengabaikan agama-agama dan kepercayaan lain, tetapi nanti akan ada saatnya,” jelas Sekjen.
Ada beberapa usulan BATAK CENTER yang menjadi keprihatinannya (diksi yang dipakai BATAK CENTER adalah Curahan Hati) sebagai berikut:
- BATAK CENTER menganjurkan agar gereja-gereja lintas denominasi bekerja sama dan bekerja bersama-sama berkolaborasi mencaritemukan akar masalahnya dan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Perlu aksi bersama untuk segera mengatasi berbagai patologi sosial di tengah-tengah masyarakat.
- Melakukan upaya preventif dan edukatif bagi warga gereja khususnya generasi muda agar memiliki sikap waspada dan menghidupi Firman Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari.
- BATAK CENTER mengharapkan para pejabat dan pelayan gerejawi pada semua aras menyadari dan melaksanakan peran dan tugasnya dengan hati dalam panggilan masing-masing dan menjaga iman percaya masing-masing warga gereja serta memelihara dan melaksanakan nilai-nilai luhur Kekristenan.
- Kiranya gereja berikap tegas terhadap kejahatan seksual pada anak. Gereja mampu berdiri sebagai pembela dan pelindung bagi anak-anak seperti yang diteladankan Kristus. Gereja juga perlu meningkatkan dan memberikan ruang dan peran perempuan dalam bergereja.
- BATAK CENTER menganjurkan agar dalam semangat kerjasama dengan Pemerintah, lembaga-lembaga keagamaan dan masyarakat umum lainnya, menyegarkan pemahaman tentang keadilan dan kebenaran, keutuhan ciptaan, dan perdamaian (KCKP) dan merealisasikannya dengan semangat ekumenisme inklusif.
- Para pejabat gerejawi pada semua aras menyadari dirinya menjadi teladan dalam hidup dan iman serta menjadi contoh teladan nyata bagi warga gereja dalam kehidupannya sesuai teladan Kristus.
- BATAK CENTER memohon kepada setiap pergantian pemimpin sinode/lembaga gerejawi dan lembaga keumatan Kristiani agar menghindari politik praktis. Ketegasan ini perlu diberlakukan mulai dari tingkat sinodal hingga lokal di jemaat.
BATAK CENTER berharap usulan-usulannya tersebut dapat disebarluaskan agar masyarakat luas dapat membantu mengawalnya. Karena itu, BATAK CENTER mengadakan konferensi pers dengan sejumlah media di Kantor Sekretariat BATAK CENTER, Tanah Abang II, Jakarta Pusat, pada Kamis (14/11/2024).
Dalam konferensi pers dari BATAK CENTER ini, beberapa pengurus dan fungionaris BATAK CENTER menyampaikan pandangan-pandangannya antara lain dari Ketua Umum BATAK CENTER Ir. Sintong M. Tampubolon, Sekjen BATAK CENTER Drs. Jerry R. Sirait, salah satu tokoh adat Batak dan Anggota Dewan Pembina BATAK CENTER Ompu Daulat Raja Agung Panuturi Hasadaon Dr. Joonner Rambe, SE, MM, Ketua Dewan Pengawas BATAK CENTER Ir. Alimin Ginting, Wakil Ketua BATAK CENTER St. Dr. Pontas Sinaga, Wakil Ketua Departemen Pengkaderan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ekonomi, dan Kreativitas (Perempuan, Pemuda, dan Anak) BATAK CENTER Tiomora Ester Maria Sitanggang, ST, MM, dan Intellectual Think Thank BATAK CENTER Ir. Parlin Sianipar, Drs. Saut Poltak Tambunan, dan St. Ir. Monang Sirumampea. Turut hadir juga Bendahara Umum BATAK CENTER Ir. Lambok Sianipar, MBA, Wakil Sekjen BATAK CENTER Dr. Freddy F.M. Pandiangan, SE, M.AP, dan Sekretaris Departemen Penguatan Organisasi, Hubungan Masyarakat dan Kerjasama BATAK CENTER Pdt. Tonggor M. Siahaan, M.Th.
Berikut ini poin-poin penting yang disampaikan dari beberapa pengurus BATAK CENTER tersebut, antara lain:
- Sintong M. Tampubolon mengatakan bahwa ada banyak masalah patologi sosial di Sumut, terutama di KDT. Ini menjadi keprihatinan sehingga BATAK CENTER menyampaikan curahan hati melalui pertemuan ini. Ketum BATAK CENTER ini menyatakan bahwa BATAK CENTER sudah menyurati para tokoh adat, tokoh masyarakat, dan tokoh atau pemimpin Gereja di wilayah Sumut dan khususnya KDT. Selain itu, BATAK CENTER juga mengundang para jurnalis media meliput pertemuan ini untuk mempublikasikan dan menyebarkan keprihatinan kita bersama ini. Kita semua sudah mengetahui melalui pemberitaan media bahwa Sumut menempati peringkat nomor 1 dalam kejahatan dan hal-hal negatif lainnya daripada provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Karena itu, BATAK CENTER menyurati para pemimpin dan tokoh dari lembaga-lembaga yang sudah disebutkan di atas karena mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat. Kalau bukan mereka siapa lagi? Sekiranya BATAK CENTER dapat menjadi saluran berkat dalam bentuk pemikiran dan memberi semangat kepada para pemimpin dan tokoh tersebut, baik di Sumut maupun di KDT, sehingga kita dapat mengatasi masalah tersebut.
- Jerry R. Sirait menyampaikan bahwa ada dua hal pokok. Pertama, perhatian BATAK CENTER terhadap patologi sosial. Kedua, BATAK CENTER memberikan solusi dan contoh konkrit. Di Sumut tampak jelas tingginya politik praktis dilakukan para pejabat dan calon kepala daerah, bahkan sudah masuk ke ranah gereja. Ini memprihatinkan. Karena itu, “Stop politik praktis,” tegas Sekjen mewakili suara BATAK CENTER. “Kerinduan kami di BATAK CENTER agar tinggalkan cara-cara apapun terkait politik praktis. Kepada pemimpin gereja agar meninggalkan cara-cara yang tidak Kristiani dan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. “Di bagian akhir nanti, Ketum BATAK CENTER akan menyampaikan pesannya terkait rencana Sinode Godang HKBP pada awal Desember 2024,” ujar Sekjen. Sekjen berharap agar keprihatinan bersama ini digumuli di gereja masing-masing. Selain itu, Sekjen mengatakan bahwa keluarga, gereja, dan negara akan kehilangan generasi penerus yang cerdas, sehat secara fisik, mental, iman, dan spiritualitasnya. Ini artinya kita akan kehilangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul kalau masalah ini masih terus berlangsung dan tidak diatasi.
- Joonner Rambe menanggapi bahwa generasi muda Batak saat ini sudah banyak tidak memahami adat dan budaya Batak. Ini akan menjadi fenomena di masyarakat tidak lagi mengutamakan adat. Akhirnya di kehidupan sosial masyarakat kita tidak terlihat lagi keindahan dan kebaikan dari habatakon (adat dan budaya Batak) itu sendiri. Akibatnya jika terjadi pergesekan di masyarakat, maka tidak ada lagi nilai-nilai luhur tersebut dilaksanakan. “Saya rasa kita perlu tanggap akan hal ini,” ajak Yang Mulia Daulat Raja. Yang Mulia berharap agar generasi muda Batak memegang teguh budaya tersebut dengan mau belajar dan mempraktekkannya. Terkait hal tersebut, Rambe mengusulkan agar sekolah-sekolah dari tingkat dasar dan menengah di Sumut, terutama di KDT, memberikan pelajaran habatakon. Selain itu, Rambe juga menyinggung peran tokoh agama yang bersinergis dengan tokoh adat agar nilai-nilai luhur baik adat dan agama dapat saling memperkuat generasi muda Batak ke depan.
- Alimin Ginting menekankan bahwa sejauh ini belum ada perubahan signifikan ke arah yang lebih baik dalam menjawab patologi atau penyimpangan sosial ini di masyarakat, terutama di KDT. BATAK CENTER tergugah dan tentu kita semua pun ikut tergugah melihat persoalan ini. “Dalam menyelesaikan persoalan ini kita perlu menyatukan pikiran dan tidak berpikir secara sektoral. Buktinya pikiran yang sektoral tersebut tidak mampu menjawab persoalan ini,” tegas Ginting. Karena itu, Ginting berharap agar BATAK CENTER dan semua pihak dapat bersatu padu mengatasi persoalan ini.
- Tiomora Sitanggang lebih menyoroti dalam perspektif peran perempuan dalam keluarga Batak. “Kita perlu membangun fondasi keluarga yang kokoh, sehingga tercapai SDM yang unggul sebagaimana visi dan misi BATAK CENTER,” ucapnya. Kekuatan keluarga itu harus terlihat dari sisi pendidikannya, kesehatannya, ekonominya, mentalnya, moralnya, dan spiritualitasnya. Dengan demikian, “Kita orang Batak dapat bersaing dengan siapapun dalam situasi global saat ini,” klaimnya. Kita tidak dapat membendung arus globalisasi, kemajuan teknologi, dan informasi ini. “Namun kita harus memiliki filter. Di sinilah peran Gereja, tetapi yang terutama peran keluarga. Bagaimana pun peran keluarga ini harus kita perkuat agar kita memiliki generasi muda, anak-anak kita, menjadi generasi yang unggul,” ungkap Tiomora.
- Parlin Sianipar lebih banyak bercerita tentang pengalamannya ketika kaget adanya kekerasan seksual seorang remaja puteri yang ditiduri pamannya dan bahkan bapaknya. Beliau mengurus anak itu agar membuat laporan ke polisi. Anak perempuan itu pun hamil dan dia minta ibunya agar menggugurkan atau membiarkan borunya melahirkan anaknya. Singkat cerita ibu itu membiarkan agar bayi itu lahir dan bayi itu diurus oleh Amang Parlin Sianipar ini. Belajar dari peristiwa tersebut, Sianipar mendirikan tiga komunitas, yaitu: Dewan Pengurus Daerah (DPD) BATAK CENTER Kabupaten Toba, Lembaga Perlindungan Anak, dan Komunitas Peduli Pembangunan Toba.
- Monang Sirumampea merespons bahwa BATAK CENTER fokus pada gereja karena gereja adalah tonggak iman dan pengajaran dogma. Menurutnya, “Keluarga memang berperan utama dalam pendidikan anak, tetapi gereja juga memainkan peran penting dalam menumbuhkan iman anak untuk menilai apa yang baik dan tidak baik, bagaimana beretika, dan menjauhi hal-hal yang berhubungan dengan dosa,” tandasnya.
- Pontas Sinaga melihat bahwa kita perlu melakukan riset mendalam secara komprehensif dan holistik dalam mencari solusi terbaik mengatasi masalah patologi sosial ini. “Penelitian ini untuk melihat sejauh mana kerusakan moral dan kemiskinan di KDT. Kita susun rencana dengan pihak gereja, lembaga adat dan sosial, dan pemerintah daerah untuk menemukan solusinya, sehingga kebijakan apa yang kita perlu ambil. Tentu saja kebijakan tersebut bertolak dari kajian ilmiah,” pungkas Sinaga.
- Saut Poltak Tambunan memulai dengan tulisan yang pernah dia buat tentang kisah seorang penjaja “cinta” yang dijuluki boru hepeng (boru adalah anak gadis, hepeng adalah uang). Dia sempat ditentang dan bahkan dibantah bahwa boru hepeng itu tidak ada di tanah Batak. Di sini Sang Pande Gurit Turiturian Batak Toba ini hendak mengungkapkan kegelisahannya akan maraknya praktik pelacuran di KDT. Beliau memunculkan diksi “boru hepeng” sebagai suatu fakta yang nyata dan membungkusnya dengan narasi cerita pendek, sehingga siapapun yang merasa gelisah dengan situasi tersebut dapat bertindak sesuai kapasitasnya. Apakah dia seorang tokoh, pejabat, atau pemimpin yang sudah tentu dapat berbuat sesuatu, sehingga ia dapat menyingkap dan mengatakan kenyataan tersebut. Sungguh seorang satrawan bernama Bang SPT memiliki ketajaman sosial melalui tulisannya.
Pewarta: Mr. Inspirator