SIONGGANG, DanauToba.org — Tiap bulan kelima penanggalan suku Batak atau Juli pada kalender Masehi, ruas (umat) Parmalim, “agama suku di komunitas Batak” mengadakan ritual Sipahalima. Tahun ini diselenggarakan pada 12-14 Juli 2019, sebagaimana yang diselenggarakan Umat Parmalim Bale Pasogit Huta Halasan, Sionggang, Kec. Lumban Julu, Toba.
Sipahalima diselenggarakan Umat Parmalim sebagai ritual agamawi untuk menyampaikan rasa syukur kepada Debata Mula Jadi Nabolon, Sang Khalik langit, bumi beserta isinya, atas kasih dan anugerah-Nya, terutama atas hasil panen dan peternakan, syukur atas rezeki, kesehatan, dan keselamatan sepanjang tahun. Satu ekor kerbau jantan disembelih dan bermacam-macam sajian dipersembahkan, dengan panortoron na marliat diiringi gondang sabangunan, musik khas Batak.
Ritual Pameleon Bolon Sipahalima yang diselenggarakan umat Parmalim di Bale Pasogit Huta Halasan, berjalan lancar, hikmat dengan penuh suasana kekeluargaan.
BATAK CENTER hadir pada acara tersebut bersama-sama LABB (Lembaga Adat dan Budaya Batak) dan MADYA (Masyarakat Advokasi Warisan.Budaya) atas undangan Pimpinan Parmalim Bale Pasogit Huta Halasan, Bapak Halasan Sirait, S.E. – yang adalah salah seorang Pendiri BATAK CENTER dan dalam kepengurusan sebagai Wakil Dewan Penasihat Nasional BATAK CENTER (Ketua Penasihat: Prof. Dr. H. Bomer Pasaribu). Bagi BATAK CENTER, Parmalim adalah agama walau bukan agama samawi/wahyu seperti agama Kristen dan Islam. Dari sudut pandang sosiologi agama, komponen/ aspek-aspek sebuah agama terpenuhi dalam agama Parmalim. De facto sejak lama ia sudah ada walau de jure digolongkan.Pemerintah dalam Penghayat Kepercayaan kepada Tuhan Yang Mahaesa dalam koordinasi Kemendikbud RI c.q. Ditjen Kebudayaan (bukan Kementerian Agama RI) yang berhimpun dalam MLPK (Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan).
Kehadiran BATAK CENTER, LABB dan MADYA di sana sama dengan apabila menghadiri Hari Raya Kristen dan Islam. Setiap individu sejahtera menganut agama dan kepercayaannya itu!. Sebagaimana diketahui BATAK CENTER adalah lintas puak, lintas agama, lintas generasi dan lintas gender. Ditambahkan kawan-kawan akhir-akhir ini lintas benua/ transinternasional. Selain di Indonesia, BATAK CENTER sudah/ akan ada di belahan bumi lainnya. Sejak tanggal 6 Juli 2019 sudah resmi berdiri BATAK CENTER Perwakilan USA/Amerika Serikat sebagai perkumpulan.yang sudah berbadan hukum sesuai Keputusan Menkumham RI.
[Slideshow "sipahalima" not found]Rombongan I dari Jakarta berangkat 12 Juli 2019 pukul 09.00 WIB dari Bandara Udara Soekarno Hatta menuju Silangit dengan Batik Air. Tiba pukul 11.15 WIB di Silangit. Oleh Panitia dijemput dari Silangit dan dihantar ke Bale Pasogit, Huta Halasan, yaitu: Ir. S.M. Tampubolon; Drs. Jerry Rudolf Sirait; Drs. Tigor Tampubolon; Brigjen AD (Purn) Berlin Hutajulu; Laksma AL (Purn) Drs. Bonar Leo Simangunsong, M.Sc.; Ibu Liestriana br. Siahaan, S.E.; Bapak Hasan Batubara bersama nyonya; Prof. Dr.-Ing. K. Tunggul Sirait; Ir. Santiemer Silalahi; Ibu Lufti Retno Wahyudiyanti, S.S. dan Bapak Gugun Junaedi, S.S.
Setibanya di Bale Pasogit sekitar pukul 12.30 WIB rombongan disambut oleh tuan/nyonya rumah, Pak Halasan Sirait dkk. Setibanya di tempat upacara, rombongan dan Muspida Kec Lumbanjulu, Pak Camat dkk diberikan seperangkat pakaian adat oleh Pak Halasan Sirait dkk yaitu ulos hande-hande dan sarung/mandar. Ketua Umum BATAK CENTER, Bapak Tampubolon dan Ketua Umum Dewan Mangaraja LABB, Pak Hutajulu diparabiti dengan ulos pinunsaan/ragidup.
Rombongan menyaksikan acara demi acara yang berlangsung dengan hikmat dan para Umat Parmalim melakukan panortoran secara bersama-sama. Melalui tortor itu mereka bersyahadat/beribadah yang dipimpin langsung oleh Raja Halasan.
Rombongan II berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pada pukul 12.15 WIB dengan menggunakan Sriwijaya Air yaitu: Ir. Bona Simanjuntak; Bapak Freddy F.M. Pandiangan, S.E, M.AP; Bapak Jhohannes Marbun, S.S, M.A; Drs. Biatus Sinaga, M.M., MBA. Rombongan II tiba di Silangit pada pukul 14.30 dan melanjutkan perjalanan ke Sionggang bersama Panitia. Rombongan tiba di lokasi pada pukul 16.30. Sama dengan rombongan I, Panitia memberikan seperangkat pakaian adat. Pakaian adat itu dikenakan semua rombongan selama menghadiri acara.
Pak Halasan sebagai Pengundang, menyampaikan sambutan penerimaan. Sebagai raja pada hajatan dan komunitas itu, Raja Halasan mengenakan pakaian adat lengkap: marabit simargansisi, marhande-hande pinunsaan, martali-tali tumtuman dan manghadang piso halasan.
Seusai mereka bersyahadat/beribadah, sekitar pukul 17.00 WIB, rombongan dari Jakarta diberikan kesempatan manortor. Pada kesempatan itu, selain menyampaikan terimakasih kepada rombongan, Pak Halasan “bernazar” membangun 1) Museum dan Perpustaan Batak Raya, dan 2) Sekolah Bersasrama berbasis (1) habatakon, (2) keindonesiaan, (3) peradaban mondial & IT di petapakan yang disediakan untuk itu di sebelah kiri bale pasogit, masing-masing 2 ha. Pak Halasan mengakhiri sambutannya dengan mengatakan kepada BATAK CENTER dan LABB “rap ma hita pajongjonghon i/ bersama-sama kita mendirikannya”. Tentu dengan senang hati BATAK CENTER dan LABB menyambutnya. Semoga TUHAN Allah yang Esa Mahakasih memperkenankannya. Amin.
Kemudian rombongan melakukan panortoran na marliat bersama hadirin, Pimpinan dan Umat Parmalim setempat, setelah rombongan mandok hata dohot manjalo gondang melalui Pak Tampubolon dan Pak Hutajulu. Tampak manortor bersama rombongan Bapak Maruhum Sirait, S.H.,M.H. Umat Parmalim setempat, salah seorang Pendiri dan Anggota Intelectual Think Tank BATAK CENTER no urut 38. Ada pun Intelectual Think Tank BATAK CENTER adalah a.l. Dr. H. Akbar Tanjung, Dr. Jacob Tobing, Dr. Cosmas Batubara Prof. Dr. Hj. Darmayanti (Wakil Ketua DPD RI), Prof. Dr.-Ing. K. Tunggul Sirait, dan Dr. Hinca Panjaitan XIII (Anggota DPR RI).
Sebelumnya, Pak Jerry Rudolf Sirait, Sekjen BATAK CENTER menyampaikan pengantar dan kemudian memperkenalkan rombongan dari Jakarta. Menyampaikan terimakasih atas undangan menghadiri upacara keagamaan yang agung itu.
Sekitar pukul pukul 19.30 WIB Panitia mengantar rombongan ke penginapan di Hotel Parapat View, Parapat.
Besoknya, pada 13 Juli 2019, setelah makan pagi, Panitia menjemput dan membawa rombongan menuju Bale Pasogit Huta Halasan. Pada pukul 14.00 WIB rombongan menyaksikan komunitas/Umat Parmalim melaksanakan ritual yang sakral yang disebut “acara pameleon bolon”, tu Ompunta Mulajadi Nabolon (ibadah penyerahan persembahan kepada Sang Khalik Maha Pencipta) yang dipimpin oleh Habonoron, Raja Jadimin Sitorus, partali-tali na birong. Upacara puncak ini berlangsung pada hari singkora (kedua).
Sejak pagi hari, jemaat bergotong royong mempersiapkan segala perlengkapan ritual yang diperlukan saat itu. Dalam proses tersebut, seluruh umat bekerja tanpa memandang simbol status seseorang. Seluruh umat bekerja saling bahu-membahu dengan satu tujuan yakni mengabdi kepada Debata Mulajadi Nabolon. Dalam persiapan terlihat jelas mereka bekerja sama dan bekerja bersama-sama secara gotong royong “na marsiurupan, na mardos ni roha dibagasan holong dohot dame”. Pada prinsipnya, diperlukan ketulusan hati dalam melakukan kegiatan tsb tanpa ada unsur sakit hati atau paksaan.
Acara berlangsung dalam suasana beribadah yang hikmat dan hening. Para perempuan mulai anak-anak sampai ompung-ompung (nenek-nenek) mengenakan kebaya dan ulos, menyanggul cepol rambutnya. Para pria mengenakan kemeja dan jas, marabit simargansisi manang pinunsaan/ragi dup dan marhande-hande ulos sirara, dan ada juga yang hanya mengenakan sarung (pemuda/i dan anak-anak) dan kemeja. Warna-warna yang digunakan dalam busana ini sendiri selaras dengan filosofi masyarakat Batak sendiri terhadap berbagai warna, seperti misalnya warna hitam memiliki makna kepemimpinan dan tanggung jawab, merah mengandung arti sebagai ilmu pengetahuan dan juga kekuatan, dan putih sebagai perlambang kesucian. Setiap sesi doa diakhiri dengan gondang yang diikuti gerak tangan menortor. Begitulah acara ini dilakukan hampir dua jam.
Dalam upacara sipahalima ini, disediakan berbagai macam pelean (sesaji) yang dipersembahkan dan salah satu yang diberikan adalah lombu na birong (sapi hitam). Setelah lombu ditambat, perempuan dan laki-laki bergantian mqnortor hingga waktu yang ditentukan, lombu pun disembelih. Para pria yang bertugas sebagai parhobas (pelayan) sigap mengangkat badan lembu menggunakan tandu yang sudah disediakan lalu dibawa ke sopo. Di sopo itu lombu dipotong dan darahnya langsung diarahkan ke tanah yang khusus disediakan untuk itu (tiris tu tano).
Selama kegiatan berlangsung, Umat Parmalim mengikuti acara dengan hikmat, teratur dan tertib duduk bersila beralaskan terpal plastik. Pada saat upacara dilaksanakan posisi duduk laki–laki dan perempuan terpisah dimana laki–laki mengambil tempat di sebelah kanan dan perempuan di sebelah kiri. Semua mereka tidak mengenakan alas kaki selama kegiatan dan duduk dengan tertib.
Secara umum doa-doa yang dipanjatkan mengungkapkan keikhlasan dan kesungguhan hati mereka dalam menyampaikan pelean berupa hewan kurban, dan juga merupakan tanda syukur mereka atas segala limpahan rahmat misalnya kesuburan, kesehatan dan kelanggengan hidup masyarakat. Selesai penyampaian hewan kurban tersebut, Raja Ihutan yang memimpin Ibadah penyerahan persembahan/pelean menyampaikan pesan dan nasihat, poda na tur (khotbah umum). Pada kesempatan ini, Raja Ihutan mengingatkan umatnya untuk senantiasa menjunjung tinggi kaidah-kaidah yang terkandung dalam ajaran Ugamo Malim. Seluruh ajaran tersebut merupakan tanggungjawab bersama dalam hal menjaga eksistensinya di tengah-tengah keberadaan agama lain dan kepada generasi muda agar tetap menjaga tradisi dan budaya Parmalim. Di akhir acara, jemaat menyambutnya dengan ucapan mauliate atau terima kasih kepada Tuhan. Pesan Raja Ihutan dalam khotbahnya agar semua Pimpinan dan Ruas Parmalim Bale Pasogit Huta Halasan selalu dalam rendah hati. Sotung marginjang ni roha, ninna nasida. Saling mengasihilah!
Raja Ihutan, Bapak Jadingin Sitorus, adalah salah seorang Pendiri BATAK CENTER dan dalam kepengurusan BATAK CENTER sebagai Pembina (Ketua Dewan Pembina BATAK CENTER: Pak Bonar Simangunsong). Salah seorang pemeran acara adalah Bapak Kasman Sirait – yang adalah salah seorang Pendiri BATAK CENTER dan dalam kepengurusan Sekretaris Departemen Bahasa, Aksara dan Literasi BATAK CENTER. Sebagaimana diketahui, ada 136 orang Pendiri BATAK CENTER yang didirikan pada 18-8-’18 (18 Agustus 2018). Adalah Bapak Jerry R. Sirait sebagai Ketua Tim Persiapan Pembentukan BATAK CENTER dan Bapak Judika Malau sebagai sekretaris, Pak Lambok Sianipar sebagai bendahara. Lembaga penggagas: 1) YPDT (Yayasan Pencinta Danau Toba), 2) FBBI (Forum Bangso Batak Indonesia) dan FPBP (Forum Peduli Bona Pasogit).
Sekitar pukul 18.00 WIB setelah ritual pameleon selesai, rombongan diberi kesempatan menyampaikan sambutan sekaligus pamitan. Mewakili BATAK CENTER disampaikan oleh Pak Sintong M. Tampubolon, mewakili LABB oleh Pak Berlin Hutajulu dan mewakili MADYA oleh Ibu Lutfi. Dalam sambutannya, selain mengapresiasi Umat Parmalim yang amat tenang dan hikmat mengikuti rangkaian acara, Pak Tampubolon memperkenalkan.BATAK CENTER dan rencana ke depan serta ideal-ideal yang akan diwujudkan bagi masyarakat Batak Raya. Harapan yang sama juga disampaikan Pak Hutajulu dengan penekanan agar masyarakat Batak tetap menjaga budayanya termasuk warga Ugamo Parmalim. Bapak Berlin juga berharap agar eksistensi Ugamo Parmalim diakui di Indonesia dan dapat berperan aktif dalam menjaga kearifan lokal budaya Batak. Ibu Lutfi mewakili MADYA mengapresiasi prosesi acara dan merasa bangga bisa hadir dalam ritual Parmalim ini. Ia merasa diterima dengan baik dalam komunitas ini dan belajar banyak tentang Parmalim. Mengakhiri sambutan rombongan, Pak Jerry Rudolf Sirait juga menyampaikan harapan dan cita-cita yang akan diwujudkan oleh BATAK CENTER dan akan bersinergi dengan organisasi lain termasuk Parmalim untuk kemajuan masyarakat Batak. Selain itu Pak Jerry mendorong Pak Halasan membangun 1) Museum dan Perpustakaan Batak Raya, dan 2) Sekolah Berasrama (seperti.yang akan dibangun di Komplek Bale Pasogit Huta Halasan) di Kota Medan. Pak Halasan “mengyakannya” melalui gestur tubuhnya. Pak Jerry juga menginformasikan bahwa MUKI (Majelis Umat Kristen Indonesia) bekerjasama dengan MLPK (Majelis Luhur Penghayat Kepercayaan) akan menyelenggarakan Seminar Nasional Kebangsaan sebagai forum untuk mendiskusikan eksistensi Penganut Kepercayaan, termasuk Parmalim didalamnya dan sikap adil Pemerintah terhadap hak-hak konstitusional warganya.
Acara berakhir pada pukul 18.30 dengan acara panortoran bersama dan saling bersalaman sebagai tanda perpisahan. Na mangido gondang adalah Prof. K. Tunggul Sirait didampingi Pak Batubara. “Badanta pe padao-dao alai tondi ma masigonggoman” katanya. Semua Umat Parmalim dalam upacara itu tetap mengikuti acara dengan tertib.
Setelah acara perpisahan, rombongan dijamu makan malam, sementara mereka masih melanjutkan acara ritual khusus di dalam ruangan Bale Pasogit. Rombongan kembali ke penginapan sekitar pukul 19.30 WIB.
Pada 14 Juli 2019, setelah makan pagi, rombongan check out. Ada yang beribadah di HKBP Parapat, ada yang melanjutkan perjalanan ke Medan dan ada pula yang ke Porsea, Laguboti dan Balige. Pak Tampubolon dan Pak Pandiangan ke bandara Silangit untuk kembali ke Jakarta.
Dalam ritual Parmalim ini terlihat kedisiplinan dan taat aturan. Hal ini terlihat dari kewajiban mengenakan busana khusus sesuai dengan “tingkatan” mereka. Pria yang sudah menikah menggunakan sorban yang disebut tali-tali berwarna putih menandakan kesucian. Pemimpin umat menggunakan tali-tali berwarna hitam yang menandakan kepemimpinan dan tanggung jawab.
Demikian juga sikap yang hormat dalam menerima tamu terlihat dalam sikap dan perilaku Umat Parmalim. Hal ini dirasakan dan dinyatakan secara khusus oleh Ibu Lutfi. Sikap gotong royong, kebersamaan dan mengedepankan kaum perempuan terlihat dalam acara ini. Misalnya dalam acara makan, kaum perempuan didahulukan untuk makan bersama dan setelah itu kaum laki-laki. Sebelum dan sesudah makan, kaum Parmalaim berdoa dengan hikmat dan bersama-sama. Kearifan lokal marsirimpa (gotong royong) yang terdapat pada upacara Sipahalima masyarakat Parmalim merupakan budaya masyarakat yang harus dilestarikan. Nilai kearifan lokal kesopan-santunan, wujud penerapan dari nilai kearifan lokal ini dapat dilihat dalam tata cara berpakaian Umat Parmalim atau yang disebut dengan ruhut ni parabiton yang diterapkan oleh Umat Parmalim dalam setiap peribadatan dilaksanakan.
Begitu banyak Umat Parmalim yang hadir, tetap tenang dan hikmat. Tidak ada suara yang mengganggu. Anak-anak pun senyap seakan-akan turut memuja dan memuji Debata Mulajadi Nabolon. Masing-masing makan secukupnya dan tidak ada yang dipalas(tik)i. Cara manortor mereka pun tampak sebagai panortoran masyarakat Batak zaman bahoela. Luar biasa!!! Congratulations kepada Umat Parmalim Bale Pasogit Huta Halasan. Sayonara, sampai berjumpa kembali!
Pewarta: Freddy F.M. Pandiangan