SIPARTOGI, DanauToba.org — Bermain adalah dunia anak-anak. Pada era digital ini, dunia bermain anak-anak sudah berubah beralih ke digital. Permainan anak-anak konvensonal dan tradisional makin ditinggalkan dan terlupakan. Bahkan di dusun sekalipun, hal itu sudah dirasakan, seperti yang kami amati dalam kegiatan menumbuhkan kembali permainan anak-anak di Sipartogi (Silalahi, Paropo, dan Tongging). Anak-anak tampak “haus” bermain dan beraktivitas.
Ketika panitia dari Gerakan Cinta Danau Toba (GCDT) II tahun 2016 mulai mengumpulkan anak-anak untuk beberapa permainan tradisional setelah selesai acara Pembukaan GCDT II ini, mereka sangat antusias bermain marsitekka dan lomba lari sambil menggendong teman secara bergantian.
Setiap orang yang menonton permainan anak-anak sungguh menikmati. Beberapa orangtua dan ompung-ompung (kakek-nenek) yang hadir di acara tersebut tertawa terbahak-bahak menyaksikan kelucuan anak-anak bermain, terutama mereka yang bermain lomba lari-gendong. Tampaknya mereka para orangtua dan ompung-ompung ini mungkin mengenang kembali masa kecil mereka dulu.
Di hari pertama (27/12/2016) tersebut di lapangan terbuka HKBP Silalahi, Panitia GCDT memang sudah menyiapkan permainan anak-anak untuk melepaskan “dahaga” anak-anak tersebut bermain. Koordinator Aktivitas Anak-anak, Susi Rio Panjaitan (disapa Kak Susi) mengatakan bahwa anak-anak di Sipartogi adalah anak-anak yang luar biasa. Mereka bukan hanya kekayaan orangtua mereka, tetapi juga kekayaan negeri ini, khususnya bagi Sipartogi. “Aktivitas seperti ini diharapkan dapat menjadi kegiatan yang rutin diselenggarakan di tempat ini,” tandas Susi. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk melestarikan permainan anak-anak yang sudah dianggap konvensional dan tradisional ini. Salah satunya melalui momen tujuh-belasan (Kemerdekaan RI) dengan kembali menyelenggarakan permainan-permainan bagi anak-anak.
Di hari kedua (28/12/2016), Acara Aktivitas Anak-anak diselenggarakan di Paropo dengan meminjam Sopo Godang (Aula) HKBP Paropo. Seperti di Silalahi, anak-anak di Paropo pun hampir menyamai jumlahnya. Hampir 90 anak terlibat dalam acara tersebut.
Aktivitas anak-anak dilaksanakan pada pagi hari itu seperti mewarnai (anak-anak PAUD dan TK), menggambar (anak-anak SD), bernyanyi, dan menyusun balon (balloning). Kak Susi bersama dengan kakak dan abang yang lain membimbing anak-anak dalam beraktivitas. Mereka adalah Tiendy, Yanti, Rio, Samuel, Meylan, dan Pdt. Marihot Siahaan. Mereka juga dibantu kawan-kawan dari panitia lokal dan kakak-kakak atau guru-guru yang ada di sana.
Pada siang hari setelah panitia beristirahat sekita 1 jam, aktivitas anak-anak yang sama diselenggarakan juga di Tongging. Anak-anak di Tongging pun tidak kalah hebohnya seperti di Paropo. Mereka sungguh antusias dan lagi-lagi “haus” bermain.
Di hari terakhir (30/12/2016), Aktivitas Anak-anak kembali digelar di lapangan terbuka HKBP Silalahi. Di luar dugaan, anak-anak di Silalahi sepertinya membludak hingga mencapai jumlah 2 kali lebih banyak dibandingkan kehadiran anak-anak di hari pertama.
Ada hal menarik yang perlu kita gumuli bersama bahwa ketika anak-anak ditanyakan tentang cita-cita mereka kelak, kebanyakan anak-anak menjawab ingin jadi dokter, polisi/tentara, dan guru. Namun, kalau ditanya apakah mereka mau jadi petani? Anak-anak di Sipartogi hampir seluruhnya menjawab “tidak mau”. Cuma ada satu anak di Paropo yang mempunyai cita-cita jadi petani.
Anak-anak generasi masa depan di Sipartogi mayoritas tidak ada keinginan bertani, meskipun orangtua atau ompung mereka kebanyakan petani. Kalau hal tersbut tidak segera ditangani, maka akan terjadi the lost generation yang tidak ada lagi melanjutkan bidang pertanian. Kalau hal terserbut terjadi, maka sawah-sawah dan ladang-ladang akan berubah fungsi atau dikonversikan ke nonpertanian.
Karena itu, harapan kita semua, melalui Gerakan Cinta Danau Toba ini, mari kita mengajak anak-anak mencinta lahan pertanian dan peternakan yang subur di dekat Danau Toba untuk dikelola dengan bijak bagi kehidupan di masa depan. Semua pihak perlu diajak bersama-sama dengan musyawarah dan gotong-royong memperjuangkan dan menggumuli hal tersebut.
Gerakan Cinta Danau Toba yang secara momentum dilaksanakan pada 27-30 Desember 2016 ini menginspirasi tujuan tersebut. GCDT yang kali kedua diselenggarakan Yayasan Pencionta Danau Toba ini membuka ruang tersebut bagi semua pihak yang peduli bagi masa depan anak-anak kita di Kawasan Danau Toba. (BTS)